webnovel

Sang Nona Muda Antagonis

Dracella disodorkan dua pilihan, mati di tangan para pemuja ritual gila atau menerima untaian benang yang dikirim salah satu penghuni kegelapan. Pewaris tunggal keluarga Silvester itu memilih meraih untaian benang terkutuk, tentu saja. Ia menenggelamkan dirinya dan menyematkan gelar sang antagonis di kedua bahunya. "Dan aku memberikanmu nama, Kieran. Mulai saat ini patuhi setiap perintahku, maka sesuai perjanjian kita kau dapat memiliki jiwaku." Ikatan yang melawan Tuhan membawanya menuju jalan bercabang, sehingga tidak hanya satu ikatan melainkan dua sekaligus digenggamnya, bukan hanya jiwanya saja. Bahkan tubuh, dan benda yang disebut cinta ia berikan. "Duke Alastair Dex Salvador, saya akan menjadi perisai dan membantu Anda membalaskan dendam. Kita akan melindungi punggung satu sama lain, dan saya akan memberikan segalanya pada Anda." Hingga akhirnya mereka yang terikat memandangnya dengan sirat menginginkan. Berakhirlah ketiga sosok ini dalam merebutkan kekuasaan, cinta serta hasrat. Dan sang nona muda antagonis adalah awal dari segala kegelapan.

AudreanaIvy · ファンタジー
レビュー数が足りません
143 Chs

Romansa-Picisan Para Bangsawan

Perburuan pada musim ini digelar di wilayah hutan selatan, dihadiri oleh para bangsawan. Dan seperti biasa sang nona muda Silvester menjadi pusat perhatian sebagai seorang wanita yang terkenal hebat dalam perburuan. Kieran kini berada di sampingnya dengan seekor kuda hitam miliknya, sementara kuda putih milik sang nona muda.

Keduanya tengah bersiap untuk acara perburuan tahunan yang memang menjadi kegiatan rutin di penghujung musim panas. Dracella tidak hanya ditemani butlernya saja, tidak jauh dari tempat mereka berdiri seorang pria bersurai platina yang berhasil membuat para hawa menjerit histeris. Siapa lagi jika bukan tunangan tersayangnya, duke Alastair Dax Salvador.

"Wah, Nona Anda akan menjadi perbincangan setiap mulut karena berburu ditemani tiga pria tampan," ucap Darcel yang baru saja tiba, tangannya tampak penuh karena menggenggam tali kekang. Iris senja sang iblis melirik deretan wanita yang membentuk kerumunan riuh. Padahal mereka hanya sedang bersiap-siap saja.

"Kau bercanda? Menggelikan sekali," balas gadis bersurai keemasan pedas.

Dracella hanya melirik sekilas dan memutar matanya jengah, ia tidak peduli. Kemudian iris krimsonnya menangkap siluet gadis berambut senja yang sangat familiar, ia tengah berdiri di salah satu kerumunan. Tepatnya nona bangsawan itu sedang memandang intens pada sosok pria yang ada di sampingnya.

'Sudah kuduga. Menyebalkan sekali, apakah gadis itu tidak punya malu memandang tunangan gadis lain,' ujar Dracella dalam hati.

Nona muda Silvester itu semakin kesal saat mengetahui respon pria bersurai platina yang bahkan tidak sadar, jika ia telah menjadi tontonan setiap mata para gadis, termasuk si gadis berambut senja Veronica yang hadir dalam acara ini. Kieran yang menyadari perubahan mood sang nona yang tiba-tiba memburuk terkekeh pelan. Meski begitu sang butler memilih bungkam dan terus memperhatikan paras ayu gadis itu.

Dracella yang merasa panas akibat amarah akhirnya memilih untuk menjauh. Ia pun hendak memutar arah menuju kuda miliknya, sayang karena kecerobohannya, ia tersandung kakinya sendiri dan membuatnya hampir jatuh. Setidaknya ia tidak sempat mencium tanah karena sebuah tangan terlebih dahulu melingkar di pinggangnya. Tubuhnya direngkuh dalam sekali tarikan, sehingga ia menubruk sesuatu yang keras.

Memerah, itu adalah hal pertama yang diberikan tubuhnya sebagai respon saat ia membuka mata. Ia baru saja menyadari tangan siapa yang saat ini tengah melingkari pinggang rampingnya.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Alastair sembari melihat tubuh Dracella. Ia mencoba memeriksa, mencari di setiap sudut tunangannya yang mungkin terluka. Sementara Dracella masih terpaku. Tanpa sadar ia memandang iris keperakan milik sang duke. Semburat merah tiba-tiba telah menghiasi pipi.

"Astaga! Duke menangkapnya! Earl Silvester pasti sangat berdebar!" riuh para gadis dari kerumunan yang semakin membludak. Teriakan dan sedikit sorakan karena insiden kecil romansa itu memeriahkan suasana. Sayangnya, salah seorang dari mereka menatap penuh amarah. Alastair yang sadar dengan tatapan tajamnya justru memberikan sebuah seringaian culas.

"Y-ya! Tentu saja, aku baik-baik saja terima kasih. Jangan khawatir."

"Jika ada yang terasa sakit segera beritahu aku atau Kieran," kata Alastair sebelum gadis di hadapannya telah mengambil beberapa langkah menjauh. Lebih tepatnya Dracella sedang mencoba menurunkan panas di tubuhnya.

'Astaga … kenapa kau ceroboh sekali, Dracella! Berjalanlah dengan benar, demi apapun kau membuat dirimu sendiri malu!!' maki sang nona pada dirinya sendiri.

Belum juga ia berhasil meredakan rasa malu tiba-tiba kini tubuhnya kembali diam mematung saat benda kenyal mendarat di pipinya. Rasa panas kembali menjalar ke wajahnya, kali ini jauh lebih cepat dan panas dibanding sebelumnya.

Cup!

"Aku akan membantumu naik," ujar Alastair. Pria itu mengangkat ringan Dracella ke atas pelana. Ia tidak terlalu mempermasalahkan raut merah padam tunangannya itu, setelah apa yang baru saja ia lakukan.

'Apa salahnya? Dia tunanganku, milikku. Mencium pipinya bukan hal yang besar,' elak sang duke pada suara hatinya yang sempat mengingatkan tindakannya.

Sorak sorai ramai kembali terdengar seiring dengan amarah Veronica yang memuncak. Pada akhirnya gadis itu memilih menjauh dari kerumunan. Alastair yang telah bersiap di atas kuda hitam miliknya dapat memandang sosok gadis menyebalkan yang sedari tadi terus memperhatikannya.

Dengan begini setidaknya ia pasti akan mengambil jarak, lagi pula sesekali hiburan seperti ini memang perlu, begitu pikirnya. Dan tak lama kemudian acara perburuan dimulai.

***

Rombongan Alastair dan Dracella menapaki jalanan hutan tanpa mengucap satu kata pun. Tidak ada percakapan diantara mereka berempat. Para butler sedang sibuk mengamati keadaan sekitar, berjaga-jaga bila saja sesuatu menyerang mereka. Sementara, kedua tuan mereka sibuk dengan benak masing-masing. Termasuk Dracella yang tampak masih kesal setengah mati akibat tingkah sang duke beberapa waktu lalu.

"Apa kau masih marah?" tanya Alastair, tetapi sang nona Silvester memilih menutup rapat bibirnya.

"Apa kau masih cemburu?"

Pertanyaan Alastair yang baru saja dilontarkannya berhasil membuat Dracella langsung menarik tali kekang pada kudanya. Untuk sesaat ia berpikir jantungnya tercecer entah di mana. Bahkan setelahnya ia hampir kehilangan kendali kuda miliknya, jika saja Kieran tidak segera menyejajarkan langkah dan memegang kendali. Dracella mendelik ke arah sosok pria bersurai platina yang hanya menaikan alis, memasang wajah tidak berdosa sembari menarik kedua sudut bibirnya.

'Pria sinting!' umpat Dracella dalam benaknya.

"Mengapa kau mengatakan hal yang tidak masuk akal? Apa kau tidak lihat, aku hampir terjatuh dari kuda karena pertanyaan konyol mu itu?!" gerutu Dracella. Ia langsung kembali menjalankan laju kudanya dan berjalan mendahului para pria. Bukannya merasa bersalah sang duke justru terkikik geli. Ia mencoba menahan tawa dan berusaha untuk tidak membuat Dracella semakin kesal.

"Apa maksudmu dengan kenapa? Tentu saja aku tau ketika tunangan ku tengah cemburu." Alastair kembali menyejajarkan kuda mereka, tatapan tajam Dracella gagal menyerang pria bersurai platina itu, karena semburat merah di pipi putihnya makin tercetak jelas.

"Ha ...?! Siapa yang cemburu ... aku? Jangan konyol, kenapa aku cemburu?" elak Dracella yang langsung menghadap lurus ke depan setelah sadar ia baru saja menaikan suaranya menjadi beberapa oktaf lebih tinggi. Kieran dan Darcel terkekeh pelan. Suara kekehan mereka berhasil membuat sang nona menghentikan laju kudanya dan berbalik.

'Sialan! Dasar para pria tidak berguna!'

Kieran segera berdehem begitu pula dengan Darcel seakan tenggorokan mereka baru saja tersedak. Alastair sendiri tertawa kecil, ia memilih mengalihkan pandangannya. Sungguh ia tidak tahan melihat wajah imut tunangannya yang tersipu.

"Apa kalian ingin merasakan rasa dari peluru-peluruku? Siapa tau mungkin kalian akan tersedak salah satunya," kata Dracella yang telah mengangkat senapan laras panjang hitam miliknya, bersiap membidik seolah-olah ia hendak menembak.