"Rel! Sini, Rel!," Teriak Chocky. tangan nya melambai ke udara. Tubuh lelaki itu bergerak aktif menghadang Fabian di belakangnya.
"Tangkep nih!" Farel melambungkan bola basket tersebut jauh ke arah Farel setelah men-dribble nya.
Mata Fabian memicing, memperkirakan dengan cermat kemana arah bola itu akan mendarat. Ia bergerak mundur, menjauh dari Chocky setelah mengetahui bola itu akan mendarat beberapa meter di belakangnya.
Dengan sekali lompatan Fabian berhasil menggapai bola itu.
"Jancok!" Umpat Chocky mengetahui lemparan Farel yang meleset.
Dengan cekatan Fabian berlari dan menggiring bola dengan tangan kirinya. Sementara tangan kanan nya sibuk menghadang Chocky yang berlari berusaha merebut bola itu.
Fabian berhasil mempercepat langkah kakinya. Meninggalkan Farel dengan di belakangnya dengan dengusan dari pria itu. Fabian berhenti tepat di luar garis 3 poin. Ia melakukan dribble beberapa kali sebelum akhirnya mencetak poin dengan melakukan shooting dua tangan ke dalam ring.
Senyum miring penuh kebanggan terbit dari wajah nya yang saat ini penuh dengan peluh. Berbeda dengan kedua wajah teman nya yang menatap masam ke arah Fabian karena lelaki itu tak membiarkan mereka untuk mencetak poin satu pun.
Memang tak perlu di ragukan lagi keahlian Fabian di bidang olahraga khusus nya bola basket. Karena hal itu pula, ia di dapuk oleh pelatih basket SMA Nusa Bangsa untuk menjadi Kapten basket selama 3 periode berturut-turut.
"Bangsat lu, Fab!" Cibir Farel.
Fabian terkekeh, ia tak ambil serius cibiran dari Farel barusan. Lelaki itu berjalan santai kepinggir lapangan sembari menyingkap baju yang ia kenakan untuk mengelap keringat di keningnya. Dengan begitu perut rata yang sudah terbentuk itu terpampang dengan jelas.
Saat ini mereka berada di lapangan basket di dekat rumah Chocky. Lapangan ini cukup luas sebagai sarana di komplek perumahan elit yang Chocky dan keluarganya tempati.
Menyusul Fabian, Farel dan Chocky pun memutuskan untuk beristirahat di pinggir lapangan setelah bermain basket selama satu jam penuh. Mereka duduk di pinggir lapangan dengan meluruskan kaki mereka.
Farel mengambil botol minum dari tas milik nya kemudian meminum nya. Sedangkan Farel asik mengibaskan tangan di dekat wajah nya berusaha mendatangkan angin untuk sekedar memberi sejuk di tubuhnya.
Setelah menenggak air di dalam botol plastik berukuran cukup besar itu, Farel melempar botol itu dan di terima oleh Fabian. Ya! Mereka terbiasa berbagi minum.
"Ini dua curut kemana? Udah ngaret sejam jing!" Kata Farel. Ia menyandarkan tubuhnya dengan tangan sebagai tumpuan.
"Ga tau dah." Setelah menenggak air pemberian dari Farel, Fabian menyiram asal air tersebut di wajah nya. Ia menghembuskan nafas lega karena merasa sejuk di buatnya.
"Lu nggak chat emang?" Tanya Chocky pada kedua temannya.
"Kagak di read sama Hilman. Kalo Arsen, Ceklis satu," Jelas Chocky.
Chocky merebut air dari tangan Fabian dan langsung meminumnya. "Macet kali."
"Alah! Alesan klasik," Cibir Farel.
Ketika ketiga nya asik bercengkrama dan sesekali tertawa. Tak lama, Hilman dan Arsen datang secara bersamaan. Arsen yang sudah siap dengan baju basketnya berjalan terlebih dahulu menghampiri mereka di pinggir lapangan. Sementara Hilman tengah sibuk memarkirkan Vespa yang ia bawa.
"Dari mana aja? Cok! Cok!" Sindir Farel pol-polan setelah melihat kedatangan Arsen.
Arsen menyengir kuda dan mengulurkan tangan pada Farel untuk melakukan salaman khas mereka. "Biasa. Ada urusan"
Arsen beralih menghampiri Chocky dan bersalaman dengan nya. Saat kan bersalaman dengan Fabian. Fabian malah bangkit dari duduk nya menghampiri bola basket di dekat ring dan kembali memain kan nya. Pria itu menolak dengan halus bersalaman dengan Arsen. Arsen mengangkat sebelah alis nya, dan menatap tangan nya yang melayang di udara karena Fabian menolak bersalaman dengan nya.
Namun, hal itu tidak di sadari kedua teman nya. Farel dan Chocky justru tengah terfokus pada Hilman yang baru saja datang. Mereka melongo menatap lelaki itu dengan tas yang tersampir di punggungnya.
"Anjing, Hilman! Ketempelan setan mana lagi ini anak," Kata Farel. Ia tak paham lagi dengan salah satu teman nya itu. Sementara Chocky menggeleng kan kepalanya, tak maklum dengan Hilman.
Bayangkan saja Hilman yang sudah di tunggu kedatangan nya selama satu jam lamanya datang menggunakan Vespa yang entah punya siapa. Lalu ia, menghampiri teman nya yang lain dengan senyum cengar-cengir khas dirinya. Tak lupa juga kaos Deus berwarna hitam yang ia kenakan lengkap dengan celana Jeans yang robek di bagian lutut.
"Hai! Sahabat surgaku," Sapanya dengan wajah tanpa dosa.
"Hai-hai palalo!" Ketus Farel.
"Lo salah kostum apa gimana sih?" Timpal Chocky menatap aneh ke arah Hilman dari atas hingga kebawah.
"Chill kakak! Gua baja baju ganti kok." Hilman menaruh tas nya di pinggir lapangan.
Arsen mendekat ke arah lelaki itu dan merangkul bahu nya. "Kasih tau, Man! Maksud dan tujuan lu begini." Arsen terkekeh, ia sudah mengetahui tujuan Hilman berpakaian seperti itu. Tadi saat di perjalanan menuju lapangan basket, mereka bertemu dan Hilman menjelaskan nya kepada Arsen yang juga bertanya pada nya saat itu.
Farel dan Chocky semakin penasaran di buatnya. Berbeda dengan Fabian yang masih asik dengan bola basket di tangan nya dan sesekali ia memasukan bola itu ke dalam ring. Terkadang, lelaki itu mencuri pandang ke arah teman-teman nya tanpa berniat bergabung. Karena ada satu alasan yang membuatnya malas untuk bergabung disana.
"Ekhem!" Hilman memasang tampang sok cool di wajah nya. "Gua mau bikin tiktok i want to be a fuck boy, i want to be a fuck boy." Ucap Hilman di selingi dengan nyanyian lagu yang ia maksud.
"Au ah terang!" Ucap Chocky kesal. Ia pun berdiri dan menghampiri Fabian untuk bergabung dengan nya.
"Yeh! Jahat kamu mas!" Teriak Chocky kepada Chocky yang memilih pergi. Lelaki itu mengalihkan pandangan nya pada Farel yang juga menatap nya kesal. "Nanti videoin ya?" Katanya penuh harap.
"Najis banget temen lu, Sen." Kata Farel. Hilman merengut sebal. Sementara Arsen terkekeh.
"Yeh! Jelek-jelek gini Hilman temen lu. Lu lagi Man, ngapain juga bikin tiktok Fuckboy-Fuckboy gitu. Lu minta ajarin jadi Fuck boy aja sama Fuck boy beneran," Kata Arsen dengan sengaja mengencangkan suara nya di akhir kalimat kemudian melirik ke arah Fabian yang juga langsung menatap nya tajam. Arsen memamerkan senyum miring nya.
Chocky menghentikan sesaat aksi mendribble bola nya setelah melihat arah pandangan Fabian dengan rahang lelaki itu yang mengeras. Ia pun mendengar apa yang Arsen barusan katakan. Lelaki itu mengambil posisi siap, takut-takut Fabian akan menyerang.
Namun nyatanya Chocky tidak tanggap. Ia kecolongan karena Fabian telah lepas dari penjagaan nya. Fabian berjalan menghampiri mereka tepat nya menuju Arsen yang tengah bergurau dengan Hilman dan Farel.
Tangan Fabian mengepal kuat dengan pandangan matanya lurus menatap Arsen. Ia mempercepat langkah kaki nya ketika Arsen juga melihat ke arah nya.
Bruk
Dengan sengaja Fabian menabrak keras punggung Arsen hingga lelaki itu tersentak dari tempatnya. Ia melirik sekilas ke arah Arsen dan kedua teman nya yang juga menatap bingung ke arah nya.
"Eh, Fab! Chill aja kali." Kata Hilman tak terima. Karna posisi Arsen yang dekat dengan nya. Ia pun ikut tersentak karena kerasnya hantaman punggung Fabian.
Sementara Arsen mengusap punggungnya yang sejenak berdenyut nyeri. "Santai aja kali," Katanya dengan intonasi suara setenang mungkin.
Tak ambil pusing dengan perkataan Arsen barusan. Fabian dengan segera mengambil tas yang tergeletak di pinggir lapangan. Dan berlalu pergi tanpa berbicara sepatah katapun. Hanya raut wajah masam nya saja yang ia tampilkan untuk mewakilkan perasaan ketidaksukaan lelaki itu pada salah seorang teman nya.
Arsen.
"Dih! Itu anak kenapa?" Hilman menggaruk tengkuk nya, bingung. Arsen hanya mengedikan bahu acuh, malas menjawab pertanyaan Hilman barusan.
Sebenarnya lelaki itu tidak ingin karena masalah sepele ia dan Fabian bersiteru. Entah mengapa Arsen acap kali kehilangan kontrol jika membahas pria itu.
Kejadian Fabian yang dengan sengaja menabrak bahu nya pada Arsen dan pergi berlalu dengan diam tak luput dari pandangan Chocky. Lelaki itu memilih diam ketika Fabian melakukan nya. Mencoba menelisik apa yang salah. Padahal perkataan Arsen tak sepatutnya lelaki itu permasalah kan.
Ada yang aneh.
Batin lelaki itu. Ia memutuskan menghampiri ketiga kawan nya. Dan menimbrung bersama mereka. Ia berdiri tepat di samping Arsen yang masih sibuk mengusap punggungnya yang sakit karena ulah Fabian. "Lu ada masalah apa sama dia?" Dia. Fabian yang Chocky maksud.
"Masalah?" Arsen mengernyit. "Ga ada masalah apa-apa gua sama dia." Arsen mengambil posisi duduk di serong kiri Farel yang nampak sibuk memikirkan sesuatu.
"Apa Fabian marah gara-gara lo anterin Diva pulang ya?" Kata Farel penuh yakin. Setelah memikirkan nua panjang lebar. Farel mengingat peristiwa Diva yang pingsan saat di sekolah dan Arsen yang mengantarnya. "Apa Fabian tau, pas lo anterin Diva pulang?"
Arsen terdiam. Ia berdeham menetralisir degupan jantung nya. Matanya menatap gelisah ke arah ketiga teman nya yang seolah-olah menginterogasi nya meminta jawaban, terkecuali Chocky dengan tampang kebingungan. "Iya..."
"Tunggu. Arsen nganterin Diva pulang? Kapan? Emang Diva kenapa?" Chocky sedari tadi berusaha mencerna. Namun lelaki itu tak kunjung paham.
"Makanya lo jangan tidur mulu, Anoa!" Dengan gemas Hilman memukul kepala Chocky tanpa belas kasihan.
*Flashback on
"Lu ngapain sih?" Sedari tadi Arsen memperhatikan Hilman yang tengah sibuk dengan dengan ponsel nya. Berjoget riya, dengan headset yang terpasang di kedua telinga nya.
Hilman yang tak mendengar ucapan Arsen barusan masih asik dengan kegiatan nya. Tak salah ia mendownload aplikasi TikTok yang belakangan ini lagi banyak di gunakan.
Arsen mendengus. Lelaki itu kembali menyibukkan diri dengan pensil dan sebuah buku yang ada di hadapan.
Jam masih menunjukkan pukul tujuh pagi, seharusnya pelajaran pertama di kelas XII IPA1 itu sudah di mulai. Pelajaran pertama mereka adalah Agama Islam. Namun, guru mereka tak kunjung masuk ke kelas juga.
Banyak siswa yang memanfaatkan hal itu dengan memakan bekal makanan mereka, bergosip, bahkan tidur.
Arsen meletakan pensil nya sambil menatap sebuah gambar abstrak yang baru ia buat di buku. Ia menyukai kegiatan melukis. Namun, lelaki itu tak pandai melukis. Bahkan membuat garis saja ia tidak simetris.
Arsen menyandarkan tubuh nya di kursi. Menoleh kan kepala ke belakang dan mendapati Chocky yang menenggelam kan wajah di lipatan tangan nya di atas meja. Arsen membalikan badan nya 180° dan sedikit memajukan kepalanya agar dapat melihat Chocky dengan jelas.
Punggung lelaki itu terlihat turun naik dengan teratur. Rambut gembal lelaki itu terurai kedepan beraturan. Chocky nampak sudah pulas.
Begadang lagi nih anak
Batin Arsen. Tanpa ada niat untuk membangunkan Chocky, Arsen kembali memutar badan nya hingga keposisi semula.
Sekali lagi melirik ke arah Hilman yang masih sibuk dengan ponsel nya. "Gila nih anak." Lalu, Arsen berniat untuk kembali menenggelam kan diri dengan aktivitas melukis abstrak nya lagi.
Saat Arsen tengah larut mengenyam hobi nya. Tiba-tiba ia di kagetkan dengan kedatangan Farel yang langsung menggeprak meja nya. Sontak lelaki itu tersentak dan hampir saja melempar pensil nya karena terlalu terkejut.
"Monyet, lo! Dateng-dateng ngagetin." Terdengar umpatan juga dari Hilman yang duduk di samping Arsen. Ia ikut terkejut, padahal saat itu ia masih mengenakan headset di telinganya.
"Ada apaan?"
Farel mengatur nafasnya. Peluh mulai membanjiri kening dan ada beberapa yang sudah mengalir bebebas di rahang kokohnya. "Fabian mana?"
"Lah! Lo kenapa nanya kita? Tuh anak aja belom masuk kelas." Kata Hilman sewot. Dia masih kesal dengan Farel yang hampir membuatnya jantungan.
"Jadi, tuh anak belom masuk kelas?"
"Emang tuh anak masuk? Tas nya aja ga ada." Farel menoleh kan kepalanya dan melihat kursi kosong di sebelah Chocky yang kosong, itu tempat duduk nya Fabian. Sedangkan Chocky masih tertidur hanya saja posisinya sudah berubah mungkin lelaki itu sempat terkejut dengan gebrakan meja Farel.
"Dia masuk. Tadi telat sama gua. Dia dateng sama Diva. Pas lagi di hukum sama Bu Lisa si Diva pingsan. Fabian yang bawa, gua ikutin di belakang nya. Pas di jalan mau ke UKS kita pas-pasan sama si Jenisa. Nah! Tuh anak langsung pergi aja nyusul Jenisa yang lari pas dia liat Fabian gendong Diva. Si Diva nya dititipin ke gua. Ya, gua langsung bawa ke UKS," Jelas Farel panjang lebar.
Arsen langsung menegapkan badan nya ketika mendengar nama Diva. "Terus sekarang Diva nya udah sadar?"
"Belom. Gua ke kelas karena gua kira si Fabian langsung balik ke kelas."
"Dih! Kurang ajar juga si Fabian. Dia ada hubungan apa sih sama Jenisa? Gak ngomong-ngomong tuh anak. Tiba-tiba nempel aja dia berdua," Sungut Hilman. Ia kesal dengan Fabian, yang kadang mudah dekat dengan siapa saja.
"Gak tau, dah ah! Ga mikirin. Gua pinjem mobil dong. Gua pengen nganter Diva balik pas udah sadar nanti. Gua bawa motor tadi, kesian dia kalo gua anter pake motor."
Hilman merogoh saku bajunya dan mengeluarkan kunci mobil. Saat akan menyerahkan kunci tersebut ke Farel yang sudah mengadah, Arsen menahan nya.
"Gua aja yang anter Diva."
Setelah mengatakan itu, Arsen pergi dengan Farel untuk menuju UKS. Namun, Arsen menyuruh Farel untuk pergi terlebih dulu karena ia ingin mengambil kunci mobil yang tak sengaja ia taruh di loker sekolah tadi pagi.
Beberapa menit berselang sepeninggal Arsen dan Farel. Suasana kelas XII IPA1 makin tidak terkontrol. Kelas tersebut semakin berisik dan tidak kondusif. Mendadak kelas menjadi hening dengan kedatangan Fabian yang tidak sengaja menabrak pintu dan menimbulkan suara yang keras. Semua mata menatap kearah nya, tak terkecuali Hilman. Namun itu tak berselang lama karena mereka kembali larut dengan kegiatan masing-masing.
Fabian dengan segera menghampiri Hilman dengan wajah kesal dan rahang yang mengeras. "Kemana yang lain?"
"Pada ke UKS. Katanya Diva pingsan. Lu dari mana aja sih emang?"
"Ga ada. Di UKS udah ga ada orang. Jangan boong lo!" Fabian semakin meradang.
"Sans kali mas. Oh, berarti Diva udah pulang sama Arsen."
"Arsen?!"
"Iya. Arsen yang nganter Diva pulang. Tadi nya mau Farel yang nganter. Tapi dia bawa motor, kesian si Diva nya. Yaudah si Arsen dah yang nganterin."
"Anjing!" Fabian langsung pergi begitu saja meninggalkan Hilman dengan wajah bingungnya.
"Ih! Pada kenapa sih?" Hilman menggaruk tengkuk, bingung.
Tbc.
Oke, aku ga mau banyak cakap. Maaf ya aku ngingkar janji buat up secepatnya. Karena keadaan ga memungkinkan untuk aku up.
See you next chap!