webnovel

The Eternal Love : Hazel Star

Hazel Star, perempuan pilihan yang pergi ke masa depan lewat perantara novel fiksi "The Eternal Love". Dia terkejut setelah tiba-tiba bangun disebuat tempat asing dan juga mendapatkan suprise anniversary dari tokoh novel yang dibacanya didunia nyata, Zaidan Abriana. Hazel juga terkejut setelah tahu bahwa saat itu dia tengah berada ditahun 2022. Tak hanya itu, disana juga Hazel memiliki profesi sebagai presenter berita INDOnews, sekaligus kekasih dari jurnalis yang memiliki julukan "Face Genius" karena ketampanannya, Zaidan Abriana.

MillaMuezza · 一般的
レビュー数が足りません
17 Chs

BAB 8 (This is Love?)

Jakarta, 2019

Hazel menyunggingkan senyumnya saat mengingat kembali momen konyol dirinya bersama Zaidan barusan. Kepribadian jahil dan konyol Zaidan baru diketahuinya setelah masuk dan terlibat langsung menjadi tokoh utama didalam novel itu. Dan saat ini dia tengah berada didalam taxi, sepertinya dia kembali ke dunia nyata tepat setelah menutup pintu kamar Zaidan.

"Dia benar-benar membuatku gila."

Keningnya seketika mengerut saat mendengar keributan diluar mobil. "Ranselku?" sibuk mencari keberadaan ransel dan novelnya. Sampai memaksakan diri keluar dari taxi setelah melihat seorang pria tua tengah menenteng ranselnya bersama beberapa polisi disekitarnya.

"Pak, boleh minta ransel saya kembali?" tanya Hazel lembut.

Semua orang yang ada disana spontan menoleh dan terkejut bersamaan. Hazel tidak faham dengan situasi yang tengah terjadi sekarang. Dia hanya melihat sang supir taxi memandangnya dengan wajah pucat pasi. Begitu juga dengan wajah beberapa polisi dengan tatapan menyelidik. "Ma-maaf. Apakah ada sesuatu yang telah terjadi?" tanya Hazel dengan penuh tanda tanya.

"Bapak Supratman baru saja melapor bahwa anda menghilang dalam perjalanan. Bapak, sepertinya bapak sudah salah faham. Penumpang bapak baru saja keluar dari taxi," ujar sang polisi.

Supir taxi itu menggelengkap kepalanya cepat. "Saya yakin kalau sebelumnya mobil saya kosong tak berpenumpang?"

Polisi itu tersenyum ramah. "Bapak menghentikan kendaraan ditempat tak seharusnya. Tidak perlu membuat alasan konyol dengan alasan kehilangan penumpang secara tiba-tiba seperti itu."

Hazel menggaruk tengkuknya bingung. Sepertinya dugaannya selama ini memang benar. Dia menghilang dan masuk kedalam cerita novel. Tubuhnya menghilang begitu saja, membuat sang supir taxi ketakutan dan tak sengaja melanggar peraturan lalu lintas. Dan sekarang Hazel merasa tak tega pada supir taxi yang diintrogasi polisi. Semua kekacauan ini murni karena kesalahannya. Sedangkan siapapun tak bisa menjelaskan dan menyelesaikan dengan jujur apa yang sebenarnya telah terjadi.

"A-apa?!" alis Hazel menukik tajam setelah membuka kembali novel yang berhasil didapatkannya kembali dari supir taxi. Dia terkejut saat melihat kejadian pagi tadi, kini terjadi lagi padanya. Apa yang dialaminya ditahun 2022 bersama Zaidan benar-benar tertera sama persis dalam bab 2 novel.

"Astaga!" Hazel kembali terkejut setelah menyadari penampilannya kali ini.

Tubuhnya tak lagi terbalut sweater dan celana jeans panjang. Kali ini penampilannya berubah menjadi sexy dan menantang. Hanya dengan celana super pendek yang tenggelam didalam kaos kebesaran warna putih. Jangan lupakan dengan tubuhnya yang basah kuyup, beserta handuk kecil warna putih yang menggantung dibahunya. "Sial!"

~~~@~~~

Jakarta, 2022

"Astaga Hazel!" teriak Natasha, sahabat Hazel. "Ngapaian pake baju beginian ke kantor?"

Hazel mengerutkan keningnya dan memutar tubuhnya untuk melihat tempat dimana dia berpijak sekarang. "Ka-kantor?"

Natasha memutar bola matanya. "Zaidan bilang tadi subuh lo pergi dari rumahnya tanpa izin. Lo ini kenapa sih? Dan Zaidan juga bilang kalau lo belum jelasin alasan kenapa pergi tanpa pamit dari mobil Zaidan."

Hazel hanya mampu membungkam mulutnya saat melihat Natasha, sahabat yang dimilikinya didunia nyata, kini berada tepat didepan matanya didunia yang berbeda. Sejak awal dia mengira kalau hanya dia satu-satunya orang yang tertarik kedalam novel, tapi ternyata dia salah. Dan sekarang Hazel mulai penasaran dengan semua kekonyolan ini. Dia berharap apa yang telah terjadi padanya takkan menjadi akhir yang sia-sia.

" Selamat sore pemirsa. INDOnews petang kembali menemani anda dengan berita-berita terbaru, terhangat, dan teraktual. Bersama saya Zaidan Abriana dan Ananda Dita, pada Senin, 22 Oktober 2022. Berita utama hari ini kami sampaikan dari Satuan Narkoba Polres Metro Jaya Jakarta Barat bersama BNN yang berhasil menggagalkan peredaran narkoba jenis sabu dengan berat 50 kilogram dan 350 butir heroin. Penangkapan dilakukan di Merak, Banten, dengan tujuan Palembang-Jakarta. Polisi juga mengamankan 5 orang tersangka, 2 unit mobil, 3 buah smartphone, 7 kartu ATM, serta uang tunai senilai Rp. 5 juta. Sedangkan salah satu tersangka dengan inisial FS, dinyatakan positif menggunakan narkoba."

Hazel menutup mulutnya setelah melihat Zaidan Abriana membawakan berita secara live ditelevisi. Layar besar dilobi gedung seketika ramai dan menjadi pusat perhatian orang-orang disana. Selain karena wajah tampan Zaidan, pria itu juga terkenal karena kepiawaiannya dalam bekerja. "A-Zaidan?"

"Ya. Cowok lo," bisik Natasha. Yang kemudian dengan secepat kilat menarik Hazel memasuki toilet perempuan. Meminta Hazel untuk mengganti pakaian. "Ini pesanan kopi Zaidan dan ini kopi buat lo. Tolong kasih ke Zaidan ya, gue sibuk."

Hazel mengangguk. "Thanks."

Hazel termenung, memandangi layar monitor besar dilobi gedung kantornya, INDOnews. Bibirnya tersenyum, kedua tangannya sibuk menggenggam dua gelas kopi berbeda varian. Ditangan kanan, Hazel menggenggam erat kopi Double Espresso, pesanan Zaidan, sedangkan ditangan kirinya terdapat satu gelas kopi Latte Macchiato, miliknya.

"Dia selalu jadi top trending pencarian dimedia setiap harinya. Berkat dia yang tidak hanya tampan parasnya, rating siaran kita selalu naik setiap penayangan. Otaknya cukup brilliant untuk reporter televisi swasta" Hazel tersenyum saat mendengar beberapa orang didalam lift memuji kekasihnya, Zaidan.

Ya, saat ini Hazel sudah didalam lift menuju lantai 3 dimana Zaidan berada. Dia juga tahu bahwa yang dibicarakan teman kerja sekantornya itu tak lain adalah kekasihnya sendiri, Zaidan Abriana. Dan apa yang mereka bicarakan adalah fakta yang tak bisa disembunyikan. Zaidan selalu menjadi trending dimedia sosial dan top pencarian populer di Google.

Kebanyakan dari mereka adalah wanita dan remaja dengan rasa penasaran tinggi yang menjadi penggemar setia Zaidan. Meskipun begitu, setidaknya mereka bersyukur, berkat Zaidan, pencinta berita aktual kini semakin bertambah. Rating menunjukan berita yang dibawakan Zaidan ditonton tidak hanya oleh orang tua dan orang dewasa saja, tapi para remaja pun ikut mengikuti tayangan berita INDOnews.

Parasnya yang rupawan, tutur katanya yang lembut dan bijaksana, sukses menghipnotis para penonton berita INDOnews. Dan Zaidan juga sering ditugaskan untuk menghadiri acara seminar dibeberapa kampus di Indonesia. Selain mahir berbicara didepan televisi, Zaidan juga sama hebatnya saat bekerja dilapangan. Dia adalah reporter pertama yang bisa bergerak cepat dengan segala upaya dikerahkannya untuk mendapatkan berita aktual. Namanya sudah sering terlihat di koran atau televisi, dimana Zaidan Abriana sukses mengungkap kasus-kasus besar di Indonesia, mengalahkan departmen berita besar lain di Jakarta dan sekitarnya.

Hazel hanya bisa berjalan menunduk sambil melipat bibirnya kedalam. Mau tak mau dia harus mengekori lima orang staf wanita yang berjalan beriringan didepannya. Andai tidak melewati lorong dengan lebar 2 meter, sudah pasti Hazel akan melewati mereka begitu saja pada jalan lain. Sepertinya tujuan mereka sama, yaitu lantai siaran Live berita INDOnews.

Dan disinilah Hazel sekarang, digedung lantai 3, studio siaran berita INDOnews. Berdiri didepan para crew yang sedang meliput Zaidan bersama rekannya, Dita. Saat ini Zaidan tengah bersiaran dengan rekannya yang sangat cantik, mereka memanggilnya Barbie Dita. Beberapa kali Zaidan tersenyum saat pria itu menoleh keara Hazel, tepatnya saat kamera off atau sedang break.

"Oke, cut!" teriak sang sutradara.

Semua orang bertepuk tangan setelah semua kamera dimatikan dan siaran langsung berakhir. Saling bersalaman dan memberi ucapan selamat satu sama lain.

Hazel melambaikan tangannya sambil menggoyangkan pergelangan tangannya. Menunjukan satu cup Double Espresso kearah Zaidan. Namun, perlahan Hazel menurunkan kembali tangannya saat melihat Dita berjinjit dan membisikan sesuatu ke telinga Zaidan. Jantungnya bergemuruh, dia merasakan getaran yang biasa disebut cemburu. Lihat saja, Dita makin berani melingkarkan tangannya dilengan Zaidan. Bahkan sesekali kedua sejoli itu tertawa, Dita bahkan berani memukul manja dada Zaidan. Beberapa kamera mengambil foto mereka secara bersamaan dari sudut yang berbeda. Beberapa orang berlarian untuk membawa sepasang pembaca berita itu ke ruang makeup.

"Apa-apaan mereka?" Hazel menggeram kesal. Kemudian berbalik meninggalkan ruangan.

"Hai, Hazel!" sapa Kim Samuell dengan seragam biru dongkernya. "Gue fikir lo gak masuk hari ini. Setelah pagi tadi lo absen dari jadwal briefing, pada akhirnya posisi lo diganti oleh Dita."

Hazel mengembuskan nafasnya. "Ya, sesuatu yang mendesak telah terjadi."

"Dan sesuatu yang besar akan terjadi." Ledek Samuell dengan cengiran jahilnya.

Hazel tersenyum kecut. "Mau tidak mau harus terima semburan kepala divisi dan antek-anteknya. Oh, ya ..." Hazel melirik papan nama pria didepannya, takut salah menyebut nama pria asing didepannya. Walau sebenarnya dia sudah melihat sedikit ilustrasi karakter Kim Samuell dibab awal novel. "Sam, lo habis dari tugas lapangan?"

Samuell mengangguk dan menunjukan camera video ditangannya. "Ya. Menghadiri konferensi pers kasus penyeludupan narkoba yang diketuai Fandi Saputra."

Sepertinya dia baru saja sampai dari tugas lapangan. Terbukti dengan kondisinya yang sedikit berantakan. Kulit yang kian menggelap mengingat warna kulit aslinya yang dulu berwarna putih, karena Kim memang kelahiran negeri ginseng, Korea. Dua kancing atas bajunya terbuka, keringat sedikit membasahi bagian ketiak dan punggungnya. Dan jangan lupakan dengan kamera video ditangan kanannya.

Hazel mengangguk mengerti. "Buat lo." Menyerahkan kopi Double Espresso pesanan Zaidan, kemudian berlalu menuju ruang kerjanya.

"Lah, Espresso kan punya Zaidan, Zel!" teriak Samuell.

"Punya gue itu!" tunjuk Zaidan. Berjalan cepat kearah Samuell yang masih diam mematung memandangi punggung Hazel yang mulai menghilang.

Wanita itu berjalan cepat melewati bilik-bilik yang membatasi setiap meja kerja karyawan. Hazel juga masih setia menekuk wajahnya kesal. Hari ini adalah hari paling kacau dari hari-hari biasanya. Didunia nyata, Hazel bekerja sebagai staf distatiun berita Golden Time. Impian terbesarnya memang menjadi presenter berita utama disebuah stasiun berita besar seperti Golden Time atau INDOnews. Dan ketika dia diberikan kesempatan untuk membawakan berita meskipun itu didunia yang berbeda, Hazel malah merusak kesempatan itu dengan pergi ke dunia nyata.

PLUK!

Latte Macchiato itu tumpah dan jatuh beberapa inci dari kaki Hazel. Tangannya refleks melepaskan genggaman gelas saat melihat sesuatu yang cukup mengejutkan. Dengan keadaan lutut yang masih bergetar, Hazel memberanikan diri melangkah kearah pojok, dimana meja kerjanya berada. Meninggalkan tumpahan kopi dilantai begitu saja.

"Ma-mawar?"

Disana, diatas meja kerjanya terdapat setangkai bunga mawar putih, tergeletak tepat diatas keyboard komputernya. Bunga itu tidak terlihat benar-benar putih, ada percikan merah dibeberapa kelopaknya. Kedua matanya terpejam sambil menyerit setelah mencium aroma bunga ditangannya. Percikan merah itu mirip seperti darah, bahkan hidungnya mencium aroma darah segar disana.

––Kau milikku––

Jantungnya berdegup kencang saat membaca secarik surat berwarna putih dengan tetesan darah diatasnya. Sekarang dia yakin, tetesan merah pada mawar dan kertas itu memang darah. Seseorang tengah meneror dirinya. Tanpa Hazel sadari bahwa seseorang tengah memperhatikan setiap gerak-geriknya selama ini.

Sebelumnya, seseorang pernah menguntitnya dimalam hari sepulang kerja. Dia masih mengingatnya dan akan selalu mengingatnya. Malam yang mencekam, gelap, dan dihiasi oleh ledakan petir juga derasnya air hujan. Seorang pria menyanyikan lagu Gloomy Sunday dengan diiringi musik dari bluetooth speaker ditangan kanannya.

Sepertinya teror masih berlangsung tanpa sepengetahuan Hazel. Dimana saat dia menyalakan komputernya, seseorang telah mengganti gambar pada layar dekstopnya. Disana terpampang jelas foto dirinya yang tengah tersenyum, diedit dengan beberapa sayatan benda tajam pada wajah dan juga lehernya. Tak hanya itu, layar komputernya terlihat menyeramkan karena adanya darah segar yang mengalir mebentuk garis, menetes hingga membasahi meja kantornya.

Hazel mengambil beberapa lembar tisu, membersihkan semua bercak darah dilayar monitor, keyboard, dan juga meja kerjanya. Melempar gulungan tisu itu kedalam keranjang sampah, menghapus dan mengganti wallpaper pada dekstopnya saat itu juga. Perempuan itu termenung sejenak, seraya mengatur napas dan dekat jantung yang kini berdetak tak beraturan. Setelah memastikan keadaan di kanan-kirinya, Hazel langsung mengucap syukur dan menutup wajah dengan kedua telapak tangannya yang masih bergetar.

"Hazel!" panggil Zaidan tak jauh dari tempat Hazel berada.

Hazel terkejut dan langsung menyembunyikan sisa tisu didalam laci mejanya. Dia menoleh kemudian tersenyum simpul. "I-iya." Tangannya bergerak cepat menyelipkan secarik surat teror kedalam tas selempangnya.

"Kamu terlihat aneh akhir-akhir ini. Kamu pergi tanpa izin sebanyak dua kali. Bukan bermaksud mengekang. Aku hanya khawatir karena kepergianmu pagi tadi. Kenapa kamu pergi? Kenapa tak bilang atau tak meminta aku untuk mengantarku?"

Hazel membungkuk setelah mengambil beberapa lembar tisu untuk membersihkan tumpahan kopi dilantai. "Aku ada urusan mendesak. Maaf."

"Hei, jangan berlutut didepanku!" Zaidan ikut membungkuk dan berlutut saat melihat Hazel hendak berlutut untuk membersihkan tumpahan kopi didekatnya. Tangan besar itu sigap menyentuh sepasang bahu sempit Hazel dan membantunya kembali berdiri tegak menghadapnya seperti semula.

"T-tapi—"

"Biar aku saja," sergah Zaidan.

Pria jangkung itu merebut lembaran tisu ditangan Hazel. Berjongkok dengan sedikit mengangkat tumitnya. Tubuh tinggi dan kaki yang panjang membuat dirinya agak kesulitan untuk berjongkok. Pria itu terlihat begitu telaten dalam mengerjakan banyak hal. Dia sama sekali tak pernah memandang sesuatu dalam satu sisi. Pria cuek seperti dirinya seringkali bertingkah super selektif disetiap kesempatan. Dan kini ia dengan begitu tulus membersihkan sisa percikan air kopi disepatu Hazel. "Berjanjilah untuk tidak mengulangnya lagi. Sungguh aku bisa gila karenamu."

Hazel tertegun memandangi Zaidan yang tengah sibuk mengelap high heels miliknya. Secara tidak sengaja dia sudah menyakiti Zaidan dengan berpura-pura menjadi kekasihnya. Dia memang menyukai Zaidan, tapi rasa suka tidak bisa disamakan dengan rasa cinta. Jika perasaan Zaidan sudah sedalam itu untuk Hazel, tapi Hazel belum. "Aku tidak yakin."

"Kenapa?" tanya Zaidan. Menengadahkan kepalanya menatap sang wanita dari bawah.

"Aku tidak bisa menjanjikan hal yang tidak bisa aku penuhi."

Zaidan bangkit dan melempar gumpalan tisu kedalam tong sampah. Menarik salah satu kursi dan mendekatkan dirinya pada Hazel."Kamu masih mencintaiku?"

"Te-tentu saja."

Zaidan mendesah berat. Menarik simpul dasi dilehernya. "Aku takut kehilanganmu."

"Aku ada disini sekarang. I'm so fine." Hazel masih bersikeras memainkan peran Hazel Star didalam novel fiski misterius The Eternal Love.

Zaidan membungkuk, melingkarkan kedua lengannya disekeliling leher Hazel dari belakang. Memeluk bahu kecil wanita itu erat dan meletakkan rahang tegasnya dipuncak kepala Hazel. Dia tersenyum saat mencium aroma sampo dirambut kekasihnya. "Beberapa hari lalu ayahmu menelfonku, beliau meminta bantuanku untuk mencarikanmu apartmen."

"Ayah Adipati?" tanya Hazel dengan mata berbinar.

Zaidan terdiam sejenak. Memandang wajah bahagia sang kekasih setelah melontarkan nama Adipati. Bebeda dengan Hazel, Zaidan tidak memasang wajah sebahagia Hazel setelah mendengar nama ayah angkat dari kekasihnya tersebut. Walaupun begitu, dia hanya bisa mengangguk pelan dan kembali berbicara. "Grand Residence Jakarta, lantai 12 no. 103. Natasha dan Samuell siap membantumu pindahan malam ini. Semua barang milikmu sudah dikemas oleh pemilik kos," kata Zaidan. Melepas tuxedo hitamnya dan meletakkannya dipunggung Hazel.

Hazel memutar kursinya menghadap Zaidan. "Itu kan apartmen mahal. Aku rasa uang ayah tidak cukup untuk membelikanku apartmen semewah itu."

"Akan aku ceritakan nanti. Jika sudah sampai di apartmenmu, jangan lupa kabari aku," ujar Zaidan. Mengecup puncak kepala Hazel singkat kemudian pergi meninggalkannya begitu saja. "Oh ya. Aku sudah membelikanmu ponsel baru. Dan aku sudah men-setting semuanya termasuk panggilan darurat. Tekan no.1 karena itu akan tersambung dengan telefonku. Jangan biarkan ponselmu mati sebelum mengabariku, pasang GPS, karena aku akan melacakmu nantinya. Dan satu lagi, itu ponsel mahal, tahan banting, dan tahan air. Jangan merusaknya lagi, dengan begitu aku takkan kehilanganmu." Teriak Zaidan saat tubuhnya diseret paksa oleh Samuell.

Hazel tersenyum geli sambil memandangi ponsel pemberian Zaidan. Bagaimana tidak, pria itu memasang foto dirinya sendiri sebagai wallpaper ponsel Hazel. Dan Zaidan juga menamai kontak nomornya dengan nama 'Pria Tampan'. Dia tahu, Zaidan sangat mengkhawatirkannya sejak kejadian malam itu. Ditambah lagi mereka kehilangan jejak sang penguntit.

"Gloomy Sunday dan mawar mutih? Aku rasa mereka orang yang berbeda."

Mawar putih dengan bercamur bercak darah segar dan secarik surat dengan tetesan darah. Hazel mulai berpikir kalau teror kali ini dilakukan oleh orang yang berbeda. Teror pertama dilakukan oleh seorang penguntit dimalam hari, membawa pisau, dan juga bluetooth speaker yang tengah memutar lagu Goomy Sunday. Terlihat untik dan cukup misterius, yang lebih mengherankannya lagi bahwa penguntit itu tahu jikalau Hazel memang tidak suka lagu Gloomy Sunday.

"Sampai kapan aku harus memerankan karakter utama novel itu?"

Hazel diam termenung. Memandang kosong keadaan sekeliling yang terlihat baru. Gedung kantor yang terlihat lebih besar dari tempatnya bekerja. Dan kini ia menjadi bagian dari orang-orang yang sibuk mendirikan stasiun berita nasional di Indonesia. Walau terdengar menyenangkan, tapi Hazel tetap merasa khawatir akan suatu hal yang mungkin saja akan merugikan dirinya suatu saat nanti.