Aku sedang membereskan sisa-sisa makanan saat Brandon datang dan duduk di tepi meja dengan segelas wine di tangannya.
"Hai." Katanya menyapa.
"Hai." Aku menjawab singkat.
"Bagaimana kau bisa bertemu dengan kakakku?"
"Em, . . . maaf?' Aku menoleh ke arahnya, sedikit mempertanyakan maksud dari pertanyaanya itu.
"Setauku kakakku bukan pria yang mudah memberi ruang pada perempuan muda di rumah ini." Katanya panjang, dan mendengar perkataan itu aku terhenyak. Aku memang tidak melihat perempuan muda di rumah ini. Semua adalah pria, dan jikapun ada wanita, itu adalah Mrs. Nourah yang sudah tidak bisa dibilang muda lagi.
Mulai dari dapur, koki dua orang pria, satu setengah baya satu lagi setengah usia si koki utama. Kemudian Luciano tukang kebun, Pablo supir, dan Mrs. Nourah, satu-satunya yang muda dan perempuan adalah aku.
"Oh . . . kurasa pikiran manusia bisa berubah Sir." Aku mengalihkan pembicaraan kami dan membuat otaknya tidak berpikir yang bukan-bukan.
"Kau terlihat sebagai gadis baik, kuharap kakakku tidak merusakmu." Katanya dengan nada bercanda, tapi aku agak kurang suka dengan caranya bercanda.
"Maksud anda?" Aku kembali mempertanyakan maksud perkataanya itu.
"Kakakku tidak menyukai, atau lebih tepatnya tidak percaya pada sebuah hubungan pernikahan. Jadi jika dia memintamu tidur dengannya, jangan pernah berharap bahwa kalian akan menjadi suami isteri."
"Terimakasih atas kebaikan anda sudah memberitahu saya soal itu. Tapi maaf, soal kehidupan pribadi saya, sebaiknya tidak perlu menjadi concern anda." Aku sedikit jengah dengan pria ini, mungkin dia baik atau apa, tapi aku tidak menyukai caranya ikut campur dalam urusanku seperti ini.
"Kuharap anda tidak tersinggung pada perkataanku."
"Oh, tidak. Santai saja." Dia meletakkan gelas itu kemudian berjalan ke arahku. Aku terkesiap saat dia tiba-tiba menyentuh pinggangku, bahkan meremas bokongku.
"Sir!!" Aku berdesis marah, berharap agar dia menyadari bahwa perlakuannya terhadapku membautku sangat marah, tapi tidak. Pria itu justru memutar tubuhku dan memojokkanku ke arah wastafel, kemudian menciumku paksa. Aku merasa jijik dengan semua sikapnya itu, dengan seluruh daya upayaku mempertahankan diri, karena merontapun percuma rasanya, otot pria ini terlalu kuat mencengkeramku dan bibirnya melumat bibirku hingga aku merasa sangat sulit bahkan untuk sekedar bernafas.
Tangan kananku menemukan sebuah benda, kurasa botol sirup maple dan itu kugunakan untuk memukul kepalanya hingga dia berteriak histeris.
"AAAAAAhhhh!!!! BITCH!!" Katanya kasar, dia menarik pakaianku hingga robek dan tetap tidak membiarkanku pergi.
Aku terus berusaha meronta dan membebaskan diri tapi tanpa suara, karena aku takut kejadian ini akan merusak segala tatanan norma susila dalam rumah ini, juga hubungan antara kakak dan adik yang sudah sangat harmonis.
Air mataku berjatuhan, hatiku hancur berantakan, mungkinkah aku akan berakir sebagai korban perkosaan? Tangannya meremas payudaraku dengan sangat kasar, memelintir ujungnya berharap aku terangsang padahal itu menyakitiku. Aku berusaha mendorong tubuhpria itu tapi tidak bisa, hingga akhirnya aku pasrah dan berdoa dalam hatiku agar ada yang datang dan menyelamatkanku, karena saat ini tanganku dicengkeram dan di kunci dengan satu tangannya sementara bibirnya memasksa bibirku menerima ciuman itu dan tangannya menjelajahi seluruh tubuhku yang bisa disentuhnya. Hingga akhirnya dia menarik pakaianku ke atas dan demi Tuhan dimana semua orang?! Dua koki itu sudah kembali ke paviliun, mungkin juga Mrs. Nourah, dan menyisakan kami bertiga di dalam rumah ini. Tapi Luciano biasanya ada di luar, di tempatnya berjaga di dekat kebun dan sesekali masuk untuk mengambil air hangat atau kopi, tapi mengapa kali ini dia tidak datang.
"DAMN!!" Kudengar suara lain mengumpat, dan itu jelas Richard.
"Keep your hands off!" Teriak Richard dan adiknya itu langsung mengangkat tangan, seolah dia sedang ditodong senjata, dan aku hanya bisa merosot ke lantai dan menangis. Aku memeluk diriku, tidak ingin melihat perkelahian kakak beradik itu di depan wajahku karena aku sudah sangat terpukul dengan kejadian ini.
Sebagai pelacur tentu saja kekerasan seperti ini bisa saja terjadi, tapi entah mengapa aku merasa angkuh dengan menganggap diriku cukup terhormat untuk dirudapaksa seperti ini.
"Kemasi tasmu dan pergi dari rumah ini sekarang juga!" Kata Richard dengan wajah sangat marah, aku hanya bisa menyaksikan semua itu dari balik bulu mataku.
Aku tidak melihat mereka baku hantam, aku hanya melihat Richard menodongkan senjata api ke arah Brandon dan pria kekar itu langsung meninggalkan kami.
Richard mendengus kesal, dia meletakkan senjata itu di atas meja dan menatapku. Tanpa bicara dia mengulurkan tangannya padaku dan aku tidak mau menyambutnya. Tubuhku terlalu kotor untuk disentuh olehnya, dan entah mengapa aku merasa sangat tidak pantas berada di tempat itu lagi.
"Ini salahku, tidak seharusnya anda mengusir Mr. Brandon dari rumah.Aku yang pergi dari tempat ini Sir." Mohonku setelah Brandon pergi meninggalkan rumah dan melewati ruang tengah yang cukup terlihat dari tempat kami berada.
Richard memukul meja, membuatku terkesiap.
"Apa kau selemah itu hingga tidak sanggup membela dirimu?!" Tanyanya marah dan aku hanya bisa tertunduk.
"Apa jadinya jika yang melakukan itu adalah pria lain dan aku tidak ada di sana?!" Bentaknya lagi.
"Bagaimana jika itu terjadi dan aku tidak bisa menyelamatkanmu?!" Sekali lagi dia berteriak, tapi rumah ini terlalu besar hingga orang-orang di luar rumah tidak akan mampu mendengar apa yang terjadi didalam rumah.
"Katakan, apa kau selemah itu?!"
"Ya . . ." Anggukku dengan suara lirih dan deraian air mata yang membanjir.
Richard menghela nafas dalam, kemudian menghembuskannya kasar. Dia benar-benar tidak bisa mengendalikan dirinya. Ditengah deraian air mataku dia mernarikku berdiri dan memelukku.
"Kenapa kau harus menarik di mata adikku?" Bisiknya lirih.
"Maaf . . ." Aku menjawab sama lirihnya.
"Harus ku apakan kau?" Richard berbicara untuk dirinya sendiri dan kembali menggulungku dalam pelukannya. Entah mengapa, berada di pelukan pria ini rasanya hangat, damai dan aman.Meski dia bisa saja menodaiku dengan cara yang berbeda, tapi aku akan lebih rela jika dia yang melakukannya dibandingkan dengan Brandon adiknya meski mereka memiliki ketampanan yang setara.