Setelah memutuskan untuk pergi, Fabian menyalakan mobil nya dan meninggalkan komplek perumahan itu tanpa tujuan yang jelas.
Di fikiran nya masih terbesit perkataan Arsen yang terus menggerayang di kepalanya. Arsen selalu menyindir dirinya. Entah lelaki itu sengaja melakukan nya atau diri nya yang terlalu peka karena memang itu kenyataan nya.
Memang, Fabian tidak memberitahu hubungan nya dengan Jenisa yang sebenernya kepada para sahabatnya. Dan Jenisa sendiri juga tidak tahu hubungan dia dan Diva yang sebenarnya. Hubungan asmara nya dengan Diva yang berhasil ia tutupi selama hampir 1 tahun lama nya.
Fabian menginjak pedal gas hingga kecepatan mobil itu di atas rata-rata. Suasana jalanan yang cukup lenggang memacu dirinya untuk menambah kecepatan mobil sedan hitam yang ia kendarai.
Sesekali mata tajam nya melirik ke arah spion untuk memastikan tidak ada kendaraan yang berada di dekatnya saat lelaki itu membelokan mobil nya.
Jenisa. Wanita yang pertama kali ia lihat saat latihan pertandingan bola basket beberapa bulan lalu, pelatihan yang menggabungkan anggota basket dan cheers di satu waktu. Ia anggota cheers yang baru saja bergabung kala itu. Karena ia siswa angkatan baru yang masih duduk di bangku kelas sepuluh.
Saat itu, mata mereka tak sengaja bertatapan. Dan entah tubuh nya mengirim sinyal yang tak biasa. Setelah latihan selesai, Fabian memberanikan diri mendekatinya dan bertukar kontak. Hingga akhirnya mereka dekat, dan baru beberapa hari belakangan ini mereka baru memamerkan kedekatan mereka ke publik.
Awalnya ia berniat untuk menutupi hal itu dari Diva. Namun, seperti kasus sebelumnya. Diva berhasil mengetahui nya. Entah Diva yang tak sengaja memergoki nya jalan dengan wanita lain. Atau diri nya yang sengaja memamerkan nya pada Diva.
Namun aneh nya wanita itu tidak memprotes hal tersebut. Dia hanya diam, walau terkadang Fabian dapat dengan jelas melihat kilatan mata gadis itu yang memancarkan rasa kecewa terhadap dirinya. Fabian terkadang di landa penasaran. Sebenarnya wanita itu sayang atau tidak pada dirinya?
Cit...
Sontak Fabian menginjak rem sekuat tenaga saat tak sengaja menabrak pengendara motor di depan nya. Hal itu membuat tubuhnya tersentak kedepan karena ia tidak menggunakan safety belt. Tubuhnya yang tersentak berhasil menarik Fabian dari lamunan nya.
Jantung nya berdegup kencang karena kejadian itu. Di tegapkan badan nya untuk melihat pengendara motor yang tidak sengaja ia tabrak tersungkur di aspal.
"Fuck!" Umpat Fabian, ia memukul kencang stir mobil. Fabian tidak mau menambah masalah karena keteledoran nya kali ini.
Dengan segera ia keluar dari mobil untuk menghampiri pengendara itu. Beruntung si pengendara memakai helm untuk menghindari terjadinya benturan.
"Lo gapapa?" Katanya saat menghampiri si pengendara motor Sport berwarna biru tua itu. Dengan sigap ia membantu mendirikan motor yang terjatuh yang menimpa kaki kanan si pengendara.
Dengan perlahan pengendara yang tak dapat di lihat dengan jelas wajah nya itu berdiri. Terdengar ringisan dari mulutnya meski tak jelas karena tertutup helm yang ia kenakan.
"Sorry ya. Gua ga liat. Lo mau gua anter ke rumah sakit?" Fabian di landa panik takut-takut si pengendara itu tak terima dan menuntutnya ke jalur hukum.
Dari postur tubuh tinggi dan tegap. Dapat di pastikan pengendara itu seorang lelaki. Ia lemas karena shock akibat kejadian barusan, ia menelungkup menyandarkan tubuh nya di motor besar miliknya. Fabian kembali memastikan keadaan si pria dengan memegang punggung nya.
Secara tak sadar, Fabian seperti mengenal orang itu. Motor yang ia gunakan nampak tidak asing baginya.
"Bisa nyetir ga lo?!" Fabian terlonjak ketika pria itu menhempas kasar tangannya yang berada di punggung pria itu.
Fabian mengernyit mendengar suara pria itu yang terdengar tak asing di telinganya. Ia memicing karena suara tersebut terdengar samar.
"Gua bisa nyetir. Cuma tadi gua ga fokus. Sorry banget. Gua bakal tanggung jawab kok," Kata Fabian meyakinkan pria itu.
Pria itu melepas helm nya dan menatap sengit ke arah Fabian. Mata Fabian terbelalak lebar setelah tau siapa yang baru saja ia tabrak.
Mampus bang Rio.
Fabian memundur kan langkah nya perlahan. "Bang Rio...?"
"Kalo lo ga bisa nyetir. Gausah sok bawa mobil!" Rio nampak murka. Dan dengan kesal melempar helm itu tepat mengenai perut Fabian.
Fabian gelagapan. Dan mengerjapkan mata berulang kali. Ia diam tak membalas karena memang ini salah nya yang melamun saat berkendara dan membahayakan nyawa orang lain.
"Sorry bang." Katanya lagi. Fabian memungut helm tersebut dan memberikan nya kepada Rio.
Kakak laki-laki dari Diva itu meraih nya dengan kasar dan masih menatap ke arah nya dengan tatapan tidak bersahabat. "Nggak lo, ga cewek lo. Sama-sama nyusahin."
Fabian di buat mengernyit oleh perkataan Rio.
Menyusahkan?
"Sorry bang. Tapi lo gapapa kan?" Tanya Fabian lagi untuk memastikan.
Rio hanya diam. Menggunakan helm nya kembali, lelaki itu bersiap untuk melanjutkan perjalanan nya lagi. Meski harus menahan nyeri di kaki kanan nya.
Teringat sesuatu. Fabian langsung menahan lelaki itu. "Tunggu dulu bang."
"Apaan lagi?" Kata Rio sinis. Ia mengangkat sebelah alis nya angkuh di balik helm yang ia gunakan itu.
Dengan cepat Fabian membalikan badan nya menuju mobil. Mengambil sesuatu di tas nya dan mengambil hp milik Diva yang semalam ia sita dari tangan gadis itu. Setelah di dapatkan nya ia langsung keluar dari mobil dan berniat kembali menghampiri Rio. Namun saat kembali ia melihat motor Rio yang sudah melaju pergi.
"Bang! Gua mau balikin handphone nya Diva!" Teriak Fabian sekencangnya mungkin, berharap lelaki itu berhenti. Namun, panggilan dari nya itu sama sekali tak dihiraukan oleh Rio.
Fabian menatap handphone bercasing pink milik Diva sambil menghela nafas nya.
"Ck!" Decak Fabian kesal sambil menendang krikil yang ada di depan nya.
***
Disinilah Fabian sekarang. Menatap gerbang besar dan menjulang tinggi. Rumah yang biasanya setiap pagi ia datangi untuk menjemput sang kekasih. Diva.
Dari luar sini nampak dengan jelas suasana sepi rumah besar kediaman Arshaki itu. Hanya ada mobil yang terlihat dari garasi dengan keadaan terbuka. Fabian tahu betul itu mobil milik bunda nya Diva.
Mendadak Fabian dilanda perasaan bimbang. Ia bingung harus langsung masuk ke rumah itu seperti biasa. Atau menyapa dari luar layaknya seorang tamu asing yang tak di kenal.
Fabian menggaruk tengkuk nya sambil menatap ke arah sekitar. Takut -takut akan ada yang melihatnya dan menaruh curiga kepadanya.
"Masuk nggak ya?" Tanya nya pada diri sendiri. "Kalo masuk, ntar gua canggung ketemu Diva. Kalo ga masuk ntar gua di curigain kayak orang mau maling. Argh..."
"Okay..." Fabian menarik nafasnya dalam dan menghembuskan nya perlahan. Lelaki itu memutuskan untuk langsung menerobos gerbang itu seperti yang biasa ia lakukan setiap pagi atau setiap bertamu ke rumah Diva.
Fabian merogoh kunci lewat celah gerbang itu. Dan berhasil membuka nya. Setelah berhasil, ia menarik sedikit gerbang itu hingga terbuka dan langsung masuk menuju pintu depan rumah Diva.
Lagi. Kali ini ia di landa perasaan cemas. Takut-takut Diva menerima nya dengan tidak bersahabat mengingat kejadian tadi malam. Ia kembali meyakini dirinya dan mulai memijat tombol bel rumah itu.
Sambil menunggu pintu yang di hadapan nya terbuka. Fabian mulai merangkai kata, apa hal yang sekiranya akan ia katakan ketika bertemu dengan Diva nanti.
"Nih Div! Hp lu, sorry gua lupa balikin," Katanya melatih diri. Ia berbicara sendiri. Mungkin kalau ada yang melihatnya orang itu akan berlari mengira dirinya sudah gila berbicara sendiri.
"Hp lu nih Div! Sorry buat semalem." Ia mencoba mencari kata-kata yang pas, namun nyatanya susah.
"Sorry, Div! Gua ga mak-..."
Ceklek
Mata Fabian nyaris keluar saat matanya bertatap langsung dengan mata Bi Ira yang juga menatap nya. Namun tatapan wanita paruh baya itu berbeda. Ia bahkan sempat bergidik ngeri.
Mampus, disangka gila nih gua abis ini
Fabian tersenyum kikuk, menggaruk tengkuk nya dan berusaha menelan saliva nya dengan susah payah.
"Eh, B-bi Ira?" Sapa Fabian.
Wanita itu akhirnya tersenyum ramah. Fabian mensyukuri hal itu.
"Iya, den? Den Fabian nyari non Diva ya?" Katanya.
Fabian membalas senyuman wanita yang sudah mengenal nya itu tak kalah ramah. "Iya, Bi. Diva nya ada ga?"
"Non Diva nya gada den. Dia ikut ibu sama bapak kerumah adik perempuan nya bapak." Ibu dan bapak yang di maksud Bi Ira ada lah Alvin dan Salsa, majikan nya.
"Kerumah tantenya?" Koreksi Fabian dan di angguki Bi Ira.
"Mau masuk dulu, den?" Tawar Bi Ira menggeser tubuh nya dengan sopan mempersilah kan Fabian masuk untuk bertamu. Wanita berdaster itu mengira Fabian akan menunggu Diva pulang.
"Eh, enggak usah Bi. Aku mau balikin hp Diva." Lelaki itu merogoh saku nya dan menyerah kan ponsel Diva pada Bi Ira.
"Baik den. Ada yang mau di sampein ke non Diva nya?"
Fabian menggeleng dan tersenyum. Selepas itu ia pamit pergi.
Di dalam mobil, Fabian termenung. Dia tak berniat untuk segera meninggalkan tempat itu.
Dering di ponsel nya menarik perhatian kembali pria itu. Getar yang di timbulkan dianggap nya mengganggu. Ia pun dengan cepat mengeluarkan ponsel dari saku dan melihat siapa yang menelepon nya.
Chocky
Ia menggeser layar ponsel nya untuk menjawab panggilan telepon tersebut.
"Halo?"
"Lu dimana?" Kata Chocky di seberang sana. Terdengar pula suara bisik-bisik. Dan Fabian kenal betul siapa pelakunya. Tentu para sahabatnya yang seperti nya sengaja menguping.
"Kenapa emang?" Bukan nya menjawab. Fabian malah balik bertanya.
"Si kambing! Di tanya, malah nanya balik"
Fabian langsung menjauhkan telepon genggam nya saat suara Hilman terdengar keras memakinya. Benar dugaan nya, Chocky sengaja men-loud speaker ponsel nya agar teman nya yang lain dapat mendengar.
Ada Arsen ga ya?
"Lu diem dulu kenapa sih man!" Sahut Farel di seberang sana.
Fabian berdecak. "Ngapain sih lo pada?"
"Anjir! Sans Fab."
"Yaudah cepetan. Mau ngomong apaan? Sibuk nih gua."
"Lu ada masalah apa sama Arsen?" Kata Chocky berbisik pelan. Fabian yakin pasti ada Arsen di sekitaran mereka yang tak mengetahui kalau mereka tengah menelpon Fabian.
"Ga ada." Fabian langsung mematikan telepon nya secara sepihak. Memasang seatbelt nya dan mulai melanjukan mobil nya meninggalkan komplek perumahan tempat tinggal Diva.
TBC.
Yuk tinggalkan jejak kalian, karena vomment dari kalian itu sangat aku butuh kan:). Dan komen tergreget akan aku tampilkan di chapter selanjutnya.
Selamat berbuka untuk wilayah DKI Jakarta dah sekitarnya. Ttp semangat kalian puasanya
See you next chapter ya