webnovel

T.I.M (treasure in murder)

Pada tahun 2172 Indonesia masih belum benar-benar merdeka. Korupsi masih ada ketidak adilanpun masih merajalela. Sekelompok individu dari latar belakang berbeda-beda yang muak dengan keadaan negara mereka bersatu untuk menangani kasus-kasus yang tidak bisa di pecahkan oleh unit lain di negara mereka. Aileen Fredella adik Adara Afsheen yang merupakan bagian dari T.I.M harus menggantikan posisi sang kakak yang sudah meninggal. Pertemuan tidak terduga, kasus rumit terjadi, dan menjadi pengurus apartemen bukan hal yang mudah. Berbagai konflik terjadi kesedihan, kebohongan, pengorbanan, penghianatan, dan cinta. Akankah Aileen mampu? (Cerita ini sedang di edit besar besaran karena banyak typo dan beberapa jalan cerita yang kurang memuaskan author mohon bersabar)

LynKuromuno707 · Sci-fi
Not enough ratings
214 Chs

Chapter 66: Keluarga bagian 1

Keluarga. Aku tidak pernah mengenal apa yang di namakan keluarga. Aku adalah anak yatim piatu dan besar di panti asuhan sejak aku masih bayi. Aku tidak mengenal siapa orang tuaku sebenarnya dan kenapa mereka menitipkanku di panti asuhan. Tapi setidaknya mereka masih sempat memberiku nama sebelum membuangku. Mereka menamaiku Kinan. Untuk anak yang setelah di lahirkan akan di berikan kepada panti asuhan namaku bisa di bilang indah seakan mereka sudah menyiapkan nama itu jauh sebelum aku lahir ke dunia. Pemilik panti yang mengaku merupakan teman ibuku bilang ibuku meninggal setelah aku di lahirkan dan ayahku sakit keras karena itu dia tidak bisa merawatku.

Jika itu benar aku memakluminya, aku bahkan tidak merasa marah sama sekali setelah mengetahui kondisi orang tuaku. Tapi aku tidak merasakan apapun. Bahkan setelah aku tahu ayahku meninggal tepat di hari ulang tahunku yang ke delapan aku sama sekali tidak merasa sedih. Orang lain mungkin berpikir kalau aku sangat dingin dan tidak punya hati tapi reaksi apa yang mereka harapkan? Aku selama ini tumbuh tanpa mengenal orang tuaku bahkan tidak merasakan sedikitpun kasih sayang dari mereka. Jadi aku tidak tahu harus bersikap bagaimana.

Aku selalu menjaga jarak dari anak panti yang lain tapi tetap membantu pemilik panti untuk mengurus mereka yang lebih muda dariku. Jadi meski sudah menjaga jarak mereka tetap menempel padaku dan memanggilku sebagai kakak. Aku mengira kalau aku akan terus berada di panti asuhan hingga suatu hari hidupku berubah.

"Kinan ada seseorang yang mau mengadopsi kamu."

Aku terkejut mendengar perkataan pemilik panti, aku ingin tahu orang seperti apa yang ingin aku menjadi anaknya. Aku melihat seorang perempuan berusia sekitar dua puluh satu tahun memiliki rambut berwarna pirang ikal dan memakai dress pendek berwarna hijau berdiri di hadapanku. Dia tersenyum lembut kepadaku.

"Dia anak yang manis, gimana menurut kamu Aileen?"

Tanyanya kepada seorang perempuan  berambut hitam panjang yang tampak duduk di atas kursi roda. Dia tampak agak kurus dan kulitnya tampak pucat. Namun hal itu tidak mengurangi kecantikannya. Dia menggendong sebuah buntalan kain. Sekilas aku melihat kain itu bergerak dan di dalamnya ternyata adalah seorang bayi laki-laki berambut hitam yang tampak tidur dengan lelap di pelukannya.

Aku menatap perempuan di atas kursi roda itu dengan agak kaget. Dia memiliki anak semuda ini? Kalau di lihat-lihat umurnya mungkin sekitar enam belas tahun semuda ini sudah memiliki anak?!!

"Salam kenal aku Adara Afsheen, dan dia adikku Aileen fredella. Dia akan menjadi ibu barumu."

Aku kaget mendengar perkataan Adara, kenapa dia ingin aku menjadi anak dari seseorang yang lebih tua enam tahun dariku dan bisa ku panggil kakak? Aku sama sekali tidak mengerti tapi entah kenapa saat aku melihat tatapan mata Aileen yang kosong dan wajahnya yang tanpa ekspresi namun masih bisa menggendong bayi di tangannya seakan bayi itu adalah hartanya yang paling berharga entah bagaimana aku setuju menjadi anak angkatnya.

Setelah aku berpamitan pada pemilik panti dan anak-anak yang lain keduanya membawaku ke rumah mereka. Aileen ternyata bukan orang yang buruk sebagai seorang ibu. Dia orang yang baik dan tidak banyak menuntut tapi dia hanya sulit untuk menunjukkan ekspresi di wajahnya. Adara bilang Aileen mengalami kecelakaan sepuluh bulan yang lalu dan seseorang yang dia sayangi 'pergi ke tempat yang jauh' membuat Aileen trauma dan hampir menjadi gila.

Orang yang di maksud Adara sudah pasti adalah ayah Riku adik baruku, meskipun orang itu sudah pergi meninggalkan ibu baruku dia tetap memajang foto-fotonya saat bersama orang itu. Aku sama sekali tidak mengerti kenapa ibu masih mengingat seseorang yang pergi meninggalkannya itu, kenapa ibu harus mencintai seseorang yang hanya bisa menyakitinya? Bukankah akan lebih baik ibu mencari laki-laki lain yang lebih tampan dan lebih mapan? Lagipula ibu angkatku ini sangat cantik aku tidak akan aneh kalau ada banyak laki-laki yang mungkin sudah mengantri untuk mencoba mendapatkan hatinya. Tapi kemudian aku tahu dari bibi Adara kalau itu tidak mungkin.

Ibu mendapatkan trauma berat kepada laki-laki. Kalau dia bersentuhan dengan laki-laki dia akan langsung kehilangan kendali dan menangis tanpa henti sambil memanggil nama seseorang yang sudah pergi meninggalkannya. Ah... Tidak aneh dia tidak bisa melupakan laki-laki itu. Dia bukannya pergi meninggalkannya untuk bersama perempuan lain atau karena dia hamil seperti dalam drama picisan. Tapi orang itu meninggal. Dia bahkan mungkin tidak tahu kalau ibu sedang mengandung saat kejadian itu. Melihat seseorang yang di sayangi mati di hadapannya, ibu sudah pasti merasa sangat sedih. Tidak aneh ibu sangat stress hingga hampir kehilangan akal sehatnya. Untungnya ibu bisa selamat begitu pula dengan adikku dari kecelakaan itu karena ayah yang melindungi ibu dari benturan. Kalau tidak aku tidak tahu apa yang akan terjadi.

Kadang ketika aku melewati kamar ibu aku masih sering melihat ibu menangis saat melihat foto ayah yang sedang tersenyum bersama dengannya. Seperti hari ini. Aku melihat ibu menangis di atas tempat tidur sambil menatap foto ayah saat aku baru pulang sekolah. Tidak seperti anak lain aku tidak pergi bermain, aku tidak bisa meninggalkan ibu sendirian sekalipun kami tidak punya hubungan darah.

Akupun mengetuk pintu kamarnya dan aku melihat ibu menghapus air matanya dari balik pintu yang tidak dia tutup dengan rapat saat ia masuk ke kamarnya. Aku masuk ke kamar ibu dan dia tersenyum padaku. Padahal aku jelas melihatnya menangis tadi tapi dia bisa tersenyum kepadaku. Bagaimana bisa ibu sekuat ini? Aku menyimpan pertanyaan itu di benakku dan hanya diam menatapnya.

"Kinan kamu udah pulang? Gimana sekolahnya?"

Pertanyaan yang sama setiap kali aku pulang sekolah terlontar kembali dari mulutnya. Ibu sudah mulai bisa tersenyum dan entah kenapa dia tidak apa-apa meski menyentuhku. Mungkin karena aku anaknya dan dia tidak menganggapku sebagai orang lain. Aku tersenyum padanya meletakkan tasku di pinggir lemari pakaian dan duduk di sampingnya.

"Gak ada yang menarik di sekolah. Biasa aja kok. Riku kemana?"

Tanyaku sambil menatap tempat tidur bayi yang biasa Riku tempati kosong.

"Di bawa main sama kak Adara, sekalian latihan jadi ibu katanya. Dia sama mas Aksa kan emang udah mau nikah."

Jelasnya sambil tersenyum. Ibu sangat menyayangi Riku dan menerimanya apa adanya. Sekalipun matanya berwarna merah ibu selalu bilang pada Riku kalau matanya indah seperti batu ruby, tentu aku setuju. Aku bingung dengan orang-orang yang membuang anaknya hanya karena warna mata mereka berwarna merah. Riku sangat imut!! Bagaimana bisa mereka setega itu?!!. Tapi meski begitu masih saja ada orang yang dengan terbuka tampak tidak suka dengan keberadaan Riku. Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran mereka. Pada akhirnya aku dan ibu selalu mengabaikan mereka dan Riku juga ikut tidak memperdulikan mereka. Adikku itu terlalu pintar untuk anak umur dua tahun.

"Ibu habis nangis ya?, inget ayah lagi? "

Tanyaku sambil menatap wajahnya. Aku dengan jelas melihatnya menangis tadi dan kedua matanya juga terlihat agak sembab tapi dia membantah perkataanku.

"Ibu gak habis nangis kok, kamu gak main?"

Aku menghela nafas mendengar perkataan ibu, dia mencoba mengalihkan pembicaraan lagi. Ibu harusnya sudah tahu kalau dia tidak pernah bisa bohong padaku kan? Kenapa dia masih mencoba?

"Gak, ibu kurang sehat kan? Mana mungkin aku main ke luar. Ntar aku di omelin ayah lagi kalau gak bisa jagain ibu."

Mendengar perkataan ku ibu hanya diam sambil menatapku membuatku merasa agak malu di perhatikan seperti itu olehnya.

"Ibu kenapa ngeliatin aku kayak gitu?"

Pertanyaanku di balas senyuman olehnya dan dia berkata.

"Gak, ibu cuma ngerasa kalau meski gak sedarah kalian punya sifat yang mirip."

"Maksud ibu aku sama ayah?"

Pertanyaanku dibalas anggukan oleh ibu.

"Iya, Ibu bisa boongin semua orang di dunia ini tapi kalian gak bisa ibu bohongin. Heran juga ibu."

Mendengar perkataan ibu aku jadi penasaran orang seperti apa ayahku itu. Ibu pernah bilang kalau wajah ayah dan Riku sangat mirip yang berarti ayah sebenarnya juga memiliki mata berwarna merah. Tapi dia sepertinya selalu menutupi warna mata aslinya dengan kontak lens. Namun meski begitu aku tidak tahu apa-apa tentang ayah. Bagaimana dia bertemu ibu, bagaimana hubungan mereka, dan apa yang sebenarnya terjadi pada  kecelakaan di hari valentine dua tahun yang lalu yang melibatkan mereka. Aku juga tidak mengerti kenapa ibu sangat menyayanginya meski menyakitkan untuk sekedar mengingat kenangannya dengan ayah. Sebenarnya seberapa besar perasaan ibu padanya?

"Ibu kangen sama ayah?"

Aku melihat ibu menatap foto ayah sambil tersenyum mendengar pertanyaan ku.

"Tentu, selalu. Setiap saat."

"Apa yang buat ibu inget tentang ayah?"

Ibu menyandarkan punggungnya pada bantal di belakangnya dan menatapku sambil tersenyum.

"Segalanya Kinan. Buku-buku di perpustakaan kota, jalan-jalan yang ibu lewati saat pulang dari perpustakaan dan ke sekolah, bangku taman yang sering ibu duduki, restoran kecil di ujung jalan, langit sore, juga mata merah milik Riku semua itu mengingatkan ibu tentang dia."

"Ibu..."

Mendengar perkataan ibu aku langsung mengerti sebesar apa perasaan ibu kepadanya. Ayah itu sebenarnya orang yang bagaimana? Kenapa ibu bisa begitu menyayanginya?

"Tapi gak apa-apa, luka akan sembuh seiring berjalannya waktu begitu juga luka hati. Tapi luka hati sembuhnya lebih lama jadi Kinan nanti kalau kamu punya pacar kamu gak boleh nyakitin dia lho."

"Ih ibu kok jadi ke situ! Aku kan masih SD!! Boro boro mikirin pacar ujian kelulusan aja belum!!"

Ibu malah tertawa mendengar perkataanku dan aku hanya cemberut kepadanya. Tapi dalam hati aku berpikir berapa lama luka hati ibu akan sembuh? Berapa lama lagi ibu akan seperti ini? Pada akhirnya pertanyaan itu tidak pernah terjawab.

Halo lagi kalian semua!!

Maaf ya author jarang bikin catatan ini soalnya author pake hp jadi gak akan bisa panjang-panjang ini author pake laptop temen jadi bisa ketemu kalian lagi :)

Oh iya sebelumnya makasih banget atas dukungannya :)

Sering-sering komen buat nandain keberadaan kalian pasti author bales kok tenang aja hehe

buat kalian yang suka ngasih power stone makasih banget yaampun cerita ini yang asalnya gak masuk peringkat jadi masuk meski masih rendah terharu author tuu TwT

oh iya sekarang udah bisa nyebarin foto kalau gak salah ya di sini? kalau author taro gambar fanart anggota T.I.M di komentar sekali-kali asik juga nih hehe lain kali ya~ sampai jumpa lagi :3

LynKuromuno707creators' thoughts