webnovel

Suamiku Duda Muda

"Apa!" Lisa melebarkan matanya. "Aku harus mau nikah sama dia, si duda itu, haruskah?" Siang itu tanpa badai, Lisa harus menerima permintaan kedua orang tuanya untuk menikah sekaligus menjadi istri kedua dari seorang pemuda yang baru saja berpisah dari istrinya, namanya Gionino. Hanya berbekal hubungan baik keluarga yang tercipta diantara kedua orang tua mereka, urutan bisnis memang nomor satu. Ancamannya kalau dia tidak mau, perusahaan ayahnya yang sudah mulai goyang itu akan jatuh, tak akan bisa bangun lagi. Tapi, kenapa harus dengan anak terakhir mereka, bukan yang pertama, bahkan belum menikah. "Ica!" "Lisa, namaku Lisa!" dia pasti jahat pada mantan istrinya sampai digugat begitu. Lisa yakin. Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka? Apa Lisa bisa menerima dan tahu alasan rahasia suaminya menjadi duda diusia muda? Mohon dukungannya, semua. Spesial dari Pelantun_Senja.

Pelantun_Senja · 都市
レビュー数が足りません
32 Chs

Mungkin Hamil

Tiga jam tidak akan lama kalau yang ditunggu kabarnya masih sehat bugar, tapi kini Lisa terbaring tak sadarkan diri setelah mengeluh pusing dan ambruk dua kali.

Minyak kayu putih sampai hampir habis, Renata oleskan ke leher dan perut Lisa, hanya dia yang mendapatkan izin dari Andreas untuk melakukan hal itu, selain Renata tak ada lagi, hanya Renata yang ada di dalam klinik kantor ini.

"Aku sudah menghubungi suaminya, dia akan datang secepat kilat, bahkan dia memakiku!"

Renata hanya bisa mengangguk pada Andreas, bosnya itu bahkan mengumpat karena mendapatkan makian dari Gio, kalau menurutnya ini karena Lisa lelah melayani manjanya Gio di rumah, entah kenapa bayang mereka yang endak program hamil itu berputar di benak Renata, khawatir Lisa terus melayani Gio yang mudah terpancing.

Astaga, pikirannya terlalu jauh karena hal ini.

Tak lama dari itu, Lisa bergumam memanggil nama Gio, membuat Renata sontak berdiri dan menghampiri ranjang itu.

"Lis, kamu sudah sadar?" Renata genggam tangan Lisa.

Lisa mengangguk, dia pijat kepalanya.

"Mana yang sakit, hem?" Renata pindahkan tangan itu dan bergantian memijat pelipis dan kepala Lisa. "Apa kamu yakin tadi saat bertemu Eva tak meneguk apapun, pak Andreas khawatir dia memberikanmu sesuatu sampai jatuh sakit seperti ini."

"Tidak, aku hanya berbicara padanya sebentar, tak ada yang aku terima darinya, bahkan aku meninggalkannya. Ini pusing sekali, Ren!"

"Mana, biar aku pijat ya. Aku sampai berpikir kalau kamu lelah melayani Gio yang mood-mood-an itu, Lis. Aku mau meledak memaki Gio, tapi suamimu itu lebih dulu memaki pak Andreas, ahahahahah!"

"Memaki bagaimana?" Lisa ingin duduk, dia meminta Renata membantunya, bersandar pada tumpukan bantal, kantor ini cukup baik untuk pelayanan kesahatan.

"Hati-hati, kamu kan baru sadar, pak Andreas mau kamu diinfus, tapi suamimu melarangnya, memaki karena baru memberi kabar, terlambat katanya, aku sampai geleng kepala!"

Jangankan Renata, yang punya suami saja mau menahan malu ini kalau bertemu Andreas, bos tapi seperti tak punya kedudukan saja di sini.

Belum ada obat yang Lisa terima karena Gio melarangnya, hanya olesan minyak kayu putih dari Renata yang masih terasa panas di kening, hidung dan perutnya.

"Ren, apa mungkin aku hamil?" tanya Lisa meragu.

"Heh?" Renata mau melompat saja. "Hamil?" kan, kalau itu benar artinya sakitnya Lisa tak lebih dari kelelahan bersama Gio, pria itu, maksudnya pemuda kalau bagi Lisa dan dia, pasti tenaganya mengalahkan Lisa saja. "Kamu telat datang bulan?"

"Belum sih, cuman kan sebulan ini program sama dia, mana dia-" Lisa mau kelepasan, malu sendiri kalau membahasnya, sedangkan Renata hanya bisa gigit jari.

Dugaan yang harus segera mereka hentikan karena Gio tampaknya sudah datang, suara pintu terbuka dan Andreas terdengar, yakin kalau pria itu membawa suami dari pasien mendadak di sini.

Brak!

"Gi-"

Gio langsung berhambur memeluk Lisa, menenggelamkan wajahnya ke ceruk leher Lisa dan menghirup aroma khas istrinya itu.

"Maaf, Ica. Ini pasti karena aku membiarkan kamu bekerja dan bertemu dengan Eva, maafkan aku!" Gio gemetaran mengatakan hal itu, gemetaran karena emosi.

Andreas jentikkan jemarinya, dia ajak Renata pergi dari ruangan ini sebelum pingsan melihat dua sejoli ini memadu kasih.

Tak ada yang boleh masuk, Andreas seolah tahu bagaimana karakter Gio pada Lisa, dia yakin temannya sudah jatuh hati, bisa lebih dari Eva.

"Gi, mmmm, sudah, aku kan lagi sakit, kok malah diciumin!" Lisa rasa bibirnya kebas, suaminya itu terus saja menyerangnya tak tahu malu, untung Renata dan Andreas sudah ke luar, ruangan ini hanya tinggal mereka berdua. "Gi!" Lisa tahan dada suaminya.

Lisa takup wajah itu, menahannya agar tak menyerang lagi, bisa gila dan malu dia kalau suaminya terus begini.

"Ica, aku minta maaf!"

"Iya, tidak ada yang salah, sayang. Lihat, aku sudah sadar dan baik-baik saja."

Gio peluk sekali lagi, "Ayo, ke rumah sakit saja, aku tidak mau kamu kenapa-napa!"

"Iya, kita ke rumah sakit, aku juga khawatir kalau aku-"

"Kamu kenapa?" potongnya, mata Gio sudah menandakan kalau dia sangat cemas dan panik, tidak mau terjadi sesuatu pada Lisa. "Kamu kenapa, Ica? Akan aku haj-"

"Gi, mungkin aku hamil!" ganti Lisa yang memotong dan mengejutkan Gio.

Hamil?

Program itu masih baru dan dia mendengar kemungkinan itu dari Lisa, Gio belum bisa mencernanya dengan baik, dia hanya tahu membuat, tanpa tahu tanda-tanda yang ada.

Tapi, bila benar Lisa hamil, maka dia tak akan kehilangan Lisa sampai kapanpun, anak itu akan mengikatnya bersama Lisa selamanya.

"Benarkah itu?"

"Aku tidak tahu, aku hanya menduga saja, siapa tahu benar. Senang tidak?" Lisa usap pipi berahang keras suaminya.

Gio tidak bersuara, tapi dia tersenyum lebar sambil memeluk Lisa kembali, bisa Lisa dengarkan degub hebat di dada Gio, seolah ingin berteriak.

Tapi, ini masih praduganya Lisa, belum bisa dia pastikan sampai nanti hasil pemeriksaan itu ke luar.

Gio gandeng Lisa kuat-kuat, istrinya tidak mau digendong atau duduk di kursi roda, tentu saja Lisa malu, dia saja mau lewat pintu samping agar tak terlihat pekerja lainnya, jangan sampai dikira spesial karena ini dan ini, jadi tidak enak sendiri.

"Kak Ren, ada apa dengan kak Lisa?" Ares juga tampak cemas, dia ingin menegur Eva saja kalau bertemu.

Renata cegah itu, "Dia ke rumah sakit bersama suaminya, kamu tenang ya, jangan kasih tahu kakakmu masalah ini, dijamin tidak ada hubungannya dengan dia!"

Ares mengangguk, hampir saja dia mau memaki kakaknya itu, sungguh selalu membuat orang susah.

"Gi, sungguh aku tidak apa-apa, hanya mual sedikit dan pusing, sayang!"

"Mual dan pusing itu tidak sedikit, Ica!"

"Hmmm, kamu ini, kan sesak kalau begini!" Lisa tarik-tarik jaket yang Gio pasangkan padanya. "Sesak!"

Gio takup wajah Lisa, dia pandangi sekali lagi. "Ica, sabarlah. Aku takut kamu kenapa-napa, aku panik, Ica."

Mata tulus itu, Lisa akhirnya mengangguk, dia tak pernah melihat sorot mendamba dan berlebihan dari Gio, kali ini dia melihat itu dan hatinya sangat tersentuh.

"Gi, maaf ya."

"Kenapa, Ica?"

"Buat kamu balik ke kantor ku lagi, pasti kamu sibuk ya?"

"Aku akan lebih sibuk kalau Andreas tak memberitahuku!" Dia bisa tertawa sekarang. "Ica, jangan membantahku setelah ini atau aku bisa mengurungmu di rumah sampai beranak pinak!"

"Hei, nakal!"

Gio tak sabar sampai ke rumah sakit, dia ingin melihat dan tahu lebih jelas akan kondisi istrinya itu, apa benar Lisa hamil dan ada anaknya di rahim Lisa, jantungnya berdebar tidak karuan.