webnovel

PENGINTAIAN 2

Arum baru saja sampai di apartemen sore hari. Setelah mentraktir Melodi tadi, ia pergi ke salah satu salon untuk perawatan rambut. Suasana apartemen tampak sepi. Arum tidak menemukan keberadaan Arga. Arum mengambil ponselnya di dalam tas dan segera menghubungi Arga. Nada sambungan terus terdengar. Arga tidak menjawab panggilannya.

"Kemana dia pergi? Ah...sudahlah, aku masak saja buat makan malam", pikirnya.

Arga sedang menemui Senja di pantai deket rumahnya. Pantai inilah yang dulu menjadi saksi atas pengakuan cintanya kepada Senja. Mereka sedang makan malam sekaliguhs menikmati sunset yang indah.

"Kamu kemana saja, kok akhir-akhir ini seperti menghindar dariku? Kamu juga susah dihubungi", tanya Senja.

"Maaf sayang. Aku sedikit malu ketemu kamu"

"Malu kenapa? Apa karena masalah tempo hari?", sela Senja dengan cepat. Arga hanya mengangguk.

Senja menghembuskan nafasnya pelan. "Itu memanglah aib keluarga kalian. Tapi aku juga tidak mempermasalahkan hal itu. Sebaiknya kalian selesaikan secara baik-baik". Arga menatap gadis di sampingnya itu, ia menggemgam erat tangan Senja.

"Maaf yaa sayang, aku telah mengabaikan panggilanmu".

"Lain kali jangan diulangi lagi, aku sungguh khawatir kemarin". Arga hanya diam.

"Maaf Senja, aku telah berbohong", batin Arga.

Arga kembali ke apartemen saat jam menunjukkan pukul 9 malam. Ia membuka pintu dan mendapati Arum yang tengah tertidur di meja makan. Ada beberapa hidangan yang telah dingin. Arga merasa bersalah dengan gadis itu. Arga mengusap lembut rambut Arum yang mengakibatkan Arum terbangun dari tidurnya.

"Emm...sudah pulang?". Arum melihat jam di dinding.

"Dari mana saja kok baru pulang?", tanya Arum sambil menghangatkan kembali makanan mereka.

"Aku ke rumah sebentar tadi. Mengambil beberapa pakaian"

"Emm...kita makan malam dulu ya. Aku tadi masak buat kita", ajak Arum.

"Aku tadi sudah makan malam", jawab Arga singkat.

Arum membalikkan tubuhnya dan menghadap Arga.

"Makan dimana? Sama mama?", tanya Arum menyelidik. Arga sedikit tergagap. "Emm..i..iyaa. Sama mama tadi di rumah". Arga berbohong kepada Arum. Tidak mungkin kan, dia bilang jika bertemu dengan Senja.

"Iya sudah. Kamu temani aku makan malam kalau gitu", pinta Arum dengan senyum manja.

"Ok sayang. Tapi aku mandi dulu yaa".

"Baiklah".

Di tempat lain, geng Keris Dewa tengah melakukan pengintaian di apartemen Arum. Mereka terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok satu, Zidan dan Ganden mengintai di tempat parkir basement. Sedangkan, Sakti dan Karjok tergabung di kelompok dua, melakukan pengintaian di lorong dekat pintu lift apartemen Arum.

Ting...suara pintu lift terdengar. Sakti dan Karjok menajamkan penglihatan mereka.

"Jok..Jok, Arga datang, Jok", ucap Sakti dengan suara sepelan mungkin.

Dari balik tembok, Sakti melihat Arga yang baru saja keluar dari lift. Arga berjalan dan berhenti di depan apartemen bernomor 184.

"Dasar Arga bangsat, dia benar-benar ada di sini", kesal Sakti.

"Berarti apa yang lo omongin ada benernya juga bro. Mereka memang melakukannya atas dasar suka sama suka", jawab Karjok membenarkan ucapan Sakti tadi siang.

"Tapi kita nggak tahu apa yang mereka lakukan di dalam, Jok". Sakti mengusap rambutnya dengan kasar.

"Apalagi kalau bukan tidur bersama, Sak. Laki-laki dan perempuan yang masih single tinggal bersama, kalau nggak itu apa lagi".

"Bukan itu maksud gue, Jok. Gimana cara kita membuktikan hal itu?". Karjok juga nampak berpikir keras.

"Kita ke Zidan dan Ganden dulu aja yuuk, Jok", ajak Sakti.

Di dalam mobil, Zidan sedang menajamkan penglihatannya. Tadi ia sempat melihat Arga di tempat parkir basement.

"Den, menurut lo Arga beneran melakukan hal itu atau tidak?". Ganden hanya diam saja mendapat pertanyaan dari Zidan. Ia masih kesulitan bicara. Giginya masih terasa nyeri jika digerakkan. Zidan menatap sahabatnya itu dengan iba.

"Lo beneran sakit gigi, kan Den? Lo bukan sengaja diemin gue, kan?". Ganden hanya menggelengkan kepalanya. Kasihan sekali melihat wajah Ganden. Ia seperti sangat kesakitan. Sungguh tidak tega sebenarnya mengajak Ganden mengintai dengan kondisi seperti ini. Tapi bagaimana lagi, ia sendiri yang memaksa ikut.

"Sepertinya memang sakit gigi. Di lihat dari wajah lo yang mengenaskan itu", ujar Zidan terlihat cemas.

"Biasanya lo yang paling nggak bisa diem, sekarang jadi kicep, kan. Den...Den, udah gede juga masih aja sakit gigi lo. Kebanyakan makan permen sih..", Zidan terkekeh pelan. Ganden memberikan satu pitakan ke kepala Zidan. Yang membuat Zidan meringis kesakitan. Zidan hendak membalas namun sebuah ketukan di kaca mobil membuat Zidan mengurungkan niatnya.

"Masuk, Sak". Sakti dan Karjok duduk di jok belakang.

"Bener kata lo, Dan. Arga benar-benar masuk ke apartemen Arum. Kata lo tadi apartemen nomor 184, kan?"

"Iya bener, Sak. Apartemen nomor 184"

"Tadi gue lihat Arga masuk ke situ"

"Lalu bagaimana ini, Dan? Apa rencana lo setelah ini?", tanya Sakti.

"Gue juga masih bingung, Sak. Kita nggak tahu kan mereka di dalam ngapain saja?", jawab Zidan bingung.

"Bener, Dan. Tapi yang jelas mereka menginap bersama itu benar. Entah mereka melakukan itu atau tidak kita nggak bisa nyari buktinya. Menurut gue, lebih baik sekarang lo bilang ke Senja terlebih dahulu deh. Itu yang paling penting menurut gue", jelas Sakti panjang lebar. Zidan tampak memandang jauh. Memikirkan nasib Senja setelah ini.

Mereka terus melakukan pengintaian hingga subuh menjelang. Mereka bergantian jaga. Dan memang benar, jika Arga menginap lagi di apartemen Arum. Kemudian mereka memutuskan untuk pergi. Zidan mengantarkan Karjok, Ganden, dan Sakti secara bergantian.

"Kapan rencananya lo mau bilang ke Senja, Dan?", tanya Sakti saat tinggal mereka berdua di mobil.

Zidan mengangkat bahunya tanda tidak tahu.

"Gue nggak tahu, Sak. Gue nggak tega buat ngasih tahu dia"

"Apa lo tega jika Senja disakiti lebih jauh lagi oleh Arga, Dan? Apa lo nggak kasihan sama dia?"

"Gue kasihan sama dia, Sak. Tapi gue juga nggak mau dia sakit hati"

"Kalau lo tetap diam, lo malah semakin membuatnya tambah sakit hati, Dan. Lebih cepat lebih baik". Sakti memberikan saran dan masukan kepada Zidan.

"Pikir baik-baik saran dari gue. Lebih cepat lebih baik. Demi Senja".

Sakti turun dari mobil. Zidan menerawang jauh ke depan. Pikirannya terus tertuju kepada Senja.

"Bagaimana cara mengatakannya, agar dia tidak terlalu terluka yaa?", pikir Zidan.

Hari ini, Zidan dan anggota Keris Dewa lainnya memutuskan untuk tidak masuk kuliah. Mereka terlalu lelah karena pengintaian semalam. Apalagi sakit gigi Ganden bertambah parah. Kasihan sekali dia. Sebelumnya, Zidan sudah memerintahkan anggota Keris Dewa yang lain untuk mengintai Arga dan Arum saat mereka di kampus. Septa dan Vivi sudah bersiap.

-oo0oo-

Nb : Jangan lupa support karya author yaa 🌈

Biar author semakin semangat up nya. Selamat membaca !! Kesel banget gak sih kalau ketemu laki-laki macam si Arga?