Starla berhenti berlari untuk sejenak mengambil napasnya. "Misi ini... begitu melelahkan..." gumamnya disela-sela napasnya yang memburu; masih tidak percaya ia dan Denis berhasil mengelabui Arthur semudah itu atau tepatnya memanfaatkan kebaikan Arthur untuk memuluskan rencana mereka.
Starla tentu sedikit merasa bersalah sebab jika kejadian ini sampai terdengar orang tuanya pasti Arthur yang pertama dipanggil bukanlah dirinya; sepertinya ia akan tetap meminta dijemput ketika pulang agar bisa berbicara menjernihkan masalah ini dengan Arthur.
"Tetapi dari semua itu, aku berhasil!" seru Starla ceria, ia bahkan melompat penuh semangat empat lima; sayang sekali Denis tidak di sini.
Starla mengambil ponselnya mau mengirim pesan ke Luna apakah busnya sudah lewat di pemberhentian di dekat rumahnya, dan pada saat itu juga ia menyadari bahwa ponselnya sedang di mode senyap yang mengakhiri rasa penasarannya kenapa alarm ponselnya tidak berbunyi.
Starla memang suka mengganti mode ponselnya ke senyap ketika menggambar, ia butuh konsentrasi tinggi ketika menggambar, ponsel adalah musuh utamanya karena bisa mengganggu konsentrasinya, yang awalnya hanya mengecek pesan atau telepon, sering berakhir membuka media sosial berjam-jam jadi ia memutuskan untuk mengganti mode senyap sampai selesai menggambar.
Setelah Starla mengirim pesan pada Luna, ia melanjutkan lagi langkah kakinya menuju titik pemberhentian bus sekolahnya, sedikit dipercepat takut-takut sudah sampai di sana.
"Hm, hm, hm..." bibir Starla bersenandung ria menikmati kebebasan pertamanya ini, bahkan gedung dan rumah yang dilewatinya terlihat begitu indah dipandang, seakan berkilauan di matanya; sudah berapa lama ia ingin merasakan semangat seperti ini lagi? Perasaan semangatnya yang berkumpul di dadanya seakan ingin meledak. "Oh," terlalu menikmati hingga tidak menyadari ia sudah sampai di titik pemberhentian bus, di sana ada dua gadis yang berseragam sepertinya yang menandakan bila busnya belum sampai kemari.
Starla beruntung kali ini.
"Oh," ponselnya berdering, ia mengecek, yang ternyata dari Luna, berisikan bus sekolah belum sampai dikarenakan terjebak macet meski cuma sebentar, ia memutuskan untuk tidak membalasnya karena busnya akhirnya tiba di tempatnya, ia juga dapat melihat Luna di dalam melambaikan tangan ke arahnya; ia membalas melambaikan tangan juga, barulah masuk setelah dua gadis tadi yang datang terlebih dulu.
"Akhirnya kau berhasil juga." kata Luna.
Starla mengibaskan rambut hitamnya penuh rasa bangga. "Starla Annora gitu,"
Luna tertawa kecil. "Kita mau duduk di lantai berapa?" tanyanya.
Starla melirik keliling bus, dan ia baru menyadari jika kondisi bus tidak seramai yang ia kira melihat tempatnya titik itu pemberhentian terakhir bus sekolahnya. "Apakah kondisinya selalu begini?"
"Tidak," sahut Luna. "Biasanya penuh tapi karena ada penambahan satu bus lagi jadi sedikit berkurang." jelasnya. "Bukankah bagus? Kita bisa memilih kursi, selama ini aku selalu berdesakan di sini bahkan kalau sedang sial, aku bisa berdiri sampai sekolah." omelnya, mengingat ada lelaki yang tak mau bertukar dengannya.
Starla tidak berani tertawa maupun berkomentar, ia tidak mau memancing amarah Luna, biarlah ia menjadi tempat mengeluh, ia sedang berada di mood yang baik juga. "Hm," matanya mencari kursi yang kosong dan hanya ada di bagian belakang saja kalaupun ada yang kosong hanya ada untuk satu orang saja. "Bagaimana kalau kita cek lantai atas?"