webnovel

Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia]

Sebuah kisah fantasi di Alam Semesta paralel tentang pertarungan politik dari para Raja dan Penguasa. Dimulai dari peperangan, intrik politik, hingga drama kehidupan. Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, kejadian, dan sebagainya hanyalah kebetulan dan atau terinspirasi dari hal-hal tersebut.

VLADSYARIF · ファンタジー
レビュー数が足りません
99 Chs

Bab 24, Serangan Di Pangkalan Kamari

Para milisi menembak dan bersembunyi dari balik bebatuan, sedangkan seorang perempuan cantik jelita bermata hijau, berambut pendek, berkulit putih layaknya salju, dan berseragam hitam tengah mengelap pedangnya di balik sebuah batu karang yang besar.

"Mereka ada satu pleton dan mereka hanyalah sel-sel yang liar yang harus dimusnahkan," gumam Maria yang merasakan kehadiran musuh yang berkekuatan sekitar empat puluh orang. "Ini akan menjadi akhir dari mereka."

Maria segera berlari dengan cepat menembus hujan peluru serta melewati batu-batu yang berukuran besar. Dia segera membunuh musuhnya dengan bersenjatakan pedang panjang dan satu per satu dari mereka tumbang dengan kepala mereka yang terpisah dari tubuhnya.

Para milisi yang tersisa segera kabur dan berlari melewati jalanan berbatu terjal. Namun nyawa mereka segera berakhir ketika dari bawah muncul berbagai macam lonjakan batu-batu berukuran besar yang menembus tubuh dan menghancurkannya.

Setelah sekian lama tidak menggukannya, akhirnya Maria bisa mengeluarkan lonjakan-lonjakan batu yang tajam dalam wujud manusianya, bukan oleh warhammer titan yang dia kendalikan dari jarak jauh.

.

.

Di sebuah ruangan di mana dua perempuan berambut pendek sedang duduk di kursinya masing-masing sambil menikmati segelas teh hijau yang aromanya menyegarkan. Bibir merah mereka yang terlihat seksi menyeruput teh hijau tersebut dan memulai sebuah perbincangan yang ringan antara kedua Pejuang perempuan.

"Jadi kau titan dalam wujud manusia," kata seorang Perwira perempuan berambut pendek sebahu bergelombang di hadapannya yang tengah membaca laporan dari misi yang telah diselesaikan oleh perempuan setengah warhammer titan.

"Aku hanya seorang perempuan yang kebetulan lahir sebagai seorang dari ras Wizard," balas Maria dengan santainya.

"Tapi kau juga memiloti TSF bukan," kata Letnan Kolonel Natalya Gulistankiy Vladimirova.

"Iya," balasnya singkat.

"Aku merasa bersyukur kau mau di tempatkan di pangkalan Ab Kamari. Mengingat kami berhadapan dengan musuh yang gila," ungkap Letnan Kolonel Natalya. Perempuan Russia itu berjalan menuju ke arah peta dan dia mengarahkan tongkat pendeknya yang berwarna hitam ke sebuah titik silang, "Tempat ini adalah ujung tombak kita di Afghanistan."

"Negeri yang baru lahir dari sebuah revolusi selalu berhadapan dengan musuh-musuh yang ganas. Seperti perang sipil di masa lampau antara aliansi Prussia, Mongolia, dan Bolshevik Russia melawan Tentara Putih, dan para sekutunya," balas Maria sambil menatap Bendera berwarna biru dengan gambar Planet Bumi yang merupakan Bendera Perserikatan Bangsa-Bangsa. "Para serigala yang lapar mulai berdatangan," kata Maria yang tengah merasakan kehadiran beberapa milisi yang tengah bergerak ke arah

"Karena ini negara yang masih muda, sudah sepantasnya bagi saudara tuanya seperti kita untuk membantu dan melindungi Afghanistan dari fasisme kelompok beragama!" tegas Letnan Kolonel Natalya.

"Kau benar, Letnan Kolonel Natalya."

"Bersiap untuk bertempur."

Letnan Kolonel Natalya mengisi amunisi pada pistolnya, dia bangit dari kursinya dan berjalan keluar dari ruangannya dengan diikuti oleh Maria yang berjalan di belakangnya.

"Semuanya bersiap untuk berperang!" perintah Letnan Kolonel Natalya kepada para Tentaranya yang tengah bersantai.

Para Tentara segera pergi ke gundang senjata untuk mengambil persenjataan mereka. Meskipun mereka hanyalah manusia biasa yang tak memiliki kemampuan sensor, tetapi dari perintah Komandan mereka, bahwa ini bukanlah omong kosong, dan yang mereka lawan bukanlah kelompok sembarangan.

Mereka segera bersiaga di posisi mereka masing-masing yang sebelumnya telah ditentukan. Berbagai macam jenis persenjataan berat mereka gunakan untuk mempertahankan Benteng di mana mereka berada.

"Untuk tanah air dan untuk kaum yang tertindas!" teriak Letnan Kolonel Natalya yang disahut oleh teriakan para Tentaranya.

Maria bersiaga di posisinya, di mana dia bersembunyi pada sebuah menara pengawas dengan memegang senapan sniper WKW Wilk.

"Musuh bergerak dari arah barat dan barat daya. Mereka terbagi menjadi tiga belas kelompok," ungkap Maria via telepati.

Dua di antara milisi berseragam lusuh itu berhenti dan memasang peluncur mortar mereka. Melihat peluncur mortar dengan tenaga destruktif yang lumayan, membuat Maria menarik pelatuknya dan langsung membunuh musuhnya.

Pihak milisi musuh yang kaget akan perlawanan yang dilakukan oleh kesatuan Collective Security Organization di pangkalan Ab Kamari. Mereka segera berpencar dengan cepat.

"Musuh telah berpencar dengan cepat," kata Maria via telepati.

"Grad missil, luncurkan ke titik 404!" perintah Letnan Kolonel Natalya.

Collective Security Organization meluncurkan misil tersebut ke titik 404 yang telah ditandai. Misil tersebut meluncur dengan cepat dan menghantam salah satu kelompok milisi dan menewaskan seluruhnya.

"Artileri!"

Artileri tank menembakkan senjata-senjatanya ke arah barat dan tembakannya membunuh musuh dari kelompok yang lainnya. Para milisi segera berpencar dan bergerak dengan cepat menyerbu pangkalan Ab Kamari. Mereka meluncurkan sebuah peluncur roket ke arah menara pengawas di mana Maria tengah bertugas di sana. Melihat adanya sebuah roket yang meluncur ke arahnya, Maria membuat sebuah tombak es dan dia melemparkannya ke arah roket yang meluncur ke arahnya.

Ledakan yang cukup kuat terjadi ketika tombak es dan roket tersebut saling bertabrakan.

Para milisi mulai menghujani pangkalan Ab Kamari dengan mortar dan Tentara Collective Security Organization segera berlindung di posisi agar mereka tidak terkena serpihan mortar dan beruntungnya mortar yang ditembakkan hanya mengenai tanah kosong di dalam pangkalan dan tanah di luar tembok pangkalan.

Beberapa milisi meregang nyawanya setelah tembakan dari para Sniper dari Collective Security Organization menembus jantung mereka dan beberapa Tentara Collective Security Organization mati ketika sebuah roket yang ditembakkan oleh milisi menghantam posisi mereka di dalam benteng.

Baku tembak terjadi cukup sengit antara kesatuan Collective Security Organization yang berjumlah tujuh puluh orang melawan milisi Daesh yang berjumlah seratus tiga puluh orang.

"Matilah kalian, Daesh sialan!" teriak salah seorang Tentara Russia dari etnis Kazakh yang tengah menembaki posisi di mana para milisi Daesh yang bersembunyi.

Sebuah peluru menembus kepalanya dan menjatuhkan Tentara dari etnis Kazakh tersebut.

"Osman!" teriak salah seorang rekannya.

Sebuah peluru mengenai pundak kanannya dan membuat perempuan Russia berambut pirang dan bermata coklat itu terjatuh.

"Maryska!" teriak Maria.

Maria mengarahkan senapannya ke arah sebuah batu di mana sniper musuh tengah bersembunyi. Musuhnya terlihat sedang mengisi amunisi.

Maria menarik pelatuk dan peluru yang dia tembakkan menembus kepala musuhnya.

"Bingo," gumam Maria.

Para milisi secara tiba-tiba menghentikan serangan mereka. Pimpinan mereka memberikan sebuah kode dengan mengetuk panci yang dia bawa. Ketukan tersebut diketuk dengan irama panjang dan pendek seperti sandi morse, tetapi iramanya menjelaskan bahwa sandi tersebut dijelaskan dengan menggunakan bahasa Baloch, yang tidak dimengerti oleh para Tentara Collective Security Organization yang berasal dari Russia, Prussia, dan Belarusia.

Sandi morse itu dalam Bahasa Baloch, artinya 'Mundurlah dan kita akan menyerangnya nanti.'

Para milisi segera mundur secara perlahan kembali ke titik sebelum mereka menyerang.

Suasana terasa begitu hening dan sepi, tetapi Tentara Collective Security Organization tidak menurunkan kewaspadaan mereka. Mereka tetap bersiaga untuk menghindari segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi ke depannya.

"Sepertinya musuh telah mundur," kata salah seorang Tentara perempuan dari Belarusia Soviet.

"Sepertinya begitu," balas salah seorang rekan perempuannya dari Tentara Russia yang berasal dari etnis Uzbek.

"Kuburlah jasad rekan-rekan kita yang gugur untuk sementara. Tetaplah waspada, karena kita tidak tahu apa yang terjadi!" seru Letnan Kolonel Natalya. "Kita akan gantian berjaga."

"Siap, Letnan Kolonel!" sahut para Tentara Collective Security Organization.

.

.

Langit mulai gelap dan bintang-bintang menghiasi langit dengan warna mereka yang berwarna-warni. Bulan bersinar dengan terangnya. Sebagian Tentara tengah beristirahat serta sebagiannya lagi masih berjaga dan bersiaga di posisi mereka masing-masing. Mereka tetap waspada meskipun situasi sedang tenang.

Tentara Collective Security Organization berusaha untuk tetap tegar atas kematian beberapa rekan mereka. Meskipun mereka adalah Tentara yang gagah berani yang siap mati di medan perang dalam memerangi fasisme dan terorisme, tetapi mereka juga manusia yang bersedih ketika rekan-rekannya gugur sebagai pahlawan, dan ini adalah hal yang wajar, kecuali jika dirimu hanyalah robot yang tidak memiliki hati, nurani, perasaan, dan jiwa.

Ada beberapa orang yang berusaha menghibur diri mereka dari kesedihan ini. Salah satunya adalah seorang Prajurit Russia dari etnis Uzbek yang sedang melantunkan sebuah puisi.

"Ay Atha, Puteri yang cantik, yang hidup di atas langit. Kecantikanmu adalah cahaya yang menyinari gelapnya malam. Oh, Ibu Gaia. Kau adalah sumber kehidupan dan kasih sayang. Pelukanmu menghangatkan anak-anakmu yang gagah. Kau adalah cahaya yang menyinari dunia," ungkap salah seorang Perempuan Tentara Russia dari etnis Uzbek yang memiliki ciri fisik rambut dikuncir, berpipi tembem, dan bermata kehijauan yang tengah melantunkan sebuah puisi pendek.

"Puisi yang indah, Yulduz Parpiyeva," puji Maria menghampiri rekannya.

"Yah, aku menulis puisi itu ketika masih sekolah menengah atas," balas Yulduz Parpiyeva.

"Apa judulnya?" tanya Maria yang sedikit penasaran.

"Ay Atha dan Ibu Gaia," jawab Yulduz sembari menatap Ay Atha yang tengah memancarkan sinar berwarna kebiruan. "Ay Atha, sang Dewa Bulan dalam mitologi Bangsa Turkic. Dia adalah seorang lelaki berbadan kekar dengan wajah yang tegas bagaikan perisai dan pakaian zirahnya yang berwarna biru."

"Ay Atha terlihat tampak gagah seperti sang Dewa Bulan dalam Mitologi Turkic," kata Maria.

Suara geraman monster terdengar begitu jelas memecah keheningan malam yang sangat dingin. Para Tentara segera waspada akan kemungkinan terburuk, karena mereka tidak akan tahu jenis Monster apa yang akan dihadapi oleh mereka.

Menurut informasi yang beredar, pihak Daesh menculik beberapa Alkemis, dan memaksa mereka untuk melakukan sebuah ekspresimen terhadap para tahanan. Mereka juga memaksa beberapa perempuan yang terindikasi terlahir sebagai ras Wizard untuk membangkitkan para ghoul.

"Mereka yang telah kita bunuh kini telah bangkit sebagai Iblis dan akan menyerang kita," celetuk Maria yang merasakan keberadaan para ghoul.

.

.

Seorang perempuan bercadar tengah berdiri di atas sebuah batu karang yang terjal menghadap ke arah timur laut. Dia dijaga oleh para milisi Daesh bersenjata lengkap dan berat dengan peralatan "night vision" buatan Perancis yang tertempel pada muka mereka.

"Wahai para iblis yang terkutuk dan tak berwujud. Ada banyak benda kosong tak bernyawa di seberang sana yang mati syahid dalam berjihad melawan orang-orang kafir. Dengan izin Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Yang Maha Mengawali dan Maha Mengakhiri. Aku perintahkan kalian untuk memasuki benda-benda kosong tersebut. Mengamuklah kalian para iblis terkutuk dan bunuhlah orang-orang kafir itu!"

Seorang perempuan yang mengenakan cadar berwarna biru gelap telah selesai melantunkan sebuah mantera dalam bahasa Dari. Dia adalah seorang perempuan dari ras Wizard yang memiliki kemampuan, yaitu membangkitkan orang-orang yang sudah mati, dan mengisi tubuh mereka dengan jiwa para iblis.

"Kita tidak menyekutukan, Allah," ujar seorang lelaki bermata hijau kebiruan, berambut gondrong berwarna pirang, berjenggot panjang, dan tebal. Dia adalah Mullah Hamid. "Allah telah membuka jalan yang lain dan tak terduga bagi kita untuk meraih kemenangan. Ini bukan musyrik, ini adalah kekuatan Allah. Dari Allah dan atas izin Allah," lanjutnya. "Allah Akbar!" seru Mullah Hamid.

"Allah Akbar!" sahut pengikutnya.

Para milisi Daesh meneriakkan kata, "Allah Akbar," sehingga kata suci tersebut terdengar dengan sangat jelas meskipun berjarak satu kilometer arah barat laut pangkalan Ab Kamari. Hal itu dikarenakan angin yang berhembus dari arah barat laut ke tenggara.

Gumpalan asap yang pekat dan berwarna hitam legam terbang menghampiri jasad para milisi Daesh yang tergeletak. Mereka memasuki jasad tersebut dan perlahan jasad tersebut mengalami sebuah revolusi. Kuku-kuku mereka memanjang dan berubah menjadi tajam, gigi-gigi mereka berubah menjadi gigi taring yang kuat & tajam, dan rambut mereka semakin panjang hingga menyentuh lutut. Mereka membuka mata mereka dan bangkit dari kematian dan para iblis telah dibangkitkan oleh para milisi Daesh.

Ini akan menjadi pertempuran antara iblis yang telah dibangkitkan oleh Daesh melawan Collective Security Organization yang ingin menancapkan kembali pengaruh mereka di tanah Khurasan yang merupakan kuburan bagi para Tentara dan Penakluk.