webnovel

THE GIFT OF LOVE

"Rara, aku segera membuktikan Alex memang putraku, darah dagingku. Jika kau berbohong. maka tak segan aku meminta pengadilan memberi hak asuh padaku." PLAKK-! Tamparan keras menyentuh pipi Michael. Terasa pedih dan panas. Mantan istrinya berubah menjadi galak dan keras. Posisinya sedang terancam karena ucapan terakhir tadi. Mereka berperang memperebutkan putra satu-satunya. Kekuatan dan kekuasaan Michael tidak main-main membayar pengacara mahal bukan masalah baginya. Alex tinggal dengannya bersama II Nonno Marchetti sekaligus menjalankan bisnis di Italia. Test DNA akan membuktikan apakah Alex putranya atau bukan. "Kau tidak bisa menghalangi lagi, tak seorang pun!" tuding Michael segera menemukan apa yang dicari setelah perceraian mereka. Sekarang, Rara dan Alex selalu dalam pandangan matanya. Perseteruan membuat darah seorang mafia kembali mendidih. ***

RAYBASIL · 都市
レビュー数が足りません
228 Chs

MENGALAH

Ayu terbangun di sebuah kamar yang asing baginya. Mengucek matanya kembali. Ia tidak bermimpi, memang dirinya berada di tempat yang belum pernah sama sekali disinggahi.

Selimut tebal disibakkan begitu saja. Kakinya telanjang, sepatu boot-nya tidak ada. Tapi ada sendal kamar yang bisa ia pakai.

Berlari keluar kamar, melihat suasana apartemen mewah di dalamnya. Dan bukan apartemen biasa, tapi penthouse! Bola matanya menjelajah begitu sepi, tak ada siapa pun di sini. Ia sendirian?

Sudah berapa lama ia tertidur? Tapi tadi sore ia baru saja meninggalkan kota Nice. Lalu ada di mana dirinya sekarang? Begitu banyak pertanyaan di benaknya!

Kakinya terus melangkah, memandangi semua sudut ruangan yang berbeda. Milik siapakah penthouse cantik dan indah ini? Oh Mon Dieu - Tuhanku!

Balkon yang luas, pemandangan menara Eiffel di depannya. Malam gelap ditaburi cahaya bintang dan lampu jalanan di sepanjang kota Paris. Tempat menakjubkan!

"Kau senang berada di sini?" kata Michael mengejutkan.

Pria itu tiba-tiba saja sudah berada di belakangnya lagi. Selalu begitu menguntit kemana pun pergi. Ayu mengangguk kepala sebagai jawaban atas pertanyaannya.

"Tempat yang indah dan pasti mahal. Milik siapakah penthouse ini?" tanya Ayu penasaran. Tangannya berpegangan dengan pembatas balkon beton yang di cat putih bersih.

"Semua ini milikmu Ra, dan Alex putra kita. Aku membelinya setelah menjual sebuah apartemen yang sering dipakai jalang itu bersama mucikarinya. Penthouse ini hanya untuk kalian berdua, tidak ada siapa-siapa lagi!" Suara Michael sedikit bergetar.

Ayu mendongak tak percaya. Penthouse ini terlihat baru, semua di dalamnya begitu mewah. Lampu kristal yang menggantung di ruang tamu yang dilewatinya tadi. Dan pintu kaca dan jendela lebar memenuhi di semua ruangan.

Terlalu indah, mewah dan mahal, tidak sesuai dengan kehidupannya. Ia hanya cukup mengagumi, tak pernah ingin memiliki. Nilainya pasti menakjubkan!

"No Michael, No! Aku tidak akan menerimanya, ini bukan milikku atau putraku!"

"Tapi Rara, dengarkan aku dulu _____"

"Aku sudah bilang, kami berdua tak perlu apapun darimu lagi. Kemewahan tidak bisa membeli kepercayaan dan kasih sayang!"

"Kau benar. Tapi aku tak membeli semua itu, hanya mengambil tanggung jawab atas perlakuanku dulu pada kalian berdua. Terserah kau ingin menempati atau tidak, atau menjualnya lagi semua sudah di atas namakan dirimu. Lihat dokumen di meja, jika kau tak percaya!"

Michael memaksanya untuk melihat berkas itu. Dan Ayu ingin membuktikan jika pria itu hanya membual di depannya. Bergegas masuk ke ruang tamu lagi, meninggalkan balkon dengan pemandangan indah.

Dibukanya dokumen penting tersebut. Surat kepemilikan atas nama Ayu Saraswati tertera di sana. Baru satu - dua bulan ini Michael membelinya kemudian mengganti nama di sana. Di saat ia menghilang membawa Alex ke Paris.

Ayu meletakkan kembali berkas itu ke atas meja. Ia tidak membutuhkan. Michael bisa memberikan kesenangan ke wanita lain, jika pria itu ingin menikah lagi.

"Aku tak menginginkannya, kau bisa ambil lagi! Kami berdua tak selamanya di negeri ini, yang ku mau agar kau menjauh dariku!"

"Rara!"

"Whatt----- aku mau pulang!"

"Sudah terlalu malam, besok pagi akan aku antar kau pulang. Dan aku bisa menemui kerabatmu, juga putraku sekaligus!"

Tidak akan pernah!

Mata Ayu melebar menantang Michael walau harus mendongak dagu setinggi-tingginya. Pria ini tak mau menyerah sedikit juga darinya!

Sialnya ini juga sudah larut malam. Ia tak bisa pulang mengganggu Om Irwan dan Tante Mirna. Ditahannya sampai besok pagi bermalam di sini, kemudian melarikan diri agar Michael tak menguntitnya lagi!

"Ayo kita makan malam Ra, kau juga belum makan dari siang tadi," ajak Michael menuju ruang makan. Wanita itu hampir menggeleng, tapi tangan mantan suaminya langsung menariknya.

"Marah-marah itu butuh energi, apalagi kita habis berlari di Nice tadi. Makanlah, lalu lanjutkan tidur lagi. Aku tak akan menganggumu, ada pekerjaan yang harus selesai malam ini juga!" desaknya lagi.

Malam penuh kebimbangan. Keduanya harus mengalah, makan tanpa perseteruan!

***

Pintu terbuka lebar. Tamunya cukup mencengangkan dirinya. Untunglah ia belum berangkat ke kantor pagi ini. Tapi istrinya sudah mengantar Alex ke sekolah.

"Irwan! Di mana Rara, sekarang? Kau sengaja menyembunyikan dirinya selama ini. Benar-benar kau jahat terhadap keluarga sendiri. Gara-gara anak sialan itu, urusan kerja sama dengan Prasojo jadi terganggu!" teriak Brotoseno

Kakaknya datang mengejutkan, menghambur ke dalam rumah dinasnya. Kemudian memakinya di pagi yang cerah seperti ini. Mbak Nurmala bersikap sama, wajahnya tampil begitu kesal dan marah.

"Kakakmu benar, Irwan. Kau selalu saja ikut campur dalam urusan keluarga kami. Biarkan saja Rara itu pergi tidak usah melindungi dirinya lagi. Putriku sudah dewasa karena kesalahannya semua jadi masalah!" tegur Nurmala keras.

Tuan rumah hanya bisa menggelengkan kepala. Kakaknya memang tidak pernah berubah. Mereka langsung duduk ke ruang keluarga, bagasinya dibawa ke dalam oleh asisten rumah tangga dan segera menyiapkan suguhan untuk tamunya.

Irwan langsung menelepon ke kantor bahwa ia akan terlambat datang, urusan keluarga yang pelik tak bisa dipecahkan dalam waktu satu - dua jam. Lalu duduk bersama keduanya, sambil menarik nafas begitu panjang.

"Mas Seno dan Mbak Nurmala kapan tiba di Paris?"

"Hentikan basa basimu, Irwan! Di mana Rara sekarang, suruh menemui kami di sini. Sungguh tak bisa menahan sabar lagi melihat kelakuannya. Bisnisku jadi terhalang karena pernikahan putra sulung Prasojo gagal kemarin gegara mereka ternyata juga telah menikah 10 tahun lalu dan memiliki anak!"

"Putra sulung Prasojo? Tapi kau dan Prasojo tidak pernah menikahkan mereka saat itu! Aku yang menjadi wali dari Rara, bukan kau!"

"Jaga kesopanan pada kakakmu, Irwan!"

"Maaf Mbak Nurmala, kalian berdua yang tidak sopan di kediamanku! Mencecarku di pagi seperti ini, membuat terlambat ke kantor. Rara itu putri yang manis, cukup bertanggung jawab sekarang ini. Kalian yang membuatnya pergi jauh, menghindari keluarganya yang bengis terhadap anak kandungnya sendiri!"

"Itu bukan urusanmu lagi, Irwan!"

"Menjadi urusanku, karena akulah pamannya! Jika ayah kandungnya tak mengurus putrinya, aku yang akan mengambil tanggung jawab itu, berikut cucu darinya!"

Kata-kata itu yang ditunggu Brotoseno dan Nurmala. Mereka bisa lepas selamanya dari masalah Rara, kemana pun putrinya pergi maka Irwan yang mengawasinya.

Adiknya selalu sok tahu, mencampuri semua kepentingan keluarganya. Dan karena itulah hubungan kakak beradik itu menjadi renggang bertahun-tahun.

"Di mana Rara, dan putranya?"

"Untuk apa menanyakannya, jika kalian tak peduli dengannya!"

"Seharusnya dia ada di sini, atau pergi kabur lagi seperti biasa melarikan diri, dari satu masalah ke masalah lainnya?"

"Rara sedang berlibur ke Perancis Selatan, dan putranya Alex bersekolah diantar Mirna istriku!"

"Aku tak akan lama di sini, tapi hubungi Rara bahwa orang tuanya datang karena ada hal penting yang ingin kami sampaikan padanya. Anak kurang ajar itu harus bertemu dengan kami dulu!"

Dua orang paruh baya yang keras kepala. Irwan cuma bisa menggelengkan kepala. Baru saja ia ingin menghubungi. Seseorang datang lebih dulu menemui mereka semua.

Bola matanya membelalak. Sungguh terkejut atas apa yang dilihatnya pagi ini!

***