webnovel

Chapter 67: Keluarga bagian 2

Tidak lama kemudian ibu mulai mengikuti ujian untuk melanjutkan pendidikannya sementara aku sebentar lagi akan masuk SMP. Ibu kuliah di jurusan kedokteran dan mulai bekerja sebagai aktivis lingkungan di waktu luangnya. Kadang dia akan pergi ke luar daerah dan membuatku berakhir menjaga Riku di rumah. Tapi aku tidak keberatan. Pekerjaannya mulia, dia bukan hanya menyelamatkan orang yang membutuhkan namun juga para hewan yang membutuhkan bantuannya. Ibu menggagalkan berbagai macam penyelundupan satwa dan perdagangan manusia berkali-kali membuat dia bisa di bilang cukup terkenal karena sering kali muncul di dalam berita.

Lama kelamaan keluarga kami makin bertambah. Aku mendapatkan tiga adik baru. Anak yang umurnya lebih muda setahun dariku yaitu Aleena dan dua anak kembar yang lebih tua enam tahun dari Riku yaitu Melody dan Melisa. Aleena adalah salah satu korban perdagangan manusia sementara Melody dan Melisa adalah korban kekerasan dari orang tua mereka. Cukup lama untuk membuat mereka merasa aman bersamaku tapi lama kelamaan mereka mulai terbuka dan menceritakan segalanya kepadaku.

Mendengar semua cerita mereka aku sadar kalau aku beruntung. Meski aku di masukkan kedalam panti asuhan masa kecilku bisa di bilang indah dan pemilik panti juga cukup ramah. Tapi mereka yang di rawat orang tua mereka sendiri malah di siksa dan di jual ke pasar gelap. Untung ibu menyelamatkan mereka kalau tidak aku tidak tahu apa yang akan terjadi kepada mereka.

Aleena anak yang pemalu, yang ku tahu Aleena bukan nama aslinya. Ibu mengganti namanya, dia ingin Aleena tidak perlu mengingat semua memori menyedihkan dalam ingatannya dengan namanya dan memberikan memori yang lebih indah untuknya tentu Aleena menyukai nama barunya. Ibu memberinya nama Aleena cahya putri agar suatu saat nanti dia bisa bersinar seperti namanya.

Sementara itu Melody dan Melisa tidak mengganti nama mereka. Mereka ingin mengingat semua hal yang pernah terjadi kepada mereka agar suatu saat nanti jika mereka bertemu dengan seseorang yang bernasib sama dengan mereka keduanya akan teringat hal yang pernah terjadi kepada mereka sebelumnya dan bisa menolong orang lain seperti ibu.

Perlahan tapi pasti trauma mereka mulai menghilang. Ketiganya yang semula tidak bisa lepas dari keberadaan ibu bisa menjadi mandiri sekarang. Aku benar-benar bangga pada adik-adikku. Meski ibu dan kami tidak tinggal serumah lagi karena pekerjaan ibu kami sama sekali tidak keberatan mengetahui seberapa sibuk ibu dengan kuliah dan pekerjaannya lagipula ibu selalu meluangkan waktunya untukku dan adik-adikku.

Ibu selalu tampak merasa bersalah setiap kali melihat ku dan Aleena menggantikan perannya di rumah, tapi kami tidak keberatan. Setidaknya hanya ini yang bisa kami lakukan untuk meringankan bebannya. Aku mengira kami akan terus hidup dengan tenang dan bahagia namun kemudian... bibi Adara meninggal.

Ibu sangat sedih, dia mengurung diri selama seminggu setelah kematian bibi. Aku khawatir pada ibu, aku takut gangguan mentalnya kambuh lagi. Tapi setelah mendengar kabar dari kak Reyna kalau ibu tidak apa-apa aku bisa merasa lega. Kak Reyna bilang ibu akan pindah dari kontrakannya ke gedung apartemen bibi Adara untuk mengurus gedung itu. Aku hanya bisa berharap kalau semuanya berjalan lancar untuk ibu.

Suatu hari aku mendapati kalau Riku terkena demam, aku khawatir kepadanya dan langsung menghubungi ibu. Riku baru berumur tiga tahun sekarang tapi dia sudah sering begadang. Sejak ibu membelikan buku pemrograman untuk Riku dia tidak bisa lepas dari buku itu dan membacanya berulang kali. Aku tahu Riku itu pintar, ketika anak seumurannya masih main mobil-mobilan atau robot dia sudah main game. Dan bukan game biasa yang dia mainkan tapi game strategi. Ketika anak lain belum bisa membaca Riku sudah bisa membaca buku sulit yang bahkan aku tidak mengerti apa isinya. Ibu bilang mungkin pengaruh keturunan. Dan kurasa gen ayah benar-benar mendominasi pada diri Riku. Ibu mungkin pintar tapi tidak seperti ini juga. Bibi Adara pernah bilang kalau masa kecil ibu sangat normal jadi yang bisa kucurigai tentu hanya Ayah. Aku jadi makin penasaran seperti apa ayah sebenarnya.

"Bagaimana keadaan Riku ibu?"

Tanyaku pada ibu yang kulihat selesai memeriksanya. Dia hanya mengusap kepalaku dan tersenyum.

"Dia cuma demam biasa, kamu sebentar lagi ada ujian kan? Gak belajar?"

Yang di katakan ibu memang benar. Akan ada ujian persemester minggu depan, aku dan Aleena cukup sibuk mempersiapkan diri untuk ujian. Sementara Melody dan Melisa sibuk mempersiapkan apa yang akan mereka tunjukkan di pertemuan orang tua nanti.

"Udah kok, leher ibu masih belum sembuh?"

"Belum. Luka begini baru sembuh kalau udah sebulan Kinan"

"Ibu lain kali hati-hati dong, mancing orang kan ada batasnya juga"

"Hehehe iya-iya lain kali ibu bakalan hati-hati, ntar di omelin lagi ibu sama kamu. Yaudah kamu temenin Riku ya? Ibu mau buatin bubur sama makan malam buat kalian."

"Jangan di paksain lho"

Aku melihat ibu tersenyum dan kembali berjalan ke arah dapur. Setelah ibu pergi aku pergi ke kamar Riku untuk memastikan kalau dia benar-benar istirahat atau tidak. Saat ku periksa aku melihat Riku tampak sedang duduk di kamar sambil memainkan salah satu gamenya, aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan Riku.

"Riku, bukannya ibu bilang kamu harus istirahat?"

Mendengar suaraku Riku tampak agak kaget dan tertawa paksa mendengar teguranku.

"Kak Kinan ngagetin aja, jangan kasih tahu mama ya kak."

Melihat wajahnya yang tampak memohon padaku mana bisa aku menolaknya?!! Aku tidak suka bohong pada ibu tapi aku lebih lemah lagi kalau sudah berhadapan dengan adik-adikku apa lagi Riku.

"Iya-iya gak akan, tapi bentar aja lho jangan lama-lama. Kakak mau ngambil buku dulu ke kamar ya?"

Aku melihat Riku mengangguk dan kemudian berkata.

"Gak apa-apa, tapi bisa tolong ambilin minum juga gak sambil kelual? Tenggolokan Liku gak enak."

Mendengar perkataan Riku aku mengangguk, sepertinya dia juga kena radang tenggorokan. Mau bagaimana lagi, dia sangat suka kue dan permen yang di buat oleh Aleena sebelumnya untuk dititipkan di kantin sekolah, dia membuat lebih dan Riku menghabiskan tiga toples sendirian. Aku sudah memperingatinya sebelum ini tapi dia tidak mau dengar. Dia juga jarang minum dan hampir tidak akan makan kalau tidak diingatkan.

"Iya nanti kakak ambilin, tunggu sebentar ya?"

Aku melihat Riku mengangguk, setelah itu aku pergi ke kamarku untuk mengambil tablet dan bukuku agar aku bisa mengerjakan PR ku. Setelah itu aku pergi mengambil cangkir dan mengisinya dengan air untuk kuberikan kepada Riku.

Tapi saat aku kembali aku melihat Riku sudah tidak ada di tempatnya. Saat kau cari, aku melihat dia baru keluar dari dapur dan aku pun memberikan cangkir berisi air hangat itu kepadanya. Dia berterimakasih kepadaku sebelum kemudian meminum air dari dalam cangkirnya.

"Riku, Bukannya tadi Harusnya kamu ada di kamar? Kan kakak udah ambilin air, kok kamu ke dapur?"

"Tadi ada yang telpon mama, handphone mama kan ketinggalan di kamar Liku jadi Liku bawain tadi."

"Oh iya? Yaudah kita balik lagi ke kamar ya?"

Aku membawa Riku kembali ke kamarnya dan dia kembali berbaring di tempat tidurnya. Ibu datang tidak lama kemudian dan menyuapi Riku sementara adik-adiku yang lain makan di ruang makan.

"Ibu gak ikut makan?"

"Udah duluan, kamu sendiri gak makan?"

Aku heran mendengar perkataan ibu, kapan dia makan? Rasanya dari tadi aku tidak melihat ibu makan. Benar-benar mengherankan. Setelahnya ibu bilang kalau dia harus pergi lagi. Riku sepertinya tahu karena dia tampak tidak membujuk ibu seperti biasanya. Aku melihat adik-adiku memeluk ibu sebelum kemudian pergi.

Aku tahu ibu selalu merasa bersalah setiap kali harus pergi meninggalkan kami tapi tidak ada pilihan lain. Aku dan Aleena belum cukup umur untuk bekerja jadi hanya ibu yang menghidupi kebutuhan kami bersama bibi Adara. Tapi karena bibi Adara sudah meninggal ibu harus mengurus semua usaha yang bibi Adara tinggalkan begitu juga pekerjaannya saat ini. Belum lagi ibu juga masih kuliah jadi dia sangat sibuk. Riku juga bahkan tidak protes meski aku tahu sebenarnya dia sedih. Tapi mau bagaimana lagi? Pekerjaan ibu membuat dia punya banyak musuh dan hal itu membuat dia terpaksa harus tinggal terpisah dengan kami.

Aku melihat Riku mengantar ibu sampai ke depan rumah, dari dalam rumah aku bisa melihat seseorang laki-laki datang menjemput ibu. Dia memakai pakaian serba hitam dengan aksen warna merah dan memakai kacamata yang membuatku tidak bisa melihat dengan jelas wajahnya. Entah kenapa aku merasa wajah laki-laki itu familiar tapi tidak terlalu memikirkannya.

Setelah mereka pergi seperti biasa aku mencuci piring kotor dan membereskan rumah. Seperti biasa Aleena membuat kue untuk di jual di sekolahnya. Jangan salah kami tidak kekurangan uang, ini hanya sekedar hobi yang Aleena jadikan bisnis. Aku satu sekolah dengan Aleena jadi aku kadang juga membantu menawarkan kue-kue itu pada temanku.

Setelah selesai aku kembali mengerjakan PR hingga tengah malam menunggu ibu untuk pulang, ketika aku mendengar suara mobil dan seseorang yang membuka pintu aku langsung menghampiri ibu.

Dia bicara dengan temannya sebelum kemudian masuk kedalam. Aku menanyakan dia siapa, ibu tampak agak panik dan bilang dia cuma teman. Setelah itu ibu mengalihkan arah pembicaraan kami. Benar-benar mencurigakan...

Selama beberapa hari ibu terus bolak balik dari apartemen ke rumah untuk mengurus Riku yang sedang sakit. Dan setelah tiga hari Riku sembuh total dan bisa membaca seperti biasa lagi.

Tapi kemudian keesokan harinya saat aku pulang sekolah dan berniat untuk menjemput Riku di tempat penitipan anak ibu menelponku.

"Halo Kinan? Kamu gak perlu jemput Riku dia udah di jemput sama Rei"

"Hah?!! Ibu ayah pulang?!!"

"Eh kenapa kamu sekaget itu?"

Bagaimana mungkin aku tidak kaget?!! Seseorang yang aku kira sudah meninggal ternyata masih hidup tentu aku kaget!! Selama ini aku selalu bersikap pura-pura tidak tahu di depan adik-adiku yang lain terutama Riku tentang kematian ayah tapi ternyata dia masih hidup?!! Aku sungguh ingin membuat perhitungan kepadanya dan bicara empat mata dengannya!!

Tapi kemudian setelah mendengar penjelasan ayahku aku tahu dia tidak ingin benar-benar pergi. Tatapan mata ayah saat menatap ibu yang ada di dalam mobil sama dengan tatapan ibu saat melihat foto ayah. Satu pertanyaan benar-benar ingin kutanyakan kepadanya.

"Seberapa sayang ayah kepada ibu?"

Tapi pertanyaan itu juga masih belum terjawab karena aku tidak sempat menanyakannya sebelum dia pergi.