webnovel

Kedatangan Tante Sita

"Nanti malam, Sita dan keluarganya mau ke sini. Siapkan kamar ya, Lin!" titah Oma Nani dengan wajah ketus.

"Nanti malam?" tanya Bu Alin tak percaya.

'Cobaan apa lagi, ini ...,' gumam Bu Alin dalam hati.

Sita adalah adik pertama Pak Ferdi, anak kedua Oma Nani yang sudah berkeluarga. Sementara anak bungsunya Luna masih kuliah di luar negeri.

Kalau boleh memilih, Bu Alin lebih baik kedatangan Luna dari pada Sita. Sifat Sita sebelas dua belas dengan Oma Nani sementara sifat Luna lebih humble dan terbuka karena pergaulannya pun luas.

"Kenapa kamu begitu? Enggak suka kalau Sita datang ke sini!" hardik Oma Nani tanpa aba-aba.

"Bu-bukan begitu, Ma. Maksudku ...." Bu Alin bingung mesti beralasan apa agar mertuanya itu tak marah.

"Maksud Mama, kan, kita belum masak yang spesial Oma buat Tante Sita," ucap Fira untuk membantu mamanya.

"Itu maksudku, Ma," ucap Bu Alin membenarkan ucapan anaknya, kemudian beranjak ke dapur untuk melihat menu makan malam hari ini.

"Bi, masak apa aja buat nanti malam?" tanya Bu Alin pada Bi Ijah ketika memasuki dapur.

"Masak telur balado, ayam goreng, sama capcay, Nya. Mau yang lain? Biar Bibi bikinin," jawab Bi Ijah sambil berhenti dari pekerjaannya yang sedang mengolah bahan masakan.

"Sita nanti malam mau ke sini, bikin udang saus tiram juga ya, Bi," ujar Bu Alin memberi perintah.

"Oh, siap, Nya." Bi Ijah tersenyum, tak masalah baginya hanya menambah satu menu masakan.

Hanya saja yang memakannya yang akan jadi masalah. Sita yang bibirnya nyinyir dan pedas.

Bu Alin mengangguk dan pergi dari dapur tersebut. Penasaran dengan suaminya yang sedari tadi belum keluar kamar.

"Kemana, ya, Mas Ferdi?" gumam Bu Alin sambil berjalan ke kamarnya dan suaminya.

Perlahan ia membuka pintu kamar yang tertutup. Pak Ferdi sedang duduk di samping kiri tempat tidur dengan menghadap ke halaman depan rumah.

Bu Alin melangkah masuk menuju ke tempat suaminya berada. Menengok ke samping melihat apa yang sedang dilakukan suaminya.

Pak Ferdi mengusap pipinya yang basah oleh air mata. Ia tak menyadari kedatangan istrinya yang sedang menatapnya sendu.

'Rupanya masalah ini begitu berat untuk dilalui suamiku,' gumam Bu Alin dalam hati sambil menghambur memeluk suaminya.

Pak Ferdi yang tak menyadari kedatangan istrinya hanya terpaku karena kaget.

"Kapan, Mama, kesini?" tanya Pak Ferdi setelah memastikan tak ada air mata di pipinya. Namun, matanya masih nampak sangat merah.

Pak Ferdi hanya pernah dua kali menangis setelah menikah, yaitu ketika ayahnya meninggal dan sekarang ketika ia menghadapi masalah anaknya, Fira.

"Baru aja, kok, Pa," jawab Bu Alin lirih. Kemudian, mengurai pelukannya.

"Pa, nanti malam Sita akan ke sini," ucap Bu Alin sambil menatap netra suaminya yang nampak merah.

Pak Ferdi menarik napas dalam. Pasti akan bertambah runyam kalau adiknya itu di sini. Baru ibunya saja, ia sudah bingung bagaimana menjelaskannya.

"Mama yang sabar, ya. Semoga mereka cepat pulang," ujar Pak Ferdi, hanya itu yang bisa diucapkannya saat ini.

Mereka akhirnya menghabiskan waktu di kamar, malas keluar apalagi dengan keadaan Pak Ferdi yang habis menangis.

"Eh, iya, Pa, tadi Regina nelepon aku." Bu Alin ingin menceritakan percakapannya tadi dengan Regina lewat sambungan telepon.

Pak Ferdi menatap dengan mata bertanya-tanya.

"Katanya ingin kalau masalah ini dibicarakan dengan berkumpul semuanya, biar gak ada yang meninggalkan tanpa alasan," jelas Bu Alin seakan mengerti maksud tatapan suaminya.

"Nantilah, Papa, pikir-pikir dulu," ucap Pak Ferdi, kepalanya sudah mumet dan tak bisa berpikir jernih lagi.

Istrinya mengangguk, mengerti keadaan suaminya saat ini. Mereka termenung, sibuk dengan pikiran masing-masing.

Suara ketukan pintu menyadarkan pasangan suami-istri itu dari lamunan mereka. Bu Alin segera bangkit dan membuka pintu kamar.

Fira berdiri di ambang pintu dengan senyum mengembang. Wajahnya memang selalu terlihat ceria sejak memiliki hubungan dengan Revan.

"Ada apa, Sayang?" tanya Bu Alin lembut dengan senyum yang sedikit dipaksakan.

"Tante Sita dan keluarganya sudah datang, Ma," jawab Fira.

"Baiklah, nanti Mama sama Papa ke sana, ya," ucap Bu Alin yang diangguki Fira.

Gadis itu kemudian kembali ke ruang keluarga. Hatinya masih bertanya-tanya ada apa gerangan dengan kedua orang tuanya yang akhir-akhir ini selalu kelihatan bersedih.

'Aku harus cari tahu atau nanti aku akan tahu sendiri, ya, seiring dengan berjalannya waktu.' Fira bermonolog dalam hati sambil terus melangkah menuju ruang keluarga.

Bu Alin memanggil suaminya untuk menemui Sita. Tak enak jika tak langsung menemui keluarga yang datang. Apalagi orangnya pandai nyinyir seperti Sita pastilah akan lebih tak enak lagi. Ketika mendengar gosipnya nanti.

Pak Ferdi mengangguk kemudian berdiri. Ia berjalan beriringan dengan istrinya. Langkah demi langkah menuju ruangan yang dimaksud..

Benar saja saat sampai di ruang keluarga sudah begitu ramai di sana, ada Sita, suami dan kedua anaknya. Sofi delapan belas tahun dan Mikel sebelas tahun.

"Hai, Sit, apa kabar?" tanya Pak Ferdi ramah dengan senyum yang sangat dipaksakan.

"Baik. Abang apa kabar? Aku dipanggil sama Mama katanya jenuh enggak ada teman ngobrol di sini, istrinya Abang, sih, enggak pinter ngomong. Apalagi ngerayu hati mertua," cerocos Sita sambil mendelik ke arah kakak iparnya.

Fira mengusap dadanya agar bisa sabar dengan kelakuan Oma dan tantenya pada ibu tercintanya.

'Semoga keluarga suamiku nanti pada baik-baik ke aku,' gumam Fira dalam hati.

Pak Ferdi dan Bu Alin kemudian ikut duduk di sofa yang besar dan mewah itu. Hati mereka sebenarnya begitu malas berada di sana. Tapi, mau bagaimana lagi.

"Dengar-dengar, Fira sudah ada calon, ya? Ah, nanti kalau lamaran atau nikahan biar Tante aja yang atur desainnya, pasti bagus!" seru Sita dengan begitu antusias.

"Iya, dia sudah ada calon, ganteng dan kaya banget. Oma setuju pokoknya sama pilihannya!" timpal Oma Nani yang juga begitu bersemangat seakan mendapat tambahan energi dengan kedatangan Sita.

"Pokoknya, Tante tahu butik sama WO mana aja yang bagus! Kalau warna dekor sama gaunnya merah cabai pasti keren, Fir. Ngejreng!" Sita kembali nyerocos, tak peduli meskipun tak ada yang menanggapinya.

"Wah, Tante keren," kata Fira pendek hanya sebatas menimpali dan menghargai ucapan tantenya itu.

Untungnya Fira tak setega itu, ia masih mau menimpali ucapan tantenya meski pendek-pendek karena malas.

Fira juga bergidik membayangkan dirinya harus memakai gaun merah cabai yang mencolok. Ia lebih suka yang soft dan kalem, seperti warna krem atau coklat.

Malam itu, keluarga Pak Ferdi mengobrol cukup lama sebelum akhirnya memasuki kamar masing-masing untuk istirahat.

Termasuk Tante Sita yang menempati kamar tamu utama.