webnovel

MARAH YANG CEMBURU

Sementara Harun tertegun mendengar semua perkataan Fatma. Dia menyesal telah berkata sesuatu yang menyakiti hati istrinya. Entah mengapa saat dia ingin berdekatan dengan Fatma, wajah Brian selalu hadir diantara mereka.

" Maaf, Ustadz!" sapa Kansa.

" Ya?" balas Harun.

" Ustadzah bilang minggu depan akan mengadakan tasyakuran hari kelahiran Ahil bersama anak-anak panti dan Ustadzah meminta izin pada Ustadz!" kata kata Kansa.

Harun menghela nafasnya, Fatma menepati apa yang tadi dikatakannya.

" Kenapa tidak bilang sendiri?" tanya Harun.

" Ustadzah lagi mandikan Adek Anil!" kata Kansa.

" Setelah mandikan kan bisa!" kata Harun sedikit kesal.

" Kata Ustadzah bukannya Ustadz ada jadwal perkara?" kata Kansa lagi.

" Astaughfirullah, saya hampir lupa!" kata harun menepuk keningnya.

" Semua keperluan Ustadz sudah ada di dalam mobil dan jangan lupa memakai pakaian dasi dan jas!" kata Kansa lagi.

" Trima kasih!" jawab Harun yang kemudian beranjak dari kursinya dan masuk ke dalam kamarnya.

Terlihat satu stel pakaian tergantung di depan pintu walk in closet. Harun meraihnya dan memakainya dengan cepat.

" Astaga, siapa yang memasangkan dasinya?" ucap Harun ambigu.

Harun keluar dari kamar dengan dasi di saku jasnya.

" Maaf, Ustadz, kalo saya lancang! Kata ibu saya suruh pasangkan dasi Ustadz!" tiba-tiba Kansa sudah berdiri di depan kamarnya.

" Apa?" teriak Harun terkejut.

Dia menghembuskan nafasnya dengan perasaan kesal. Bagaimana bisa Fatma membiarkan orang lain yang bukan muhrimnya menyentuh dirinya? Kekesalan Harun sudah sampai pada puncaknya. Dia kemudian masuk ke kamar Anil dan melihat Fatma sedang menyusui putranya itu. Harun mengurungkan niatnya lalu meraih ponsel yang ada di saku celananya.

" Halo, Pak Robi? ....."

Akhirnya Harun pergi dengan perasaan kesal dan wajah cemberut. Sidang yang dihadirinya juga harus ditunda karena dirinya yang tidak fokus pada persidangan pagi itu.

Sudah seminggu ini Fatma kembali menjadi Fatma yang dulu dan saat ini dia lebih banyak diam daripada bicara. Jika selama ini dia masih mau berbicara saat melakukan apapun di depan Harun, mulai seminggu yang lalu dia hanya diam saja tanpa ada ekspresi di wajah cantiknya.

" Hahaha! Ummi bisa saja!" terdengar tawa Fatma yang telah lama tidak Harun dengar.

Harun melihat ada mobil Abanya di halaman rumah, dia bergegas berjalan ke teras samping rumah.

" Assalamu'alaikum!" sapa Harun.

" Wa'alaikumsalam!" sahut semua yang ada di teras belakang.

" Baru pulang?" tanya Emir dengan wajah sedikit menggelap.

" Ba!" panggil Zahra mengusap tangan suaminya.

" Iya, Ba! Banyak pekerjaan!" jawab Harun sedikit takut.

" Apa pekerjaan lebih penting dari keluarga?" tanya Emir lagi.

" Maaf, Ba! Biar Kak Harun membersihkan tubuhnya dulu!" potong Fatma tanpa melihat suaminya.

" Kamu lihat? Istrimu tidak pernah mengeluh sedikitpun dengan keadaannya, apa kamu pernah memikirkan semua itu?" kata Emir lagi.

" Aba! Sudah! Ada Anil!" kata Zahra lagi.

" Astaughfirullah!" ucap Emir menyesal, karena ada cucunya di pangkuan istrinya.

" Antar suamimu ke kamar, Nak!" kata Zahra melihat ke arah Fatma.

" Jangan lupa juga pesananku,!" ucap seorang pria yang tiba-tiba berdiri di belakang Harun.

Harun memutar tubuhnya, matanya melotot melihat pria di hadapannya.

" Kapan lu datang?" tanya Harun.

" Kemarin!" jawab pria itu dengan cuek dan duduk di samping Fatma, membuat Harun semakin melotot.

" Iya, Kak!" jawab Fatma yang sedikit menggeser duduknya.

" Pesanan apa? Jauh-jauh lu dari istri gue!" kata Harun kesal.

" Gak deket ini! Kepo lu!" sahut pria itu.

" Dia istri gue! Dan lu cuma sepupu gue, bukan muhrim!" balas Harun cepat.

" Idih! Posessif banget jadi misua!" sindir pria itu.

" Biarin!" balas Harun yang membuat Fatma ternganga tidak percaya jika suaminya memiliki sifat kekanak-kanakan seperti saat ini.

" Mana ada suami yang pulang malam-malam gini padahal ada istri cantik di rumah! Awas disamber orang baru tau rasa!" kata pria itu lagi semakin menggoda sepupunya.

" Siapa yang berani? Mau mampus? Gue mampusin beneran tu orang! Awas aja kalo berani-berani deketin istri gue!" Harun semakin marah mendengar godaan sepupunya.

" Makanya istri cantik jangan suka ditinggal lama-lama!" sindir Emir seakan membantu keponakannya untuk mengintimidasi putranya.

" Aba kok ikut-ikutan? Emang seneng kalo anaknya jadi duda?" kata Harun kesal.

" Astaughfirullah, Abang! Hati-hati kalo bicara!" tegur Zahra.

" Astaughfirullah! Ini gara-gara elu! Aba juga!" kata Harun dengan wajah cemberut.

Sedari tadi Fatma hanya terdiam menahan tawa melihat tingkah suaminya. Dia merasa bersyukur dengan kejadian malam ini, karena dia bisa mengetahui isi hati suaminya yang sebenarnya.

" Kok, gue? Emang lunya aja yang bucin sama Fatma!" sindir pria itu.

" Kalian ini kalo sudah ketemu! Pasti ribut!" kata Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya.

" Sejak kapan lu panggil istri gue dengan nama itu? Jangan macem-macem, ya! SKSD!" kata Harun semakin kesal.

" Kan..."

" Sudah! Bawa suamimu istirahat, nak!" kata Zahra.

" Iya, Ummi!" jawab Fatma.

" Biar nanti Anil tidur sama Ummi! Ummi kangen banget!" kata Zahra.

" Semoga dia seneng tidur sama Neneknya!" ucap Fatma.

" Ayo, Ba!" ajak Fatma.

" Permisi, semua!" sapa Fatma.

" Sampai besok pagi, Fatma!" sapa pria itu.

" Hasannnn!" panggil Zahra dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.

" Canda, Tante!" sahut Hasan nyengir.

Sedangkan Harun membulatkan kedua matanya dan melotot ke arah Hasan. Fatma sudah berdiri dan berjalan ke kamarnya diikuti oleh Harun dengan perasaan kesal. Setelah sampai di dalam kamar, Fatma masuk ke dalam walk in closet untuk mengambilkan pakaian tidur milik Harun. Harun yang duduk di sofa hanya melihat apa yang dilakukan istrinya. Fatma meletakkan pakaian Harun di tempat gantungan pakaian.

" Setelah mandi turunlah, Ummi akan memanaskan makanan!" kata Fatma tanpa melihat pada Harun sama sekali.

" Aba sudah makan tadi!" sahut Harun pelan, dia takut mengecewakan istrinya.

Fatma menghentikan langkahnya, hatinya merasa kecewa mendengar jawaban Harun.

" Kalo begitu Ummi akan menemani Ummi dan Aba di samping!" kata Fatma.

Harun membulatkan matanya mendengar ucapan Fatma. Dia tidak mau kalo Fatma akan bertemu dengan Hasan lagi tanpa dirinya. Dengan cepat Harun memeluk pinggang istrinya dari belakang saat Fatma sudah di depan pintu kamar mereka. Deg! Jantung Fatma rasanya ingin mencelos merasakan pelukan tangan suami yang sudah beberapa minggu ini tidak dirasakannya. Mata Fatma terpejam merasakan hangatnya pelukan sang suami yang terasa sangat nyaman dan memabukkan.

" Temani Aba!" bisik Harun kemudian pria itu menghirup dengan dalam aroma tubuh istri yang telah lama diabaikannya itu.

Darah Fatma berdesir mendengar suara lembut suaminya yang telah kembali seperti dulu lagi. Fatma pasrah menerima semua belaian dan cumbuan dari suami yang sangat dicintai dan dihormatinya itu. Bibir wanita itu mendesah dan tubuhnya meremang saat sentuhan demi sentuhan di berikan oleh Harun. Hasrat yang selama ini terpendam seketika meluap malam itu juga hingga Harun tidak membiarkan istrinya itu terlepas walau hanya beberapa menit saja. Harun meluapkan segala hasratnya yang selama ini hanya bisa dilepaskan dengan bersolo ria.