Semenjak kejadian beberapa bulan lalu, Tiara mulai menyadari bahwa banyak keanehan pada Dean. Ia terus memperhatikan gelagat Dean yang aneh. Perubahan itu terus saja menjadi-jadi. Membuat Tiara khawatir dan cemas.
Sebelum itu, Arumi diberitakan hilang. Sampai saat ini lebih dari sepuluh bulan belum ditemukan. Tiara yang masih menyebarkan poster wajah Arumi dan bolak balik mendatangi kantor polisi belum juga membuahkan hasil. Matanya yang sembab dan wajahnya yang lelah tidak menyurutkan langkahnya untuk menemukan sahabatnya itu.
Dean sudah bisa berjalan dan kembali menjalani rutinitasnya. Ia sering berkencan dengan beberapa wanita cantik. Datang dan pergi begitu saja. Setiap hari berganti dengan orang yang berbeda. Saat ini, Tiara merenungi apa yang sebenarnya telah terjadi kepada Dean.
Kakaknya yang dulu adalah orang yang polos dan tidak memedulikan wanita, sekarang berubah seketika. Ia selalu mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Bahkan pernah terdengar seperti memukul sesuatu di balik pintu.
Suatu hari, Tiara penasaran lalu membuka paksa pintu kamar Dean dengan menggunakan linggis. Saat itu, Dean sedang berkencan dengan Luna. Wanita yang sangat seksi dan menggoda.
Cklak!
Pintu kamar Dean sudah terbuka. Seketika, tercium aroma jasmine yang semerbak keluar dari kamar Dean. Suasananya kelam dan gelap gulita.
Ctak.
Tiara menyalakan lampu kamar Dean. Tidak lama getaran ponsel Tiara berdering.
Drrt.. Drrt. Klik. "Halo?"
"Tir, kamu sudah makan?"
"Hm? Oh. I..i..ya sudah."
"Kamu lagi ngapain?"
"Eng..gak. Gak ngapa-ngapain, Den. Aku lagi di kamar. Boleh gak aku titip pizza?"
"Barusan kamu bilang sudah makan?"
"I..ya sudah. Tapi masih agak lapar. Hehe. Tolong ya."
"Baiklah.. Aku masih di perjalanan. Kurang lebih tiga puluh menit ya?"
"Right. Thank you so much.", klik. Tiara langsung menutup panggilan dari Dean dan bergegas untuk melihat-lihat sekeliling kamar Dean. Tidak ada yang aneh dan juga tidak berantakan.
Saat membuka gorden jendela kamar Dean, karena menurut Tiara sangat gelap dan kurang pencahayaan, Ia terus melihat sekeliling sambil duduk dikursi santai.
Tiba-tiba matanya menjuru ke arah lemari. Ia sontak kaget. Dari sela lemari pakaiannya, terlihat rambut hitam terurai menjuntai kebawah. Ia menyipitkan matanya, mendekati lemari itu.
Tiara berdiri didepan lemari dan membuka sela lemari yang akhirnya terbuka lebar. Lalu Ia berjongkok dan melihat-lihat, apakah itu hanya benda yang terlihat seperti rambut atau benar itu rambut seorang wanita.
Ia sentuh rambut itu tanpa memperdulikan tumpukan pakaian di dalam lemari yang berantakan. Ia menyingkirkan perlahan tumpukan pakaian yang menutupi sebagian rambut itu.
Karena terlalu berantakan, Ia berinisiatif mengambil keranjang pakaian di dekat pintu masuk kamar kakaknya.
Sesaat Ia berdiri dan matanya melihat ke dalam isi lemari. Tiba-tiba, 'Wusss..', sesosok makhluk bayangan hitam berwujud seorang wanita tanpa wajah terlihat jelas.
'Duk!'
Tiara terjatuh terduduk ke lantai. "Agh!", jeritnya pelan sambil menundukkan wajahnya yang memucat. Ia terkaku dan tidak bisa berdiri, mundur perlahan dengan posisinya yang terduduk. Tangannya mencoba mencari-cari linggis yang Ia letakkan di lantai.
Rambut yang menjuntai itu semakin lama semakin memanjang mendekatinya, berubah menjadi sesosok makhluk mengerikan, merangkak keluar dari dalam lemari.
Wajah Tiara semakin pucat pasi, tubuhnya mulai berkeringat, merinding. Tiara memberanikan diri untuk melihat makhluk tersebut. Sosok yang dilihatnya tidak memiliki mata dan hidung, hanya mulut yang lebar dan bergigi tajam, menyodorkan jari telunjuk ke mulut Tiara dengan kukunya yang panjang, makhluk itu tersenyum ngeri seolah berkata padanya, "Ssstt...".
Tak lama, terdengar suara mesin mobil berhenti, parkir didepan rumah..
'Brmm'
Lampu kamar seketika mati menjadi gelap gulita kembali dan hening. Gorden kamar pun tertutup secepat kilat. Sosok itu menghilang masuk kembali ke dalam lemari. Tiara bergegas berdiri mengambil linggisnya yang tergeletak di lantai beranjak lalu keluar dari kamar Dean menuju kamarnya sendiri.
Tiara diliputi rasa takut, cemas, dan ngeri menjadi satu dalam dirinya. Ia ke kamar mandi, mencuci wajahnya. Badannya gemetar. Sangat ketakutan. Menyembunyikan segera linggisnya ke bawah kasurnya.
"Tir.. Pizzaa...!", teriak Dean pelan memanggil dari depan pintu masuk.
Tiara melangkahkan kakinya cepat ke kasur dan pura-pura tidak mendengar apapun.
"Tir??", tanya Dean di depan kamar Tiara sembari mengetuk dan membuka pintu kamar. Lalu, langsung ditutup kembali. Karena melihat adiknya tertidur.
Tiara berpura-pura tidur seolah tidak terjadi apa-apa. Hati dan pikirannya terus bertanya-tanya.
"Tuhan.. Aku harus menelepon mereka. Ada yang tidak beres dengan Dean.", gumam Tiara hatinya resah.
Ia mengambil ponselnya dan mencari nama 'Mam'.
Tut..tut..
Klak.
"Ma?", tanya Tiara.
"Ini Papa. Mamamu masih nyetir. Ada apa?", sahut suara jernih pria paruh baya.
"Anu..","Pa, bisa tolong kasihkan ponselnya ke Mama?", pinta Tiara kepada ayahnya.
"Ya? 'Kan bisa sama Papa. Ngomong aja, Papa speaker ya."
Tak lama Dean mengetuk pintu kamar Tiara.
Tok, tok.
Cklak.
"Tir?", tanya Dean dari pintu mendatangi Tiara. "Telepon dari siapa? Kukira kamu tidur?", sambil menutup pintu kamar.
"Oh..", Ia langsung menutup telepon dan menaruh ponsel ke saku jaketnya. "Anu.. Bukan siapa-siapa. Salah sambung sepertinya.", jawabnya singkat.
"Itu pizza nya ada di meja makan. Makan dulu ya.", kata Dean sambil mengelus kepala Tiara dan berjalan meninggalkan Tiara.
"Iya, Den. BRB."
"Okay."
Tiara berdiri menuju ke kamar mandi, membersihkan diri. Tetapi, 'Ctik'. Suara lampu kamar mandi ada yang mematikan. "Den..! Gak lucu!", teriaknya.
"Eh?","Kamu kah Tiara?", tanya seorang pria dari balik pintu.
"Kok bukan suara Dean?", dalam hatinya bergumam. "Iya! Aku lagi mandi, jangan dimatikan lampunya!", teriaknya kesal.
"Ini lampunya gak aku matikan, malah aku nyalakan.", sahut suara dari luar.
"Apa-apaan?!", Tiara bergegas membalut badannya yang basah dengan handuk..
Cklak.
"Loh? Kak Regar??"
"Hai..", jawabnya tersipu malu.
"Eh..", Tiara gugup dan bergegas ke kamarnya. "Sebentar ya, Kak."
"I..ya..", jawab Regar yang masih deg-degan melihat Tiara. "Mau copot jantungku…", gumamnya seraya masuk ke kamar mandi. 'Ctik', lampu kamar mandinya tiba-tiba nyala sendiri. "Loh?", Regar bingung tapi Ia langsung masuk saja ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.
—
"Duh.. Malunya.. Belum makeup, masih pakai handuk! Ada Regar! Yaaaaa ampuuun…!", Tiara sudah tidak tertolong malunya, wajahnya memerah bak buah delima bergegas memakai riasan dan baju yang rapi.
Ia keluar dari kamar dan menuju meja makan, mengambil sepotong pizza. Regar menghampirinya, "Hai..", ucapnya.
"Hmm.. Hai, Kak.", sahut Tiara yang menutupi gugupnya.
"Gimana kabarmu?", tanya Regar.
"Well. Kakak?",
"Baik banget. Apalagi sehabis lihat kamu. Hehe. Aku ke Dean dulu ya." ucapnya yang sembari merayu Tiara.
"Oh.. Okay..", sahut Tiara yang gugup dan lemas tidak berdaya menahan pipinya yang memerah.
"Duh.. Sudah malu gak karuan malah di gombalin!", gumam dalam hatinya menahan gejolak degupan jantungnya.
—
Malam tiba, Regar masih di kamar Dean bermain game. Tiara yang sesekali lewat dan mengintip dari sela pintu kamar Dean. Matanya tak lepas dari Regar.
"Aku ingin ngobrol dong kak..", gumamnya terus menerus. "Ugh.. Ya sudahlah.. Aku ke kamar lagi.", Ia menuju kamarnya dan teringat ingin menelepon Ibunya tetapi Ia lupa apa yang ingin dibicarakan dengan Ibunya sampai akhirnya, 'Kring!!', telepon Tiara berdering nyaring dari sakunya.
"Nomor gak dikenal?", gumamnya lagi.
"Halo?", sahutnya.
"Tir..","hiks..",Tir…"
"Arumi??"
"To..long.. A..ku.."
"Hah? Suaranya terputus-putus, Mi!! Kamu dimana??!", sontak suara Tiara meninggi dan air matanya hendak meledak.
Tut..tut..tut..
"Halo??? Halo??? Mi?? Rumi??!!","Ya Tuhaaaan.."
Dean dan Regar mendengar suara Tiara langsung menghampirinya. "Siapa??", tanya Dean meraih ponsel Tiara.
"Gak tau, Kak..","Nomor gak dikenal."
"Orang iseng?", tanya Regar.
Tiara menaikkan bahunya menjelaskan bahwa Ia tidak tahu.
"Kamu tadi nelepon Mama?", tanya Dean.
"Sini ponselku.", pintanya.
Dean menyodorkan ponsel Tiara dan meninggalkannya berdua dengan Regar.
Regar yang bingung bertanya dengan Tiara, "kalian kenapa sih?"
"It's okay, Kak."
"Beneran?"
"Iya.."
"Mau ke taman dulu gak?", ajak Regar membujuk Tiara.
"Sekarang?"
"Iya.","kenapa? Kemalaman kah?"
"Sudah jam sembilan, Kak."
"Hmm.. Kalau gitu gimana kalau hari weekend minggu ini?"
"Hari Sabtu?"
"He-em. Gimana?"
—