webnovel

Terbelenggu Dendam Duda Kaya Raya

Menikah dengan seorang duda tampan kaya raya, justru membuat Clara semakin hidup di dalam neraka dunia. Sudah lama keluarga Wesly menyimpan dendam yang begitu mendalam kepada keluarga gadis itu. Tak tahu apa penyebabnya, yang jelas itu semua berhubungan dengan kejadian di masa lalu. Erlan menaikkan salah satu alisnya. Memberi tatapan yang tak biasa, seakan memastikan tatapan itu akan menjadi tatapan maut yang akan selalu ia ingat. Wanita di hadapannya ini, tidak lain hanya seekor kupu-kupu kecil yang sebentar lagi akan terperangkap masuk ke dalam jebakannya. ‘’Apa yang bisa saya berikan?’’ ‘’Seperti yang aku bilang tadi, tidak ada yang gratis di dunia ini. Kebaikan yang selama ini aku beri, kelak akan kuminta ganti rugi. Jika kamu tidak bisa menggantinya dengan materi, aku hanya minta satu hal : tubuhmu!’’

Mlla_Pngst · 都市
レビュー数が足りません
268 Chs

Bab 29 Berita Kehamilan Clara

Setelah menunggu belasan menit, seseorang yang mengenakan pakaian serba putih dengan stetoskop yang melingkar di lehernya, keluar dari dalam ruangan dengan wajah datar. 

Erlan pun langsung berdiri. 

"Bagaimana kondisi perempuan itu, Dok?" tanya Erlan sambil berdiri. Wajahnya mengukir perasaan cemas yang ada di dalam hatinya saat ini. 

"Apa Tuan suami dari perempuan itu?" tanya dokter sambil menggunakan bahasa tangan. 

"Iya, saya suaminya." 

"Selamat, istri Tuan sekarang sedang mengandung," ucap dokter sambil tersenyum hangat di hadapan Erlan. 

"Maksud dokter, hamil?" Erlan berusaha memastikan lagi apa yang barusan tadi ia dengar. 

"Iya, istri Anda sedang hamil. Dan usia kandungannya diperkirakan hanya beberapa minggu, jadi harus sangat hati-hati untuk menjaganya. Dan kelihatannya istri Tuan masih tergolong hamil muda, jadi masih rentan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan." 

Kemudian dokter mempersilahkan Erlan untuk segera masuk menemui Clara. Dan segera berlalu meninggalkan Erlan yang masih mematung melihat ke arah pintu berwarna coklat tua itu. 

"Mari Tuan, silahkan masuk terlebih dahulu." 

Seorang gadis yang sedari tadi bersamanya pun ikut tersenyum bahagia mendengar kabar itu. Dan ia pikir, Erlan juga merasakan yang sama. 

"Saya masih ada kepentingan. Selepas ini, segera bawa dia pulang. Dan jaga dia baik-baik, jangan sampai ada masalah sedikit pun." 

"Ta...tapi, Tuan. Apa Tuan tidak ingin melihat keadaan Nona sekarang?" 

"Tidak perlu. Lakukan saja apa yang saya perintahkan." 

Viola langsung menunduk. Sekaligus kecewa karena ekspektasinya yang berlebihan soal majikannya itu. 

Ia pikir Erlan sangat bahagia dengan kabar kehamilan Clara, sekaligus bisa sedikit menaruh perhatian padanya. Kenyataanya, pria itu tidak sedikit pun mempunyai keinginan untuk menengoknya sebentar.

"Sampai kapan kamu berdiam diri di hadapanku seperti ini?" gertak Erlan.

Viola langsung terpegun dari lamunannya.

"I-iya, Tuan." 

Erlan menatap deru langkah gadis itu yang perlahan menjauh dari hadapannya. Sementara ia sendiri, berbalik arah dan pergi menjauhkan dirinya dari wanita yang saat ini sedang mengandung keturunannya. 

Tidak ada hal lain yang dipikirkannya saat ini selain perasaannya sendiri. Perlahan mulai memegang dada kanannya, sembari bertanya soal dirinya sendiri. Sepertinya akan lebih bahagia jika ia bisa menerima Clara sebagai istrinya yang utuh. Ditambah kehadiran putra kecil yang akan semakin melengkapi kehidupannya. 

Ah tidak akan!! 

Seketika ingatan masa lalu terus menghantuinya. "Putraku, sudah lama aku tidak mengunjungimu." 

Bayang-bayang dua wajah orang terpenting dalam hidupnya terus mengikuti ke mana pun kakinya pergi. 

"Tidak mungkin saya melupakan tujuan awal hanya karena dia hamil. Jika bukan karena ayahnya, pasti sekarang putraku tidak akan sekarat seperti ini, dan saya tidak akan kehilangan seorang wanita yang begitu saya cintai." 

"Tuan, dia gadis yang lugu dan polos. Adilkah baginya yang harus menanggung dosa ayahnya, sedangkan dia sendiri tidak tahu soal apa yang sebenarnya terjadi. Adilkah jika seseorang harus menanggung beban yang disebabkan oleh orang lain?" tanya Mang Ujang. Sekaligus merasa iba dengan Clara, sejauh ini ia melihat bahwa Clara adalah gadis yang sangat baik. 

Mendengar ucapan Mang Ujang, Erlan kembali menyorot tajam kedua mata yang menatapnya penuh arti. 

"Jangan bicara soal keadilan. Bahkan Tuhan pun tidak bisa berbuat adil kepada saya," ucap Erlan. Berusaha membela dirinya sendiri. 

Mang Ujang tertegun, tidak ada lagi kalimat yang keluar dari mulutnya.

*** 

"Viola, lihatlah di dalam perut ini, ada bayi kecil yang akan lahir nantinya." 

Clara mengelus-elus perutnya dengan lembut, sembari terus menoreh senyum manis di kedua sudut bibirnya. 

"Sebentar lagi aku punya bayi. Ya, sebentar lagi aku akan punya teman untuk bercerita. Aku tidak lagi kesepian dan mungkin juga Tuan Erlan bisa mencintaiku setelah tau tentang kehamilanku ini," ucap Clara dengan kedua mata yang bersinar. Menandakan betapa bahagianya ia saat ini. 

Viola belum menjawab. 

Ia masih memperhatikan wajah seseorang yang terus menyeringai di hadapannya saat ini. Seorang perempuan yang terus bercerita soal kehamilannya dan seorang istri yang yakin akan dicintai oleh suaminya karena statusnya yang akan menjadi seorang ibu. 

Ingin rasanya ia memberitahu kenyataan yang ada, kalau Erlan sempat datang lalu pergi. Namun ia tidak tega merusak ukiran senyum yang sudah Clara pahat sedari tadi. 

"Kenapa kamu diam saja? Bukannya ini kabar gembira, ya? Apa aku yang terlalu berlebihan, aku tidak tahu harus sedih apa bahagia soal kehamilan ini. Namun biasanya seorang wanita akan sangat senang ketika akan menjadi ibu." 

Perempuan yang begitu polos, bahkan ia masih bingung bagaimana cara mengekspresikan kebahagiaannya dengan benar. 

"Tentu ini berita yang sangat menggembirakan, Nona. Tuan Erlan pasti akan sangat senang mendengar berita itu." 

Viola menarik napas panjang, dengan mata berkaca-kaca ia terpaksa berbohong. Membohongi dirinya sendiri dan perempuan yang saat ini telah menganggapnya sebagai teman. 

"Nanti malam aku akan segera memberitahunya dan aku yakin, cepat atau lambat, dia akan mencintaiku." 

"Nona …." 

Panggil Viola lirih, sambil duduk di sampingnya. 

"Iya, Viola?" 

"Apa Nona mulai mencintainya? Maksud saya, mencintai Tuan Erlan?" 

Deg! 

Clara tertegun untuk beberapa detik setelah mendengar pertanyaan Viola. 

"A-aku, aku tidak tahu." 

Jawab Clara terbata. Ia benar-benar tidak tahu dengan isi hatinya saat ini. 

"Nona mulai mencintainya. Jika tidak, tidak mungkin Nona sebahagia ini ketika mengharapkan cinta dari Tuan. Nona tidak boleh terus mencintainya, tidak boleh." 

Clara menyentuh kedua tangan Viola, lalu menggenggam erat semua jemarinya.

"Saya hanya takut Nona kecewa," lanjut Viola. 

"Untuk sekarang, aku yakin ada sedikit perasaan dalam hatinya. Jika tidak, mana mungkin ada bayi kecil di perutku ini." 

"Awalnya aku tidak mengharapkan apa pun darinya, namun setelah aku melihat wajahnya di setiap malam, dekapannya yang begitu hangat, serta kecupan yang begitu manis. Aku merasa kalau sebenarnya dia juga tertarik denganku." 

Tidak ada keraguan sedikit pun di wajah Clara. Meskipun kenyataanya, seorang pria bisa bercinta tanpa cinta. 

Kecupan manis, sentuhan demi sentuhan yang ia dapat, belaian yang memabukkan, semata-mata hanya untuk melepas birahi yang sudah memuncak di ubun-ubun. 

Tidak, Clara! Bercinta belum tentu dengan cinta. Harusnya dia bisa paham. 

"Adakalanya Nona harus berhati-hati dengan hati. Jika ingin mendapatkan mawar, Nona harus siap terluka oleh durinya." 

"Terima Kasih sudah mengkhawatirkanku," 

Clara memeluk Viola dengan erat. Keduanya saling tersenyum dengan rangkulannya masing-masing. 

"Sepertinya ada yang datang." 

Terdengar langkah kaki seseorang yang mengenakan sepatu. Deru nada yang dihasilkan oleh ketukan sepatu dengan lantai, menandakan bahwa itu adalah sepatu perempuan yang memiliki hak tinggi.