Tak terasa hari berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin lamaran, tahu-tahu jadwal pernikahan sudah depan mata.
Wow, Lyra gugup setengah mati. Jangankan berpikir soal nikah, pacaran saja belum pernah. Ia beda dari sang kakak yang memiliki wajah cantik hingga kalau mau berpacaran tinggal milih.
Tak terhitung sudah berapa banyak orang yang jadi mantan sang kakak. Orang cantik mah bebas.
Seperti yang sering didengar, biasalah!
Lyra?
Orang tertutup dan pendiam boro-boro berpacaran.
Lyra gugup, khawatir dan takut. Ini benar gak sih ia akan menikah?
Atau hanya mimpi?
Kalau iya tolong bangunkan ia sekarang!
Plak!
"Aw, dasar bodoh. Iyalah nyata. Kenapa pakai mukul diri sendiri?"
Kalau tidak menggerutu bukan Lyra namanya. Ia bebas melakukan apapun. Maklum jomblo, bawaannya menyalahkan hal yang tak harus disalahkan.
Eh, just kidding.
Ceklek.
"Ra, ayo tamu-tamu udah nungguin lho," ujar sang ibu.
Tuh kan benar. Say goodbye to jomblo ngenes. Lyra yang walaupun jelek akan menikah hari ini!
Orang-orang yang bilang ia gak laku bakalan menganggakan mulut saking tak percaya ia dapat pasangan hidup tampan nan mapan. Paket completed deh!
Sorry, sebab Lyra tengah senang, ia akan menjadi pribadi lain yang langsung main terobos. Tak peduli berubah menjadi orang tak dikenal sekalipun!
"Oke Bu."
Sungguh, Lyra adalah orang yang pendiam. Dalam sehari terhitung berapa kali ia ngomong. Sekali akan menikah, lihat, ia jadi orang yang tak henti-hentinya mengoceh. Tak kenal lelah atau sejenis. Yang penting senang.
Ibu dan anak tersebut pun turun. Penampilan Lyra berubah 180°. Ya walaupun ia tak terlalu cantik.
Apa yang bisa diharapkan dari hidung pesek, kulit hitam, tahi lalat dua di wajah, mata belo dan rambut mirip singa?
Perbandingan terbalik dari sang kakak.
Gak mirip sedikitpun. Plus Lyra memang tak suka merawat tubuh. Kalau begitu mana bisa terlihat layak?
Setidaknya kalau urus pasti terlihat perubahannya. Walau jelek setidaknya layak dipandang.
Nah Lyra adalah pengecualian.
Sudah jelek, jutek, cuek irit ngomong lagi.
Keringat halus muncul di sudut wajah Lyra meski sudah pakai alat makeup. Mahal lho, cuman euforia membuat Lyra tak berhenti berkeringat dingin.
Alhasil keringat sampai terlihat.
"Paman, Bibi, maaf. Aku tidak akan menikahi Lyra. Aku sadar, aku lebih menyukai Jane."
Bugh!
Napas Lyra tercekat. Maksud Denes bicara begitu apa!?
Dasar, ia pikir sebegitu mudah bilang ganti mempelajari pengantin?
Mau ditaruh dimana harga diri dan wajah yang terlanjur senang?
Harapan palsu?
"Ayah cukup."
Lyra menatap nanar sang kakak yang menahan ayah mereka untuk kembali memukul. Lyra tak tahu.
Saat orang tersesat dan tak bisa melakukan apapun termasuk pergerakan kecil, disitulah Lyra berpijak sekarang.
Ia takut bahkan untuk mengambil tindakan kecil.
"Dengar, di undangan tertera nama Lyra dan Denes Alkhair, bukan Jane. Kamu ingin membuat malu keluarga kami!?"
Kepala keluarga dari pihak perempuan terlihat ingin mengamuk. Sedangkan pihak lelaki terlihat marah oleh diksi yang terdengar.
Puji syukur kalau tak terjadi bencana ribut badai.
"Ayah udah, kita diliatin orang-orang," ujar Jane yang terus menahan sang ayah.
Cukup, Lyra tak mampu berada di tempat tersebut. Ia harus pergi walau tak tahu arah yang harus dituju.
Yang jelas harus kabur dulu. Lyra pergi ke luar rumah tak memperdulikan orang melihat atau bagaimanapun. Saking ingin cepat ia sampai berlari.
Bugh!
"Aish sial," lirih Lyra saat ia menabrak seseorang.
Sakit, ini ia nabrak orang atau dinding sih!?
Lengkap sudah, sakit batin dan perasaan semua berkumpul membentuk sesuatu yang sulit Lyra proses.
Bayangkan, Lyra sampai jatuh terjungkal ke belakang!
Bokongnya sakit.
"Sini aku bantu."
Mata perempuan tersebut mendongrak, disana terlihat satu pangeran lain. Tampan. Adakah mobil putih yang menyertai orang tersebut?
Zaman sekarang kuda putih sudah berganti ke mobil. Tak ada pangeran berkuda putih, yang ada pangeran bermobil warna putih. Atau varians warna.
Zaman onta beralih, bergeser jauh.
"Tidak, terima kasih. Aku harus pergi," ujar Lyra, ia pun langsung bangkit dari tempat tersebut kemudian hendak pergi.
"Lari pun harus dapat bantuan, kalau kamu ingin kabur aku bisa membantu. Cukup tinggal percaya."
Perempuan itu ingin membalas namun tak terjadi oleh sebab ibu yang memanggil namanya.
Oh, ia harus cepat pergi dari tempat tersebut!
Kabur!
Pertanyaannya, why?
Haruskah Lyra sebegitu malu hingga tak memiliki wajah depan orang-orang?
Sampai ia kabur dari rumah?
Right, itulah kenyataannya.
Lyra ingin lari dari kenyataan, terserah orang-orang seluruh dunia menyebut ia orang bodoh, dungu atau julukan yang lebih buruk. Yang penting ia ingin pergi, tak mau kembali atau bagaimanpun.
Sret!
Orang itu menatap kaget, posisi ia dengan orang asing tersebut dekat hingga napas hangat menerpa wajah. Tak lama setelah itu pria asing tersebut pun berbisik.
"Aku bisa membantumu. Apapun yang terjadi tinggal katakan iya. Mari menikah."
Lyra sontak mendorong orang yang seenak jidatnya memeluk. Orang asing sok jadi pahlawan lalu tiba-tiba bilang ngajak nikah?
Cobaan macam apalagi!?
"Jangan gila..."
"Nak."
Napas orang yang dipanggil tersebut tercekat, entahlah, sekarang Lyra takut terhadap banyak hal.
Bisakah mereka baik?
"Martin?"
Lho, siapa orang ini?
Kok ibu Lyra kenal?
"Halo Bibi, apa kabar?"
Salah!
Disaat-saat seperti ini malah bertanya soal kabar!?
Orang ini benar-benar gila!
Lyra harus melakukan sesuatu untuk mengakhiri hal paling tak masuk akal tersebut.
"Bu, aku ingin bicara dengan orang ini. Penting, aku harus."
Biarkan hal buruk terjadi. Yang berputar-putar di pikiran Lyra hanyalah cukup, ia tak mau menjadi bahan permainan untuk kedua kalinya. Orang dihadapan ia menawarkan hal tak masuk akal. But fine, ia akan mendiskusikan itu sekarang.
Sang ibu menatap aneh, tiba-tiba Lyra bilang ingin bicara dengan Martin?
Pernikahan anaknya tak berjalan baik, lalu sekarang terlihat lebih buruk.
Jauh dari harapan.
Tanpa diduga Martin pun berucap. Hal yang membuat dua anak dan ibu tersebut kaget.
"Denes mempermainkan keluarga Bibi, aku ingin membantu. Kalau tak percaya, aku akan menikahi Lyra sekarang."
Kedua orang tersebut menatap nanar, apa yang terjadi!?
Super kacau!
"Nikah?" ujar ibu Lyra terlihat syok.
"Dasar gila, Bu, orang seperti ini harus diusir."
Saat melihat wajah datar sang ibu, Lyra pun sontak menunduk dalam. Takut setiap kali ekspresi menyeramkan tersebut datang.
Lho, kok malah jadi begini?
"Kamu yakin Martin? Bibi setuju kamu menikah dengan Lyra. Kami butuh bantuanmu."
Ya Tuhan cobaan macam apalagi sekarang, Lyra tak tahu harus menyikapi bagaimana. Ia tak ingin terjebak di tempat yang tak seharusnya. Hey, dua kali terjebak di lubang hitam?
Hanya keledai yang melakukan hal tersebut!
Tuhan, tolong sadarkan Lyra dari mimpi yang tak tahu masuk ke bagian mana. Yang jelas aneh!
*****