webnovel

VIVI, SEPTA & RINA

Pagi tadi, Vivi dan Septa mendapat telepon dari Zidan yang menyuruhnya untuk mengintai Arga dan Arum.

"Hai, Vi", sapa Septa yang baru datang.

"Eh..hai, Sep. Lo baru sampai?"

"Iya nih, sorry yaa telat. Tadi di jalan macet parah. Gimana hari ini?", tanya Septa setelah duduk di depan Vivi.

Mereka sedang di kantin kampus untuk merancang rencana pengintaian mereka hari ini.

"Tadi gue lihat mereka berangkat bareng, Sep. Gue lihat pas di tempat parkir tadi. Gila lo, gue sudah dari tadi di sini. Lo malah telat, parah lo!, keluh Vivi.

"Sorry..sorry, Vi. Nggak sengaja gue".

"Terus gimana rencana hari ini?", tanya Septa pelan. Vivi membenarkan duduknya agar lebih condong ke Septa.

"Kita sarapan dulu pastinya. Habis itu kita langsung cus ke kelas Arum dulu. Soalnya menurut gue Arum lah yang paling mencurigakan"

"Baiklah kalau gitu. Kita bolos lagi nih hari ini?". Septa sedikit khawatir karena memang mereka sering bolos kuliah akhir-akhir ini.

"Iya lah, Sep. Si Zidan, Karjok, Sakti, sama Ganden juga bolos mereka. Tadi malam mereka ngintai sampai subuh. Katanya sekarang nggak kuat bangun", Vivi dan Septa terkekeh pelan.

"Iya udah, ayo cepat kita selesaikan sarapannya. Dan pergi mengintai", ajak Septa.

"Gila ya si Arga, benar-benar tega sama Senja", ucap Vivi disela-sela sarapannya.

"Bukankah sudah sejak dulu ia seperti itu?", tanya balik Septa.

"Gue kira dia sudah tobat karena dekat sama Senja. Ternyata lebih parah lagi".

Tidak ada percakapan lagi setelah itu. Mereka fokus pada makanan masing-masing.

Senja dan Rina sedang di laboratorium. Akhir-akhir ini tugas kuliah mereka sangat banyak. Mereka sudah seperti penghuni tetap laboratorium. Penelitian, penelitian, dan penelitian. Tidak ada waktu untuk bersantai-santai ria. Bahkan untuk sekedar makan di kantin pun harus menyempatkan.

"Sen, gue ke kantin dulu ya. Lo mau nitip apa?", tanya Rina.

"Nitip minum deh, Rin. Sama salad yaa".

"Lo nggak nitip makanan berat, Sen. Dari tadi pagi kan lo belum sarapan?".

"Enggak. Gue lagi diet. Haha"

"Diet mulu lo ah..badan udah bagus gitu. Apa kabar gue yang udah kayak badak laut gini?". Ujar Rina mengusap perutnya yang sedikit membuncit. Karena kesibukkannya, Rina jarang sekali berolahraga. Begitulah akibatnya, makan sedikit saja perut sudah buncit.

Rina berjalan menyusuri koridor. Ia berjalan sedikit terburu-buru untuk mengejar waktu. Ia tidak mau terlalu lama meninggalkan tugas-tugasnya yang masih banyak itu.

Saat sampai di kantin, samar-samar ia mendengar nama Arga dan Senja disebut-sebut. Ia sedikit melirik ke sumber suara. Ada Septa dan Vivi. Ia kenal karena pernah melihat mereka di markas Keris Dewa tempo hari.

"Arga? Tega sama Senja? Tobat? Lebih parah?", batin Rina. Ia berdiri agak mendekat ke meja Septa dan Vivi untuk mendengarkan pembicaraan mereka.

Vivi sudah menghabiskan makanannya. Ia hendak berdiri untuk mengembalikan alat makannya. Namun ia terperanjat kaget, saat tanpa sengaja menyenggol lengan Rina yang berdiri di dekatnya.

"Astagaa...", pekik Vivi yang membuat Septa ikut berdiri. Mereka saling memandang satu sama lainnya.

"Apa maksud ucapan kalian tadi? Arga tega sama Senja, kenapa?", tanya Rina penasaran.

"Lo salah dengar kali. Siapa yang ngomongin Arga sama Senja. Kurang kerjaan banget", sela Vivi. Septa menutup rapat-rapat mulutnya. Ia takut keceplosan.

"Gue dengar tadi. Kenapa Arga tega sama Senja? Ada yang kalian tutup-tutupi, yaa?", selidik Rina.

"Kenapa punya telinga tajam bener sih, ini anak", batin Vivi frustasi.

Vivi dan Septa mengabaikan pertanyaan Rina. Mereka segera mengembalikan peralatan makannya. Mereka harus segera menghindar dari Rina, sebelum ia bertanya lebih jauh.

"Eh..eh..mau kemana kalian? Kalian belum menjawab pertanyaanku?", pekik Rina sedikit berlari menyusul mereka berdua. Tapi terlambat. Vivi dan Septa sudah lebih dulu pergi menjauh dan menghilang entah kemana.

"Ada yang nggak beres nih", batin Rina. Ia sangat penasaran.

"Gila. Hampir saja ketahuan. Bisa gagal nih rencana kita", ujar Vivi sedikit ngos-ngosan.

"Lagian kenapa juga sih si Zidan merahasiakan ini dari Senja? Bukankah lebih cepat Senja tahu lebih baik", tanya Septa.

"Gue juga nggak tahu, Sep. Katanya tadi mau ngumpulin bukti dulu, gitu".

"Sudah yuk..ah, kita ke kelasnya Arum", ajak Vivi. Mereka bergegas ke fakultas kedokteran sebelum Rina menyusul mereka.

Setelah sampai di gedung fakultas, ia mencari kelas Arga dan Arum. Mereka melihat-lihat sekitar dan celingukan. Ini pertama kalinya mereka masuk ke dalam fakuktas kedokteran. Mereka tidak tahu menahu soal tempat ini. Seingat Vivi, tadi Zidan bilang jika kelas Arga dan Arum di ruang 207. Ruang kelas 207 tampak sepi. Tidak ada mahasiswa kedokteran sama sekali di sini.

"Kok sepi, sih?", kesal Septa.

"Kemana perginya mereka semua?". Vivi terlihat kesal. Mereka hanya berjalan mondar-mandir di depan kelas. Berpikir keras.

"Kenapa kalian di sini?", tanya Senja yang tiba-tiba datang dari arah belakang mereka.

"Eh..Senja. Lagi ngapain di sini?, tanya balik Septa.

"Ini kan fakuktasku. Yaa aku di sini. Kemana lagi emangnya"

"Iya juga yaa..hehe. Kamu habis dari mana Sen?", giliran Vivi yang bertanya.

"Lagi di laboratorium. Ini keluar sebentar", jawab Senja singkat.

"Ohh..lagi di laboratorium"

"Kalian ada urusan apa kesini?"

"Emm..la..gi nyari teman gue. Katanya dari fakuktas kedokteran, sih", ucap Vivi sedikit gugup.

Senja melihat ruang kelas 207 yang tampak sepi.

"Teman? Di ruang 207?", tanya Senja.

"I..iyaa. Di ruang 207. Kemana mereka semua?", tanya Vivi mencoba santai. Gila sebenarnya mereka takut jika sewaktu-waktu Rina datang. Jika tidak mau ketahuan mereka harus segera pergi dari sini.

"Ohh...mereka sedang peninjauan di rumah sakit. Mungkin nanti siang baru pulang", ujar Senja.

"Oh..gitu. Baiklah. Gue balik lagi aja nanti. Kalau gitu, kita pamit dulu yaa. Bye..Senja", pamit Vivi dan Septa terburu-buru.

"Aneh. Kenapa harus berlarian sih mereka", pikir Senja.

Vivi dan Septa berlarian gedung menuju lift sebelum berpapasan dengan Rina. Gila. Mereka sudah seperti dikejar-kejar serigala. Keringat mulai bercucuran di dahi mereka.

"Aiishh...kenapa sial sekali hari ini. Dari tadi lari-larian terus", kesal Vivi dengan nafas yang ngos-ngosan.

"Ada manfaatnya juga tadi gue sarapan, Vi. Anjirr", ujar Septa tak mau kalah.

Saat berlarian menuju lift, dari kejauhan Vivi dan Septa melihat Rina yang berjalan ke arah mereka. Mereka langsung mengerem dan putar balik secepat kilat. Untunglah Rina tidak melihat mereka.

"Aahhh...sial. Kenapa dia kesini juga sih"

"Mereka lagi di laboratorium kan, Vi. Yaa jelas dia kesini lah". Vivi dan Septa sedang bersembunyi di tangga darurat. Nafas mereka sudah tidak teratur. Jantung mereka berpacu cepat.

"Gila. Takut beneran gue ketemu dia. Anjir", ucap Vivi pelan. Vivi mencoba mengatur kembali nafasnya.

-oo0oo-

Nb : Yukk bantu collect karya author. Biar tambah semangat updatenya. Selamat membaca 🌈