Dengan tergesa-gesa, Jaehyang berjalan menuju kediaman nenek buyutnya. Setelah mendengar kabar kesehatan nenek buyutnya yang menurun, ia segera berganti pakaiannya dan pergi ke istana. Raut wajahnya jelas menunjukkan betapa sedihnya ia karena kondisi kesehatan nenek buyutnya itu. Langkah kaki pemuda itu melambat saat melihat ayahnya dan juga adik lelakinya. Ingin ia menarik ujung bibirnya untuk menyapa kedua orang itu, tetapi saat melihat ekspresi wajah Yi Jin yang tak bersahabat membuat dirinya mengurungkan niatannya tersebut.
"Wook-a, kau datang," ujar Raja Jeongwoo setelah mereka berada di jarak yang dekat.
Jaehyang menundukkan kepalanya untuk memberi hormat kepada mereka sebelum menjawab, "ye, Abba mama. Aku datang. Bagaimana kondisi halma mama?"
Raja Jeongwoo menghela napasnya berat. "Tabib mengatakan kondisinya cukup buruk jadi harus banyak istirahat," jelasnya.
"Begitu rupanya." Jaehyang mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Kalau begitu aku permisi untuk menemui halma mama."
"Ya pergilah," ujar Raja Jeongwoo dengan diakhiri seulas senyuman tipis. "Wook-a."
"Ada apa, Abba mama?" tanya Jaehyang yang baru saja akan pergi.
"Untuk sementara waktu, tinggallah di istana, ya?" usul Raja Jeongwoo. "Setidaknya sampai halma mama kembali sehat."
Jaehyang menggelengkan kepalanya sebagai tanda penolakannya. "Maafkan aku abba mama, tapi setelah ini aku akan pulang ke rumah."
"Tapi, Wook-a."
"Abba mama, sudahlah biarkan dia pulang setelah ini," ujar Yi Jin yang masih bersama dengan ayah dan kakaknya itu. "Dia bisa datang lagi besok, benar hyung?"
"Ya benar, Jeoha. Besok aku akan kembali ke istana menjenguk halma mama," jawab Jaehyang dengan senyuman tipis menghiasi wajahnya.
Raja Jeongwoo menghela napasnya berat. Ia merasa sedih karena tidak bisa bersama dengan putra sulungnya lebih lama lagi. "Baiklah jika itu keputusanmu."
"Kalau begitu aku permisi, Abba mama, Seja Jeoha."
~"~
Jaehyang terdiam sejenak di depan pintu kediaman sang nenek buyut. Ia sedang menenangkan dirinya karena ada kemungkinan ia akan menangis jika melihat kondisi nenek buyutnya itu. Diamnya Jaehyang tentu membuat pelayan pribadi yang melayani sang ibu suri istana ikut terdiam sembari memerhatikan sang pangeran agung itu.
"Mama, apa Anda tidak akan masuk?" tanya pelayan tersebut.
Jaehyang menolehkan kepalanya pada sang pelayan. Seulas senyuman tersungging tipis di wajahnya. Ia memberi jawaban dengan anggukkan kepalanya, tanda ia sudah siap untuk masuk bertemu dengan nenek buyutnya itu. Segera saja sang pelayan itu mengumumkan kedatangan sang pangeran dan dipersilakan oleh ibu suri istana di dalam sana.
Dua dayang muda yang berdiri di kedua sisi pintu membukakan pintunya untuk mempersilakan sang pangeran masuk. Senyuman di wajah Jaehyang kembali mengembang walaupun kedua matanya saat ini justru mulai berkaca-kaca ketika melihat ibu suri istana.
Tetua di istana ini ikut tersenyum saat melihat kehadiran sang cicit. Tangannya terangkat dan menyuruh sang cicit untuk segera masuk, karena saat ini Jaehyang masih berdiri di luar kamarnya.
Jaehyang menghela napasnya pelan sejenak sebelum akhirnya melangkah masuk ke kamar sang nenek buyut. "Halma mama," panggilnya dengan suara yang sedikit bergetar karena menahan tangisnya.
"Aigoo, cicit kesayanganku datang," ujar ibu suri istana terlihat senang. "Kemarilah, nenek buyutmu ini ingin memelukmu sekali."
Jaehyang menuruti permintaan nenek buyutnya itu. Ia mendekati wanita itu dan membiarkan sang nenek memeluknya dengan erat.
"Kenapa kau jadi jarang menemui wanita tua ini, eoh?" tanya ibu suri istana yang masih memeluk cicitnya itu.
"Maafkan aku karena tidak pernah menemuimu, Halma mama," ujar Jaehyang. "Halma mama, Anda harus sembuh, ya."
Ibu suri istana melepas pelukannya pada cicitnya itu. "Tentu saja aku akan sehat, Wook-a. Tidak lama lagi nenekmu ini pasti akan kembali sehat," ujarnya dengan senyuman masih mengembang di wajahnya yang sudah berkeriput. "Benar juga, apa kau mau minum teh dan makan camilan?"
Jaehyang menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu, Halma mama. Aku masih kenyang," jawabnya berbohong. "Halma mama, lebih baik Anda beristirahat saja. Aku akan menemanimu."
"Baiklah, aku akan beristirahat agar pulih lebih cepat."
~"~
"Orabeoni!"
Panggilan dari Putri Soojin membuat langkah Jaehyang yang sedang dalam perjalan ke kediamannya itu terhenti. Pemuda itu menyunggingkan seulas senyuman saat melihat adik perempuannya tengah berjalan ke arahnya.
"Kau dari kediaman halma mama?" tanya Soojin setelah berada di hadapan kakak tertuanya itu.
Jaehyang menganggukkan kepalanya. "Dia sedang tidur saat ini, jadi jika kau ingin menemuinya, lebih baik nanti saja," jelasnya seolah tahu jika adik perempuannya ini akan mengunjungi nenek buyutnya.
"Begitu rupanya." Soojin mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Kau akan langsung pulang?"
"Ya, aku akan langsung pulang, kenapa?"
"Tidak apa-apa, hanya bertanya," jawab Soojin.
"Ya sudah, aku akan menemui abba mama dulu baru pulang. Sampai bertemu nanti."
~"~
Ratu Kim yang baru saja akan memotong salah satu dahan dari pohon bonsainya itu terdiam setelah mendengar suara Yoo Sanggung di luar sana, yang mengumumkan kedatangan dari Jaehyang. Ia sangat terkejut karena anak tertuanya itu tiba-tiba saja datang untuk mengunjunginya. Wanita itu kembali melanjutkan kegiatan yang sempat tertahan tadi tanpa memberikan jawaban apapun. Ia tidak ingin bertemu dengan putra sulungnya itu hanya empat mata saja.
Sementara itu di luar kediaman sang ratu, Jaehyang yang sengaja mengunjungi ibunya itu hanya bisa menghela napasnya berat. Ia tersenyum simpul karena rupanya sang ibu masih tidak ingin bertemu dengannya.
"Mama, apa hamba perlu mengumumkannya lagi?" tanya Yoo Sanggung.
Jaehyang menggelengkan kepalanya pelan. "Tidak perlu, Yoo Sanggung. Aku akan pulang saja, tolong sampaikan salamku kepada eomma mama."
"Ye, Daegun Mama."
Dengan perasaan sedih dan sakit karena tidak dianggap oleh sang ibu, Jaehyang memilih untuk meninggalkan kediaman ibunya itu. Mungkin seharusnya ia tidak perlu mampir ke tempat ini, padahal ia sudah tahu jika dirinya pasti akan ditolak atau tidak dianggap seperti tadi.
~"~
"Jadi pendaftaran untuk pemilihan putri mahkota akan ditunda sejenak?"
Kim Chae Yoon terlihat bersedih setelah mendengar apa yang disampaikan sang ayah beberapa detik yang lalu. Karena kondisi ibu suri istana yang tidak dalam kondisi baik, raja memutuskan untuk mengundur pendaftaran serta seluruh rangkaian pemilihan putri mahkota hingga ibu suri istana kembali sehat.
"Kenapa kau terlihat bersedih, Aga?" tanya Nyonya Kang sang ibu.
"Tentu saja aku sedih karena pemilihan itu diundur. Padahal aku sudah sangat menanti hari pemilihan dimulai, tapi hal ini justru terjadi," jelas Chae Yoon.
"Sudahlah, tidak perlu terlalu bersedih. Wang daebi mama adalah orang yang kuat dan hebat, jadi beliau pasti akan segera pulih, Chae Yoon-a," ujar Tuan Kim mencoba menghibur putrinya itu.
"Tapi, bagaimana jika sampai---"
"Doakan yang terbaik untuk beliau, Kim Chae Yoon," ucap Nyonya Kang memotong ucapan anaknya, karena ia tahu apa yang akan dikatakan gadis itu selanjutnya.
"Aemi-mu benar, lebih baik kau mendoakan yang terbaik untuk wang daebi mama," ujar Tuan Kim menyetujui ucapan sang istri.
Chae Yoon menghela napasnya pelan. "Baiklah, aku akan meminta langit agar menyembuhkan wang daebi mama dengan cepat. Bahkan aku akan meminta langit untuk memberi umur panjang kepadanya."
~"~