webnovel

Swords Of Resistance: Endless War [Indonesia]

Sebuah kisah fantasi di Alam Semesta paralel tentang pertarungan politik dari para Raja dan Penguasa. Dimulai dari peperangan, intrik politik, hingga drama kehidupan. Cerita ini hanya fiksi belaka. Kesamaan nama tokoh, tempat, kejadian, dan sebagainya hanyalah kebetulan dan atau terinspirasi dari hal-hal tersebut.

VLADSYARIF · Fantasy
Not enough ratings
96 Chs

Bab 25, Manticore Hitam

"Mereka datang, para iblis, ghoul!" seru salah seorang Tentara Russia dari etnis Kazakh yang berwajah Mongoloid.

"Semuanya, bersiaplah untuk menghadapi serangan dari para iblis," perintah Letnan Kolonel Natalya yang tengah berjalan.

Lima sosok ghoul dari dalam pangkalan Ab Kamari muncul dari arah timur. Mereka berlari dengan cepat dan siap menerjang Letnan Kolonel Natalya. Namun kelima ghoul tersebut langsung musnah ketika pedang milik Maria memotong-motong tubuh mereka.

"Terima kasih, sudah menyelamatkanku, Maria," kata Letnan Kolonel Perempuan berdarah campuran Russia-Ukraina tersebut.

"Sudah tugas kita saling melindungi satu sama lain," balas Maria dengan nada dingin.

Maria segera pergi meninggalkan Letnan Kolonel Natalya dan berlari melompati pagar untuk menghabisi para ghoul. Dia mencabut pedangnya dan dengan serangan yang membabi buta, Maria membunuh seluruh ghoul yang berada di luar pangkalan Ab Kamari.

"Kita mundur untuk saat ini," perintah Mullah Hamid ketika melihat para pasukan ghoul yang telah dihabisi oleh Maria.

Tentara Collective Security Organization bersuka cita atas apa yang telah dilakukan oleh Maria dalam memusnahkan puluhan ghoul.

"Inikah kekuatan warhammer titan dalam wujud manusia," pikir Letnan Kolonel Natalya yang takjub akan kemampuan tempur Maria Catherine Victoria von Mecklenburg-Schwerin.

.

.

Maria berjalan memasuki kamar Letnan Kolonel Natalya. Letnan Kolonel Perempuan berambut pendek bergelombang dan bermata biru itu menyambutnya dengan penampilan yang menggoda. Sang Letnan Kolonel hanya mengenakan g-string, stocking berwarna hitam, dan bra berwarna merah darah yang menahan dadanya yang berukuran h-cup dengan lingkar dada sembilan puluh sembilan centimeter.

Maria sedikit terkejut akan ukuran dada sang Letnan Kolonel berusia tiga puluh tiga tahun setinggi seratus enam puluh sembilan centimeter tersebut. Padalnya dada sang Letnan Kolonel selalu terlihat rata.

"Masuklah, di sini hanya kita berdua," kata sang Letnan Kolonel dengan nada menggoda. Dia memutar sebuah lagu instrumental dengan volume keras untuk menyamarkan suara aneh yang akan terjadi ke depannya. "Seperti inilah tubuhku. Aku menggunakan penahan dada agar tidak mengundang godaan dari lelaki. Tubuhku ini hanya milik suami dan dirimu untuk malam ini."

"Aku sudah punya kekasih," kata Maria dengan nada dingin. Dia mengeluarkan ponselnya yang bergambar foto dirinya yang tengah bersama seorang lelaki berambut gelap bermodel polem yang menutupi sebagian matanya, dengan matanya yang berwarna merah, dan tinggi badan seratus delapan puluh lima centimeter, Frederick Ludwig Viktor Constantine Maximilian Romanovich von Hohenzollern.

"Aku sudah punya Suami," balas Kolonel Natalya menunjukkan cincin emas yang terukir nama 'Aleksander Heraclius Leninovich' dalam aksara Cyrillic Russia. Kolonel Natalya membuang wajahnya ke samping kanan karena terlihat sangat merah padam. "Lagian kita ini sesama Perempuan, apa salahnya kita berhubungan."

"Tapi kita Tentara dan kita menjunjung tinggi moralitas!" sanggah Maria.

Letnan Kolonel Natalya berjalan menghampiri Maria dan memegang erat kedua lengannya. "Kita juga manusia yang perlu menyalurkan kebutuhan biologis kita!"

"Tapi aku adalah Wizard, bukan manusia," balas Maria dengan nada pelan.

Dia menyandarkan tubuhnya dan memeluk Maria dengan erat, "Apa salahnya kita berhubungan sebagai pasangan lesbian?" ungkapnya dengan nada bicara yang terdengar feminim.

Pikiran Maria sedikit kacau melihat betapa seksinya tubuh sang Letnan Kolonel. Dia merasa iri dengan ukuran tubuh Letnan Kolonel Natalya yang benar-benar seperti model-model seksi dari Jepang. Meskipun selalu berusaha untuk tampil feminim, perempuan setinggi seratus tujuh puluh enam centimeter tersebut merasa bahwa dia adalah seorang lelaki yang terjebak dalam wujud perempuan. Meskipun Maria tergolong Perempuan yang tomboy, dia menjalin hubungan cinta dengan Maximilian adalah hal yang wajar karena dia adalah perempuan yang juga menyukai lelaki, dan Maximilian adalah lelaki yang sesuai dengan kriterianya.

Maria merasakan sebuah sentuhan halus dan menggelikan di area kewanitaannya, ketika Letnan Kolonel Natalya meraba dengan halus area kewanitaan Maria.

"Kau tak akan tahu betapa pentingnya kebutuhan biologis. Perang terkutuk ini memisahkan diriku dengan suami dan kedua anak perempuanku. Padahal setiap malam aku dan suamiku selalu berhubungan untuk saling memuaskan," bisik sang Letnan Kolonel dengan nada menggoda.

"Itu bukan urusanku!" balas Maria dengan nada dingin, meskipun semburat merah sudah mulai menghiasi wajah cantiknya.

"Benarkah." Perlahan Letnan Kolonel Natalya membuka kancing seragam Maria dan dia mulai menjilati leher Maria.

"Ketika lelaki dan perempuan menikah, mereka harus saling memenuhi kebutuhan biologis."

"Aku bukan maniak seks sepertimu," balas Maria membuang mukanya ke arah kiri. Wajah cantiknya terlihat begitu merah, tetapi dia hanya bisa berdiri mematung.

"Kau memiliki tubuh yang bagus dan kekar meskipun masih delapan belas tahun. Aku sangat suka dengan perempuan berdada kecil, karena tidak perlu menanggung beban berat di dada," katanya sambil melucuti seragam militer Maria yang berwarna hitam. "Sangatlah menyesakkan menggunakan penahan dada dan punggungku sering sakit karena dada yang berukuran besar," sambung Letnan Kolonel Natalya dengan nada yang menggoda sambil meremas-remas pelan kedua dadanya yang berukuran besar. "Anggap saja kau adalah lelaki dan dadaku yang besar ini adalah dada Istrimu. Gigit dan remaslah, mumpung gratis."

Maria menaruh seragamnya yang telah dilucuti oleh Letnan Kolonel Natalya. Dia juga melepaskan celananya dan kini hanya mengenakan celana pendek berwarna gelap.

Maria segera menggendong tubuh Letnan Kolonel berusia tiga puluh tiga tahun tersebut dan menaruhnya di atas kasur. Dia segera membuka secara paksa bra berwarna hitam yang melekat pada tubuh Letnan Kolonel Natalya. Dengan penuh nafsu Maria segera meremas-remas kedua gunung kembar Letnan Kolonel Natalya dengan keras.

"Mumpung gratis, yah," kata Maria menyeringai.

"Yah, tubuhku ini adalah milikmu malam ini."

Maria segera mendekatkan wajahnya perlahan dan menjulurkan lidahnya. Dia lalu menjilati puting gunung kembar kanan sang Letnan Kolonel. Kedua tangan Maria mencengkram dengan keras sepasang gunung kembar Letnan Kolonel dan dia langsung menggigit dengan keras gunung kembar bagian kanan sang Letnan Kolonel.

Letnan Kolonel Natalya berteriak kesakitan dan Maria semakin keras dalam menikmati dadanya.

"Yah, sensasi ini yang aku sukai. Kau benar-benar mengingatkanku dengan suamiku, Heraclius."

Maria sangat menikmati hubungan ini, meskipun dia sudah tiga tahun berpacaran dengan Maximilian.

Kini gantian Maria menggigit gunung kembar bagian kiri Letnan Kolonel Natalya dengan keras.

Letnan Kolonel Natalya mengeluarkan suara desahan yang begitu seksi dan menggoda. Dia sudah dua bulan dipisahkan dengan suami dan kedua anak perempuannya dan selalu melakukan permainan solo dengan menggunakan jari-jari tangannya sebagai sarana pemuas kebutuhan biologis.

"Bagaimana rasanya meminum susu langsung dari gunung kembar seorang perempuan beranak dua?" ujar sang Kolonel dengan seringai genitnya.

"Rasanya sedikit berbeda," balas Maria dengan nada maskulin.

"Apakah kau sudah pernah berciuman?"

"Belum, meskipun aku dan Maximilian sudah tiga tahun berpacaran," jawab Maria dan jawabannya membuat ekspresi wajah Letnan Kolonel Natalya terkaget. "Memangnya ada apa?" tanya Maria.

"Aku sudah berciuman dengan suamiku sejak kami pacaran dari usia tujuh belas tahun."

"Kau ingin pamer," balas Maria dingin.

"Tidak!" jawabnya sedikit salah tingkah.

Maria segera menyeringai dan segera mencium Letnan Kolonel Natalya. Ciuman Maria terasa begitu lembut, tidak seperti ciuman suaminya. Meskipun ciuman antara kedua perempuan itu singkat, tetapi Letnan Kolonel Natalya begitu menikmatinya.

"Padahal aku sangat mengaharapkan hubungan ini lebih panas," ujar Letnan Kolonel Natalya sambil memeluk Maria.

"Memangnya kau mau minta apa? Bukankah aku sudah memuaskanmu!"

Letnan Kolonel Natalya mendekatkan bibirnya ke telinga dan berbisik, "Aku ingin kau memelukku dari belakang, meremas-remas gunung kembarku, dan menciumku dengan penuh nafsu."

Setelah menyelesaikan kalimat godaannya, dia menjilat bibir Maria, dan mencium pipinya.

"Jadi kau ini sukanya dipermainkan secara kasar, yah," ujar Maria yang tersenyum lebar.

"Habis menurutku di sini hanya Maria yang aku anggap bisa menggantikan suamiku," balasnya dengan nada manja.

Maria berpindah posisi dan memeluk Kolonel Natalya dari belakang, sedangkan kedua tangannya meremas-remas gunung kembar milik sang Letnan Kolonel yang berukuran h-cup dengan pelan.

"Ini pertama kalinya melihatmu sangat feminim, padahal kau itu seorang Perwira Militer yang terlihat sangat tegas," kata Maria tengah mencumbunya.

"Setomboy-tomboynya seorang perempuan, dia akan menunjukkan sisi feminimnya. Apalagi jika kau menjadi seorang Ibu. Kau harus bersikap feminim jika tidak ingin anakmu memiliki dua Ayah," ungkapnya dengan tertawa garing.

"Apa tidak masalah seperti ini, Letnan Kolonel?"

"Aku hanya ingin memberikan penghargaan kepada bawahanku sesama kaum perempuan yang sudah bekerja dengan maksimal."

"Begitu."

Maria memeras-meras gunung kembar milik Letnan Kolonel dengan keras dan dia mencium bibirnya dengan penuh nafsu.

.

.

Maria membuka matanya perlahan, sang Letnan Kolonel berusia tiga puluh tiga tahun tersebut tengah tertidur dalam pelukannya. Dia terlihat sangat cantik seperti bidadari. Mereka berdua tidur dalam satu ranjang dengan tubuh yang terbuka tanpa sehelai benang, setelah bermain gunting-guntingan.

Selimut putih itu menutupi tubuh kedua perempuan yang terbuka tersebut. Sebenarnya Maria kebal dengan suhu dingin yang merupakan ciri khas wilayah Khurasan, hanya saja dia tidak tega jika harus melihat Letnan Kolonel Natalya sakit, hingga akhirnya dia menutupi tubuh mereka dengan selimut, dan saling berbagi kehangatan dalam satu ranjang.

Maria mencium bibir dari sang Letnan Kolonel yang masih tertidur dalam pelukannya.

"Kau memang cantik, Letnan Kolonel," kata Maria seraya membelai lembut wajah cantiknya.

.

.

Setelah malam yang panas tersebut, baik Maria maupun Letnan Kolonel Natalya bersikap seperti biasanya layaknya atasan dengan bawahan seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Sebenarnya sudah rahasia umum akan orientasi yang dimiliki oleh Kolonel Natalya. Bahkan suaminya pernah menciduknya sedang bermain gunting dengan tetangga perempuannya. Namun sang suami berusaha untuk tetap sabar, karena sang suami yang berprofesi sebagai seorang Guru sangat mencintai segela kelebihan, dan kekurangan istrinya.

Saat ini Maria tengah mengendarai kuda berwarna coklat gelap menyusuri tanah yang berbatu dan gersang. Dia ditugaskan untuk bertemu dengan Tim Uhlan dari Russia yang tengah ditugaskan di garis depan bersama dengan milisi Turkmen Afghanistan pimpinan Kolonel Sahan Aydogan.

Menembus badai pasir yang kebetulan hanya berlangsung lima menit dan kerasnya iklim tanah Khurasan. Sejauh delapan kilometer Maria memacu kudanya ke arah tenggara menuju tempat di mana Tim Uhlan Russia dan Milisi Turkmen Afghanistan yang dipimpin oleh Kolonel Sahan Aydogan.

Maria segera menghentikan kudanya ketika dari dua ratus meter arah selatan dia mendendengar suara jeritan orang-orang yang terdengar samar-samar dan juga suara Monster yang tengah mengamuk dan meremukkan tulang.

"Siapapun, tolong bunuh manticore hitam ini! Aaarrrrgggghhhhh!" jeritan berbahasa Jerman itu berakhir dengan suara yang tulang yang tengah diremukkan.

Kuda milik Maria berjingkrak-jingkrak tidak karuan sehingga membuatnya harus segera melompat dari kudanya. Kuda berwarna coklat dengan corak putih pada kepala dan leher bagian kanannya tersebut meninggalkan Maria yang berada di pedalaman tanah Khurasan yang berikilm keras.

"Manticore hitam," ujar Maria sambil berlari menuju ke tempat di mana sebuah Tim dari Russia dan sebuah Kompi dari Milisi Turkmen Afghanistan telah dibantai oleh Manticore Hitam. "Proyek Alkimia gabungan antara Negara Inggris, Amerika Utara, Kesultanan Najd, dan Daesh. Dengan kekuatan kegelapan dan ilmu pengetahuan. Mereka menciptakan iblis untuk memporak-porandakan tanah Khurasan."

Puluhan jarum berukuran panjang terbang ke arah Maria. Dia menarik pedangnya dan menangkis puluhan jarum tersebut.

Maria berlari dengan cepat dan mengibaskan pedangnya sehingga menghasilkan kekuatan angin yang begitu besar, yang menghembuskan pasir, dan menutupi penglihatan serta menyamarkan pendengaran para manticore hitam.

Maria menancapkan pedangnya pada kepala monster berbentuk seperti singa, dengan sepasang sayap seperti naga, dan ekor seperti kalajengking yang dipenuhi dengan duri-duri tipis yang panjang, tajam dan kuat dengan ukuran tubuhnya yang dua kali lipat harimau Asia. Pedang itu membelah kepala manticore dan dinodai dengan darah busuk yang berwarna hitam.

Beberapa ekor manticore hitam tengah menyantap jasad para Milisi Turkmen Afghanistan dan Tim Uhlan dari Russia.

Para Manticore Hitam itu mencabik-cabik jasad mereka dan memakannya.

Dua buah tombak es yang dia buat dilemparkan dan segera menembus tubuh dua ekor manticore hitam dan membunuhnya. Maria melangkah maju ke depan dan menghindari setiap serangan hujan duri yang ditembakkan oleh para manticore hitam. Dia mengambil senapan AK-47 yang terselempang pada punggungnya lalu memberondong kepala salah satu manticore hitam tersebut hingga hancur.

Tiga ekor telah dia bunuh dan kini tersisa delapan ekor Manticore Hitam.

Delapan ekor manticore hitam itu mengepungnya dan menembakkan duri-duri tajam dari ekornya dan ratusan duri tajam itu menghujani Maria dari delapan penjuru arah mata angin.

Maria merapal sebuah segel tangan dan tubuhnya dialiri oleh kilatan listrik berwarna biru. Sebuah ledakan terjadi dengan asap berwarna abu-abu yang pekat. Dari dalam gumpalan asap abu-abu itu muncul sesosok raksasa berwarna putih berbadan kekar setinggi tujuh belas meter dengan rambut yang pendek sebahu. Penampilan raksasa putih itu seperti wajah Maria yang berdagu lancip dan berbibir merah muda dengan matanya yang berwarna hijau dengan mulut. Kepala dan leher titan tersebut ditutupi oleh lapisan kulit kedua yang berbentuk seperti kerudung yang menutupi telinga dan sebagian besar wajahnya dengan mata, mulut, dan rahangnya yang terlihat melalui jaringan kulit yang tersegmentasi.

Di samping kepala titan berwarna putih tersebut, Maria Catherine Victoria von Mecklenburg-Schwerin terlihat tengah bersender di telinga kirinya.

Tidak seperti para homo titanium lainnya, Maria bisa menggunakan kekuatan titannya dengan fisik yang terpisah tanpa harus dikendalikan melalui sebuah pembuluh. Warhammer titan milik Maria diibaratkan seperti para makhluk familiar yang dipanggil oleh tuannya.

Titan itu menginjak-injak beberapa manticore hitam yang tersisa dan titannya memakan monster berbentuk singa, bersayap Kelelawar, dan berekor seperti kalangjengking yang dipenuhi dengan duri itu.

"Sekarang saatnya kita menghancurkan Daesh dan membebaskan Qalanou."