webnovel

SHEILA : Skate Love

Memberanikan diri dan merelakan hatinya jatuh kepada wanita yang acuh, dingin dan bermental baja? Ya. Itulah yang dilakukan seorang lelaki yang tidak pernah tahu bagaimana rasanya menjomblo. Ilham Satyanara. Lelaki tampan yang dikagumi oleh banyak kaum hawa, namun tidak pernah membuatnya menjadi seorang playboy atau bahkan mempermainkan hati wanita. Baginya, satu wanita saja cukup. Dan hanya satu yang harus ia bahagiakan. Bagi Ilham, dengan mudah mendapat dan mengambil alih hati wanita. "Nggak ada satu pun cewek yang mampu menolak pesona seorang Ilham" Kata-kata mutiara yang selalu ia lontarkan untuk membanggakan dirinya sendiri. Namun, memang benar adanya. Sayangnya, kata-kata mutiara tidak berguna dan tidak terpakai sama sekali ketika ia bertemu dengan seorang wanita yang dua tahun lebih tua di atasnya. Sheila Aksadana Setyaningrum. Gadis tomboy yang memiliki kharisma terpendam, namun enggan untuk membalas cinta Ilham. Sheila adalah seorang gadis yang memiliki hobi bermain skateboard. Ia senang hidup di atas panasnya aspal dan berbaur dengan para lawan jenis yang satu hobi. "Terus, kalo lo ganteng, bakal bikin gue cinta gitu sama lo? MIMPI!" Tapi tidak ada kata menyerah dalam kamus Ilham. Ia terus saja berusaha mencari cara untuk bisa mengambil hati Sheila. Sampai ia rela berlatih skate, hanya untuk menyeimbangi hobi Sheila yang sebenarnya sulit ia lakukan. (Halo.. Ini adalah karya keduaku. Semoga kalian suka, yaa! Jangan lupa review dan tinggalkan komen kalian!.) Cover by : @JieunDesign

Fenichaan · 若者
レビュー数が足りません
321 Chs

Kecurigaan Yang Mulai Terkuak

Di perjalanan menuju tempat latigan, Sheila dan Fayez saling melempar tawa dan bertykar cerita. Jika dilihat sepintas, mereka layaknya seperti sepasang kekasih yang tengah dimabuk asmara.

"Lo kenapa bisa ketawa sama gue? Bukannya si sekolah lo terkenal dingin dan cuek, ya?," tanya Sheila sebari memiringkan kepala.

"Hmm.. Gimana, ya? Gue itu nggak bisa langsung deket sama orang. Jadi gue cuma bisa ngobrol dan ketawa sama orang-orang yang udah deket," jelas Fayez yang masih fokus dengan jalanan yang sedang ia pijak.

"Oh, gitu. Berarti lo termasuk cowok misterius, ya." Sheila terkekeh. Karena melihat sikap Fayez padanya, seolah membantah perkataan teman-teman sekolah Fayez yang mengatakan kalau laki-laki itu memiliki sikap dingin yang seolah tak tersentuh kehangatan.

"Bukan misterius, sih. Lo tau temen-temen sekolah gue, kan? Si Agus, Sahroni, Galang, Samudera, mereka yang dulu pernah gue ajak latihan skateboard?."

Sheila nampak berpikir sebelum menjentikkan jarinya. "Gue inget! Temen-temen lo yang kocak itu, kan?," tebak Sheila dengan wajah berbinar.

"Iya. Yang selalu bikin gue malu," kata Fayez dengan nada menyesal sekaligus pasrah.

Fayez memang pernah sekali membawa teman-temannya untuk latihan skareboard bersama Sheila dan yang lainnya. Namun berujung dengan penyesalan. Karena mereka justeru membuat Fayez malu oleh tingkah laku mereka yang menyerupai anak kecil, terlebih karena mereka tidak piawai memainkan papan skateboard.

"Nah, gue juga kalau sama mereka sedikit diem dan cuek," ucap Fayez membuka suara lagi.

"Kenapa? Bukannya lo seharian sama mereka?."

"Iya, sih. Tapi kan itu di area sekolah. Gue nggak mau ada orang yang tau jati diri gue sebenernya."

Di belakang Fayez, Sheila memutar bola matanya jengah. Dasar laki-laki aneh!

"She, tunggu deh, itu bukannya Adi, ya?." Fayez menepikkan motornya karena melihat Adi yang sedang berjalan dengan seorang pria yang tidak ia kenal.

"Oh iya. Ngapain dia sama Aji?," tanya Sheila yang ikut menatap sahabatnya.

"Lo kenal?."

Sheila mengangguk, "Dia temen gue. Eh, bukan, maksudnya dia temennya Brama," ucap Sheila.

"Mau kita samperin?."

Sheila nampak berpikir beberapa detik. "Boleh deh."

Keduanya kembali duduk di atas motor dan menghampiri Adi yang sedang bersama Aji. Entah apa yang sedang dilakukan dua orang sesama jenis itu di taman seromantis ini.

"Adi!," teriak Sheila yang masih berada di pintu masuk taman.

"Lho, kalian ngapain ke sini?," tanya Adi menatap Fayez dan Sheila bergantian.

"Kita lagi nyariin lo. Kebetulan liat lo sama Aji di sini. Hai, Aji." Sheila menyapa Aji yang masih duduk di kursi taman sebari melambaikan tangannya.

"O-oh, ngapain nyari gue?," tanya Adi dengan sebelah alis terangkat.

"Ada yang mau kita obrolin sama lo," sela Fayez.

"Tentang apa?."

"Tentang apa aja. Kita ke tempat latihan, yuk!," ajak Sheila sambil meraih tangan Adi.

Adi gelagapan. Ia menoleh ke belakang untuk melihat Aji seolah tengah meminta persetujuan.

"Aji ikut aja sama kita, yuk. Biar rame. Lagian kalian ngapain berduaan sih? Di taman lagi, udah kayak orang pacaran aja," ujar Sheila dengan tawa kecilnya.

Adi terlihat gugup beberapa saat. "Ye.. Emangnya taman buat orang pacaran aja, apa? Gue sama Aji juga lagi saling curhat. Ya kan, Ji?."

"Iya. Kita juga lagi cerita-cerita kok, She. Gimana hubungan lo sama Brama?."

Aji sialan! Untuk apa dia menanyakan tentang Brama pada Sheila? Padahal jelas-jelas ia tahu kisah yang sebenarnya.

Sheila melirik Adi sekilas, "Gue sama Brama udah nggak ada hubungan apa-apa, Ji," jawab Sheila terus terang.

"Oh, sori. Gue nggak tau." Aji menggaruk tengkuknya. Tiba-tiba saja perasaan bersalah menjalar di hatinya. Terlebih ketika melihat raut wajah Sheila yang berubah sedih.

"Nggak apa-apa. Santai aja kali," jawab Sheila sebari menepuk pundak Aji.

"Katanya mau ke tempat latihan. Jadi, nggak?." Suara Fayez menginterupsi, memecahkan rasa canggung diantara Aji dan Sheila.

"Jadi, dong. Yuk! Gue boncengan sama Fayez," kata Sheila pada Adi dan Aji.

"Kalian jalan duluan. Nanti kita nyusul," sambung Adi.

"Ok. Cepetan, ya."

Adi dan Aji mengangguk sebari mengacungi jempol di udara. Sedangkan Sheila dan Fayez sudah pergi lebih dulu dan keluar dari taman pinggir jalan raya.

"Kamu serius mau ikut kumpul sama mereka?." Adi menatap Aji khawatir. Ia takut kalau kekasihnya itu tidak nyaman karena adanya Fayez dan Sheila.

"Aku serius. Lagipula kasian Sheila," jawab Aji.

Adi mengangguk dan tersenyum. "Ya udah, yuk!."

***

"She, coba lo liat belakang deh. Kok si Aji meluk pinggang Adi, ya?."

"Masa, sih?."

"Serius. Lo liat aja nih dari kaca spion."

Sheila menurut. Ia melirik kaca spion sebelah kanan milik Fayez.

"Oh.. Mungkin si Aji kedinginan kali," ucap Sheila.

"Kedinginan? Di siang bolong kayak gini dia kedinginan? Lo liat ke atas, matahari udah merah kayak gitu, mana mungkin ada dingin!."

"Iya juga, sih. Tapi mungkin si Aji lagi sakit demam. Makanya dia dingin di cuaca panas kayak gini."

Fayez berdecak kesal mendengar ucapan Sheila yang tidak masuk akal.

"Nggak mungkin. Muka dia aja gak pucet."

"Terus? Maksud lo mereka gay, gitu?," tanya Sheila sedikit kesal.

"Ya nggak tau juga, sih."

"Udah deh, lo jangan berpikiran yang aneh-aneh."

Fayez pasrah. Meski rasa curiganya terus berkelanjutan dan masih mencuri lirikan pada motor yang ditumpangi Adi dan Aji.

"Dania."

CKIIITTTTT

"Ya ampun!." Tubuh Sheila terhuyung ke depan, keningnya mencium helm milik Fayez yang sangat keras.

"Fayez!!!!!," teriak gadis itu di samping telinga Fayez.

"Astaga, Sheila! Lo nggak apa-apa, kan?."

Adi tergesa-gesa menghampiri Sheila yang sedang mengusap keningnya.

"Yez, lo apa-apaan, sih? Kenapa lo brenti ngedadak?." Adi mengomeli Fayez yang masih melongo menatap jalanan.

"Yez!," teriak Adi.

"Eh. Ya ampun, Sheila lo kenapa?," tanya Fayez dengan wajahnya yang polos.

"Kenapa, kenapa. Ini gara-gara lo tau, nggak. Ngapain lo brenti ngedadak, hah? Liat nih kening gue! Kejedot helm lo yang keras." Sheila marah. Ia mengomeli Fayez dengan suara nyaring di pinggiran jalan.

"Aduh.. Sori. Gue nggak sengaja," kata Fayez menyesal. Ia meraih kening Sheila dan mengusapnya, menggantikan tangan Sheila.

"Lain kali hati-hati dong, Yez. Lo boncengin anak orang, nih." Adi menatap Fayez sinis. Tidak rela melihat sahabatnya merasa kesakitan.

"Iya, Sori."

Adi kembali pada Aji yang masih duduk di motor.

"Kenapa?," tanya Adi pada Aji yang tengah menekuk wajahnya.

"Aku cemburu!," bisik Aji dengan berbisik.

"Emang lo tadi liat apaan, sih?," tanya Sheila yang hendak menaiki motor Fayez kembali.

"Gue tadi liat Dania," jawab Fayez dengan helaan nafas ringannya.

"Dania? Siapa?."

"Cewek yang sering gue ceritain."

Sheila ber oh ria. Mereka sudah kembali siap untuk melanjutkan perjalanan. Namun pikiran Fayez menjadi tidak tenang. Karena tadi Dania melihat dirinya yang sedang berdua dengan Sheila. Apa Dania akan cemburu? Atau justeru biasa saja?