webnovel

Situasi yang canggung

Tut ... Tut.

Dirga mematikan telpon Amel, belum juga lelaki itu berkata, Amel kembali menelpon.

"Ada apa?" tanya Dirga ketus, dia menatap Aisyah sebal.

"Aby menelpon, dia ingin bicara sama kamu." Aisyah menyodorkan hape yang sedari tadi berada di tangannya, Dirga tertegun.

"Apakah Aby mendengar suara ku yang ketus?" tanyanya dalam hati. Sedikit ragu dia mengambil hape dari tangan Aisyah, lalu mendekatkan nya di wajah, karena Aisyah merubahnya ke mode speaker.

"Assalamualaikum, Aby."

"Waalaikumsalam, Dirga. Aby mau minta tolong, malam ini kamu nginap di rumah yah, Aby sama Abah tidak bisa pulang, besok subuh masih ada ceramah." Pak Imran berkata kepada Dirga.

"Oh, Iya, Aby. InsyaAllah malam ini kami bermalam di sini."

"Alhamdulillah, kalau begitu, lanjutkan telponnya, tolong hapenya di kasih sama Aisyah, saya mau bicara sama Ummi."

"Baik, Aby."

Dirga menyerahkan hape yang di pegangnya kepada Aisyah, sebelum keluar dari kamar, Aisyah sempat melirik tangan Dirga, dia melihat hape suaminya terus saja berdering.

Setelah Aisyah berlalu, Dirga kembali menatap hape yang sedang di pegangnya, dia tidak ingin mengangkat telpon Amel, dia tidak siap untuk berbohong.

Dia membiarkan saja telpon dari istrinya, setelah berhenti dia segera mengirim pesan kepada Furqan.

Dirga : Kalau Amel nanya, aku kemana, bilang saja aku lagi di luar kota, ada panggilan mengajar. Bilang juga di tempat ku tidak ada signal, kalau dia tanya kapan aku pulang, bilang besok atau lusa, kalau tidak ada halangan.

Dirga menyentuh kata Send, pesannya terkirim kepada Furqan, tak butuh semenit, pesannya sudah di baca oleh sahabatnya.

Dirga mondar mandir, dia menunggu dengan gelisah, karena Furqan tak juga membalas pesannya, padahal tanda centang dua biru sudah Dirga lihat.

Untunglah, setelah beberapa saat terlihat Furqan sedang mengetik dan chat Furqan masuk.

Furqan : Hampir saja kamu telat, dia sudah ada di ruang tamu rumahku.

Balas Furqan, dia juga mengirimkan foto diri Amel yang sedang duduk di depannya.

Dirga : Ok, amankan dia, kalau sampai dia curiga, kamu yang akan jadi tumbal, ini semua gara-gara kamu.

Dirga membalas Furqan, dia sengaja memberi ancaman kepada sahabatnya itu, dia takut jangan sampai Furqan tiba-tiba mengerjainya.

Furqan : Breg*ek, kamu yang belah duren, kok aku yang kena durinya.

Dirga tak lagi membalas pesan Furqan, dia menonaktifkan hapenya, lalu menyimpannya kedalam tas yang di bawanya.

Baru saja akan merebahkan diri, Aisyah kembali masuk kedalam kamar, terlihat gadis itu cuek kepada Dirga.

Dia mengambil baju tidur di dalam lemari, lalu melangkah ke kamar mandi, menutup nya dengan sedikit kasar.

"Apa Aisyah marah?" tanya Dirga dalam hati. "Tapi kenapa? Apa dia mendengar pembicaraan ku dengan Amel?" lanjutnya lagi.

Tiba-tiba saja Dirga merasa gelisah, dia seperti maling yang tertangkap basah. "Aduh, bagaimana cara menjelaskan nya?"

Aisyah keluar dari kamar mandi dengan pakaian tidur, dia menggunakan baju lengan panjang dan celana panjang.

Dirga sedikit kecewa, dia membayangkan akan melihat penampilan Aisyah seperti waktu di hotel. Dia ingin menegur istrinya, tapi egonya masih menguasai.

Aisyah mengambil mukenah dan sajadah, lalu melaksanakan shalat, seperti kebiasaannya.

Dirga menarik napas lalu menghembuskan nya pelan, melihat Aisyah dalam balutan mukenah dan dengan posisi shalat, membuatnya merasa bersalah.

"Mana mungkin dia bisa marah kepada istrinya hanya karena sebuah telpon, dia juga belum mencari tau kebenarannya dari Aisyah." Hatinya seolah berbisik, seperti sedang memberi tahu Dirga.

Lelaki itu menggeleng, dia tak mau mengakui kesalahannya, dia memilih merebahkan diri, lalu memejamkan mata.

Aisyah menangis dalam shalatnya, dia tau kalau ada yang salah, walaupun baru semalam dia sekamar dengan lelaki yang kini menjadi suaminya. Tapi, dia tau kalau lelaki itu sedang tidak baik-baik saja kepadanya.

"Ya, Allah, tunjukkan yang terbaik buatku, tolong jangan timpakan aku kesedihan dan kesengsaraan akibat memilih menjadi istri kedua. Ya, Allah. Aku tau aku salah, menerima pinangannya, hanya karena ingin mengejar cita-cita menjadi Arsitek. Tapi, tolong jangan hukum hamba secepat ini, biarkan hamba menjalani keputusan ini menjadi ibadah kepada-Mu. Tolong, hilangkan rasa cemburuku kepada istri pertamanya, jadikan suamiku lelaki yang bisa adil antara diriku dan istri pertamanya, tolong jauhkan pernikahan kami dari segala bentuk gangguan setan dan iblis yang ingin menjerumuskan kami ke lembah dosa, Aamiin."

Selesai berdoa, gadis itu merapikan mukena lalu beranjak mendekati suaminya yang telah tertidur lelap, Aisyah membaca doa dan dzikir Fatimah, sebelum dia merebahkan dirinya ke tempat tidur.

Aisyah berbaring terlentang, dia memejamkan mata, namun dia merasa sulit untuk tidur, dia lalu memalingkan wajah, menatap punggung Dirga, napas lelaki itu terdengar teratur, menandakan dia sudah berlayar di dunia mimpi.

Aisyah menelusupkan tangannya di balik lengan lelaki itu dari belakang, sebenarnya Aisyah malu, hanya saja dia merasa tak enak jika dirinya tidur tanpa mendengar suara Dirga.

"Rohi sudah tidur?" bisik Aisyah di telinga Dirga, napasnya yang hangat menyentuh telinga Dirga, membuat lelaki itu terbangun, namun dia belum bereaksi, dia ingin melihat, seberapa bsabar Aisyah menghadapinya.

Karena tak mendapat jawaban dari Dirga, Aisyah menghela napas panjang, dia kecewa karena Dirga tak merespon. Belum ingin menyerah, Aisyah mencium telinga Dirga, lalu mengigit pelan ujung telinga suaminya itu.

Dirga kaget karena perlakuan Aisyah yang tiba-tiba, dia membuka mata, tapi enggan berbalik, dia merasakan ada yang bereaksi di bawah sana.

"Hentikan, atau kamu tidak akan bisa tidur malam ini." Tentu saja dia hanya bicara dalam hati, dia belum berani mengatakan itu kepada wanita yang sedang berada di belakangnya.

Karena mengira Dirga belum bangun, Aisyah mengecup lembut pipi Dirga, lalu menjauhkan diri, dia menarik tangannya dari balik lengan Dirga, gadis itu berbalik, dia memunggungi Dirga.

Dirga yang merasakan bibir lembut Aisyah kembali memejamkan mata, dia mengira gadis itu akan menuntut untuk mencium bibirnya. Nyatanya, dia salah ketika Aisyah menarik tangannya, dia merasa kecewa.

Dirga menarik napas panjang, dia kalah, perlahan Dirga membalik posisinya, lalu menghadap Aisyah yang memunggunginya, kini giliran dia yang menelusupkan tangannya di balik lengan Aisyah.

Aisyah ingin berbalik, ketika merasakan tangan Dirga, namun dia harus berhenti dan tetap di posisinya semula, ketika ada sesuatu yang mengganjal di bagian bawah Dirga.

Akhirnya, dia membiarkan Dirga memeluk tubuhnya yang ramping, merasakan napas Dirga di ceruk lehernya, membiarkan bulu-bulu halus di wajah lelaki itu menyentuh pipinya.

Aisyah memejamkan mata, merasakan kelembutan lelaki bergelar suami itu. Dirga tak ingin memaksa Aisyah, dia cukup senang berada di posisi seperti itu, walaupun sesuatu sedang memohon untuk di keluarkan, tapi dia tetap bertahan, hingga keduanya terlelap dan terbuai mimpi indah.

"Astaghfirullah!"