Cukup lama Cleo hanya termenung menatap kedua serigala di hadapannya. Dia baru berteriak dan mendapati kesadarannya setelah menyaksikan bahwa sedetik setelahnya, pergulatan hebat pecah di antara kedua serigala.
Cleo menjerit, tatkala serigala putih mengoyak kulit berbulu milik serigala hitam. Darah merembes cukup banyak, sementara aumannya merobek suasana hutan sunyi pegunungan Reen.
Tidak punya pilihan selain melarikan diri, Cleo mencoba menyeret tubuhnya untuk menjauh. Tetapi, bahkan sebelum dia berhasil meninggalkan tempatnya, mendadak tubuh si serigala putih terpental dan menabrak pohon tepat di belakangnya.
Sekali lagi, Cleo menjerit.
Tangannya bergerak melindungi kepala. Puing-puing kayu beterbangan tepat di atasnya, dekat dan nyaris menimpanya. Tetapi anehnya, tidak ada satupun yang benar-benar berhasil menyentuhnya.
Mendadak Cleo gemetar. Tubuhnya sama sekali tidak bisa digerakkan. Sungguh, dia benar-benar ketakutan mendapati perseteruan sengit itu. Kemungkinan saraf-sarafnya melemah karena perasaan berlebih yang dia rasakan. Dia bahkan tidak sanggup berkedip begitu mendengar erangan keras berasal dari serigala hitam.
Tubuh serigala itu tidak lagi berbentuk. Hanya ada bekas cakaran dan koyakan gigi tajam milik si serigala putih.
Tetapi, ketika Cleo melirik ke arah serigala hitam yang sedang sekarat, mendadak manik gadis itu terbelalak terkejut saat mendapati serigala itu hendak bangkit. Detik berikutnya, Cleo melebarkan mulut. Tubuh si serigala hitam mendadak pulih. Sama sekali tidak ada luka atau bekas sobekan apapun di sana. Itu kembali mulus dan tanpa cacat.
"Oh, tidak!" Cleo memukul kakinya, memaksanya untuk bergerak agar dia bisa melarikan diri. Dari arah depan, serigala hitam yang telah pulih tahu-tahu bergerak cepat ke arahnya. Dedaunan di sekitar terhempas, saking cepatnya hewan itu berlari.
Apa yang harus dia lakukan?
Sepasang netra gadis itu bergulir, mencari keberadaan serigala putih yang telah mengalahkan si serigala hitam. Cleo bahkan tidak menyadari serigala itu telah menghilang dari tempat ini.
Nyatanya, Cleo tidak pernah menyadari dia akan berhadapan dengan seekor serigala. Dia sudah hidup selama 17 tahun di pegunungan ini, dan dirinya sama sekali tidak pernah mendapati hewan buas tersebut.
Lalu, dari mana asalnya?
Dengan rahang mengeras, pelipis dipenuhi keringat dingin, Cleo mencoba meraih kantung obatnya. Di dalam sana, ada beberapa ramuan beracun dan sebuah pisau lipat. Dia mungkin bisa mengatasi hewan itu bila mendapatkannya. Namun, Cleo lagi-lagi menjerit lantaran si serigala hitam telah menyambangi tempatnya, dan melempar jauh kantung obatnya.
"Sialan!" Cleo memaki.
Tetapi, ketakutannya mendadak muncul kembali saat menyadari bahwa kini, serigala berbulu hitam itu sudah melebarkan mulut di depan wajahnya. Hendak mencabik kulitnya.
Dan ...
CRASH!!
Cipratan darah memenuhi nyaris semua tempat. Potongan-potongan tubuh berjatuhan dan suara koyakan daging terdengar bersahut-sahutan. Auman si serigala hitam kian terdengar. Sementara di sisi lain, Cleo hanya bisa terpaku di tempat. Maniknya terbelalak, mulutnya membuka, sedang wajahnya berubah merah dalam sekejap. Percikan darah ikut mengenainya.
Nyatanya, bukan tubuh gadis berambut merah itu yang terkoyak. Melainkan, tubuh si serigala hitam. Cleo bahkan tidak menyadari dari mana datangan si serigala putih. Tetapi yang Cleo tahu, serigala itu telah menyelamatkan nyawanya.
Begitu Cleo mendapati kesadarannya, gadis itu lagi-lagi bergetar ketakutan. Potongan-potongan serta sisa daging di hadapannya mendadak menjadi momok mengerikan untuk dia saksikan. Perutnya bergemuruh, hendak memuntahkan isi di dalamnya saking mualnya.
Tetapi begitu dia mendongak, dia tidak lagi mendapati si serigala putih.
Ke mana perginya serigala itu? pikirnya.
Bergeser cepat, Cleo mencoba menjauh dari genangan darah. Kedua kakinya dia seret dengan susah payah. Dia bahkan tidak peduli bila rasa sakit membelenggunya tiada henti. Yang dia pikirkan hanya segera menjauh atau mulutnya benar-benar akan terbuka lebar, dan memuntahkan semua sup jamur yang dia konsumsi pagi tadi.
Tetapi, Cleo tercengang tatkala mendengar derap langkah kaki mendekat. Kakinya kembali dia seret hingga lecet sana sini. Jujur saja, dia terlalu takut mendapati fakta bahwa yang mendekat adalah serigala lain yang mungkin saja akan membunuhnya.
Tetapi begitu dia mendongak, sebuah tangan kekar yang besar telah meraihnya, menggendongnya hingga tubuh mereka berdiri. Gadis itu berada dalam gendongan Lucio.
Detik itu juga Cleo menangis sekeras-kerasnya. "Dari mana saja kamu, hah?! Aku hampir mati karena serangan serigala dan kamu tidak ada?! Menjengkelkan!"
Lucio tidak beraksi ketika Cleo meluapkan emosi dengan memukuli dadanya berulang kali. Mendadak pegangannya di pinggang Cleo mengerat, tatkala menyadari tubuh gadis itu bergetar ketakutan.
Lucio baru bergumam pelan saat mendapati Cleo mulai sedikit tenang. Hanya saja, napas gadis itu masih menderu cepat. Tampak sekali dia sedang mencoba mengatasi debaran jantungnya yang berdentum menggila.
"Aku minta maaf karena datang terlambat," Lucio bergumam, sedang maniknya bergulir menatap bangkai serigala hitam dengan rahang mengeras. Tangannya bahkan mengepal tanpa dia sadari.
Ketika dia berusaha mencari kantung obat milik Mr. Ramsley, mendadak wajahnya mendongak sebab mendengar auman tak biasa. Setahunya, pegunungan Reen tidak memiliki hewan buas.
Buncahan kekhawatiran pria itu kian bertambah saat menyadari asal suara berasal dari tempat di mana dia meninggalkan Cleo. Begitu dia mendapati kantung obat yang hilang, bergegas pria itu menyambangi lokasi sebelumnya. Sayangnya, sesuatu seolah sedang menahannya. Mendadak pria itu tidak dapat menemukan jalan kembali.
Dia hanya berputar di tempat yang sama selama beberapa menit. Sampai kemudian, Lucio mendengar teriakan keras milik Cleo. Teriakan gadis itu seolah membuka jalan untuknya sehingga dia dapat melangkah ke arah yang tepat.
"Sebaiknya kita kembali ke pondok."
Cleo menggeleng. "Tidak! Mr. Ramsley harus mendapatkan obatnya." Manik gadis itu terpejam. Kepalanya tahu-tahu berdenyut. Kemungkinan efek teriakan serta tangisnya menimbulkan gejala itu. "Dia harus meminum obatnya tepat waktu."
Lucio menarik napas. "Tetapi kamu tidak baik-baik saja."
"Tidak masalah."
Lucio mengeraskan rahang. Cleo ini adalah sejenis gadis muda yang keras kepala. "Aku akan tetap membawamu kembali ke pondok. Masalah obat Mr. Ramsley, aku sendiri yang akan mengantarkannya."
Cleo mendengkus. "Jangan seenaknya!" Gadis itu bergerak berontak di dalam gendongan Lucio. Tetapi ketika Cleo pikir Lucio akan menahannya tetap di tempat, nyatanya gadis itu salah. Sebaliknya, Lucio justru membiarkannya hingga tubuhnya berakhir jatuh ke bawah.
Ini sudah kedua kalinya pria itu bertindak menjengkelkan seperti itu.
"Aw!!" Cleo mengadu. Tangannya bergerak cepat mengusap bokong. Lalu, tatapannya bergegas berpindah menghunus sosok Lucio. Pria itu berdiri menatapnya dengan sorot datar. Sama sekali tidak ada bentuk kepedulian yang gadis itu dapati di sana.
"Lihat, kamu bahkan tidak sanggup bergerak dengan benar. Lalu bagaimana kamu akan menuruni dan mendaki gunung?" Sorot Lucio masih sama, tidak ada keramahan. "Jangan berpikir aku akan menggendongmu. Tetapi jika kamu mau bekerja sama dan kembali ke pondok, aku tidak keberatan untuk membantu."
Cleo mengeraskan rahang. Maniknya berkilat penuh amarah. Dia tentu saja tidak akan memilih satupun dari tawaran pria itu. Ego dan gengsinya menolak untuk melakukannya.
Mungkin akan lebih baik bila dia melakukan hal ini. "Kalau begitu, kamu pergilah. Aku akan tetap di sini." Cleo bersikukuh. Gadis itu membuang wajah ke arah samping, enggan menatap Lucio yang menjulang tinggi di hadapannya. "Aku yakin, Mr. Rolleen akan mencariku saat tahu dia tidak melihatku."
Tetapi detik selanjutnya, Cleo justru melebarkan mata saat mendengar Lucio menggumamkan sesuatu.
"Kalau begitu tinggal saja di sini seperti yang kamu inginkan. Berharap saja tidak ada serigala liar yang mendapatimu. Beruntung bila kamu masih selamat seperti tadi."
Sejurus kemudian, Lucio benar-benar melenggang pergi tanpa menatapnya lagi.
Cleo memaki, "Aku sungguh tidak akan menikahi pria semacam itu!" Bibirnya mencebik saat menambahkan, "apanya yang ingin membantuku apapun masalahnya. Tetapi lihat sekarang, dia bahkan meninggalkanku seorang diri."
Sialan!