Tok! Tok!
"Kopi Anda, Tuan muda," ucap Zesa.
"Bawa masuk dan taruh di atas nakas!" perintah Zayden dari dalam kamar mandi. Ia sedikit merasa mual setelah makan. Sepertinya, asam lambungnya sedang naik. Saat ia keluar dari kamar mandi, gadis itu masih berdiri di dekat nakas.
Zesa hendak pergi, tapi mendengar laki-laki itu sedang memuntahkan makanan yang baru dimakannya, ia pun mengurungkan niatnya. Gadis itu menunggu Zayden keluar dari kamar mandi, meskipun ia sedikit canggung berlama-lama di dalam kamar laki-laki itu. Namun, rasa simpatinya membuatnya bertahan menunggu di dalam kamar itu.
"Kenapa masih di sini? Aku pikir, kau sudah pergi," ujar Zayden sambil melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur. "Hah …. Terima kasih atas kopinya. Kamu boleh keluar sekarang."
"Maaf, Tuan muda. Apa sebaiknya saya bawa kembali kopinya?"
"Kenapa dibawa lagi?"
"Anu … perut Anda sedang tidak baik. Kafein bisa membuat asam lambung semakin tinggi," jawab Zesa. Tidak berani berbicara sambil menatap laki-laki itu.
"Aku tidak apa-apa. Ini sudah biasa terjadi, jadi … terima kasih atas perhatianmu. Pergilah," ucapnya sambil membalikkan badan membelakangi Zesa. Namun, gadis itu masih berdiri karena khawatir dengan kondisi tuannya. "Pergi!" hardik Zayden dengan suara seakan hendak meruntuhkan mansion itu.
"Ba-baik, Tuan," jawab Zesa dengan suara bergetar. Sebelum pergi, ia memaksa membawa kopi milik Zayden. Zesa berlari keluar dari kamar tanpa peduli dengan perintah laki-laki itu yang meminta untuk tidak membawa kopinya.
"Ah, sial! Wanita itu …. Berani sekali dia melawan perintahku. Kopiku …." Zayden sudah kecanduan kopi, seperti laki-laki yang sudah kecanduan merokok. Bedanya, Zayden tidak bisa jika tidak minum kopi sebelum tidur.
Laki-laki yang aneh menurut Zesa. Biasanya, seseorang akan sulit tertidur jika mengonsumsi kopi di malam hari. Zayden justru sebaliknya. Jika ia tidak minum kopi setelah makan malam, bisa dipastikan dia akan begadang semalaman.
***
"Bu!" teriak Zay di tengah malam.
Zesa terbangun mendengar teriakan laki-laki itu. Samar-samar, ia melihat jarum jam dinding yang menunjukkan pukul tiga dini hari. Mata gadis itu terasa berat, sangat enggan untuk terbuka.
Tok! Tok!
"Non Zesa!" panggil Sumirah.
Gadis itu membuka mata meski tidak dapat terbuka sempurna. Dengan mata setengah menutup, ia membuka pintu. Sebuah pukulan mendarat di lengannya.
"Aw!"
"Sudah bangun sekarang? Kalau sudah, tolong siapkan air hangat dan bawa ke kamar tuan Zayden."
"Hah? Untuk apa, Bu?" tanya Zesa yang tidak tahu ada masalah apa.
"Tidak perlu banyak tanya, nanti juga tahu. Cepat ke dapur sana!"
"Ya, Bu." Zesa lupa mengenakan cardigan dan melangkah dengan santai menuju dapur.
Ia mengenakan gaun tidur berwarna putih dengan tali kecil yang menggantung di pundaknya. Bahu kecil dengan tulang selangka yang sedikit mengkilap terkena keringat itu mampu membuat hasrat seorang laki-laki polos seperti Zoe mendadak bangkit. Laki-laki itu terbangun karena teriakan kakak pertama.
Zoe pergi ke dapur karena merasa haus. Minuman di mulutnya menyembur keluar saat Zesa menyapanya. Gadis itu tidak tahu, kenapa Zoe bisa terkejut sekali saat melihatnya.
Bagaimana tidak? Sesosok tubuh indah yang dibalut gaun tidur mini sedang berdiri di hadapannya. Jakun laki-laki itu turun naik dan pipinya bersemu merah.
"Tuan muda baik-baik saja, kan?" tanya Zesa sambil membantu Zoe menyeka bibir yang basah menggunakan tisu. "Pelan-pelan minumnya. Jadi tersedak, kan."
Zesa masih belum menyadari penampilannya sendiri. Semakin ia mendekati Zoe, wajah Zoe semakin merah merona. Sebuah siulan membuat gadis itu mengalihkan pandangannya dari Zoe.
"Wow! Tubuhmu terlihat lebih indah dibalik gaun tidur itu. Aku … jadi sedikit bergairah," goda Aaron.
"Hm?" Zesa mengernyitkan dahi. Matanya mengikuti pandangan laki-laki itu dan seketika itu pula ia berteriak. Zesa berlari ke kamarnya dan mencari cardigan untuk menutupi tubuhnya. "Pantas saja tuan muda Zoe sampai tersedak, ternyata …. Ah, ini memalukan sekali."
Gadis itu harus memasak air panas untuk Zayden, tapi ia terlalu malu untuk kembali ke dapur. Apalagi, si penggoda ada di sana. Zesa terpaksa keluar karena harus menunaikan tugasnya. Ia mengendap-endap, melihat ke arah dapur.
"Hah …. Untung mereka sudah pergi," gumam Zesa.
"Siapa yang pergi?"
"Akh! Tu-tuan muda …. Anda membuat saya terkejut," ujar Zesa yang hampir saja melompat saking terkejutnya.
Aaron tiba-tiba ada di belakangnya. Ia sengaja menunggu gadis itu dan bersembunyi di dekat kamar mandi. Laki-laki itu melangkah maju dan menghampiri Zesa yang sibuk memasak air.
Zesa mengambil wadah plastik dan mengisinya dengan air dingin. Setelah air di panci itu panas, ia menambahkan air panas sedikit demi sedikit sampai didapat suhu yang pas. Gadis itu tiba-tiba mematung saat tangan Aaron melingkar di perutnya.
'Ya Tuhan …. Tolong kirim seseorang datang ke dapur ini. Aku tidak tahu apa yang akan dilakukan laki-laki mesum ini padaku.'
Jantung Zesa berdetak sangat cepat. Ia sangat ingin menangis kencang dan berlari ke pelukan ibunya. Zesa tidak sanggup lagi bekerja di mansion itu, karena semua penghuni rumahnya selalu mengganggu Zesa.
"Apa yang kau lakukan, Aaron? Singkirkan tanganmu darinya! Ah …. Shh …."
"Tuan muda!" Zesa mendorong Aaron dan berlari menahan tubuh Zayden yang hampir ambruk. "Anda sakit?" Gadis itu melingkarkan satu tangan Zay di lehernya, lalu menahan pinggang laki-laki itu dengan susah payah.
Tubuh Zayden yang tinggi dan proporsional itu cukup merepotkan bagi Zesa yang memiliki tinggi dan berat di bawah masa tubuh laki-laki itu. Aaron segera membantu di sisi yang lain. Di saat seperti itu, Aaron terlihat lebih normal, tidak mesum seperti beberapa saat yang lalu.
"Ya ampun, Den! Kenapa turun?" Sumirah baru saja mengambil obat untuk Zayden dan terkejut saat mendengar keributan di dapur. "Bawa ke kamar lagi!" perintah Sumirah kepada Zesa dan Aaron.
Zoe, Kay, dan Ian ikut panik melihatnya. Mereka berdiri di ujung tangga paling atas. Zayden selalu menolak untuk pergi ke rumah sakit saat penyakit maag kronisnya kambuh. Seberapa kerasnya mereka membujuk laki-laki itu, semuanya hanya akan berakhir sia-sia.
Zesa dan Aaron membaringkan Zayden di tengah tempat tidur. Tubuh laki-laki itu basah karena keringat dingin yang keluar saat ia menahan sakit. Zoe mengambil kaos dari lemari pakaian milik kakak pertamanya.
Kay dan Ian membantu kakaknya membuka baju. Zesa memalingkan wajahnya saat tubuh bagian atas itu terekspos bebas. Berbeda dengan Sumirah yang terus menatapnya dengan cemas.
"Mana air hangatnya?" Tanya Sumirah.
"Ini, Bu," jawab Zoe. Ia berlari mengambil air hangat yang tidak sempat dibawa oleh Zesa.
Sumirah memasukkan handuk kecil ke dalam air hangat, memerasnya, lalu menempelkannya di perut Zayden. Sejak kecil, Zayden memang sering sakit perut. Jika sedang kambuh, dia tidak akan mau pergi ke dokter atau rumah sakit. Zayden selalu meminta Sumirah mengompres perutnya menggunakan air hangat, meskipun itu tidak dapat membuatnya lebih baik.
*BERSAMBUNG*