webnovel

You're Dead

Nathan tidak bisa tidur saat ini, dia sibuk tenggelam berselancar di internet, membaca legenda heno onna, iblis tulang belulang yang selalu membawa lampion merah dengan jubah merah, penggoda para pria laku bercinta hingga menyerap semua tenaga. Tujunnya adalah mencari sang mantan yang berkhianat, simpang siur dengan blog satu mengatakan ini lalu blog lain mengatakan itu.

Nathan beralih, pada dewa bernama ares, dewa perang yang di kenal haus darah dan tak kenal ampun, semua dewa membencinya, hanya saja dia yang paling terdepan dalam memperluas kekuasaan atau pertahanan, dia juga membangun sebuah kota namun tetap karena kebengisannya dia tidak di sukai. Begitpun sama, beritanya simpang siur, tidak ada yang dapat dia temukan mengenai hubungan jepang dan yunani, atau heno onna dengan jajus, apalagi heno onna dengan ares. Lalu kenapa indonesia, dan kenapa Anna ingin dia lenyap, kenapa Nathan yang merupakan warga negara indonesia menjadi ares.

Dan semua pertanyaan itu hanya di jawab dengan pijatan pada kedua pelipis miliknya.

--

"Siap?" Tanya Nathan ceria, Anna hanya mengangguk, dia tidak menarik koper karena semuanya ada dalam gelang. Tadinya mau menggunakan teleportasi karna Anna kini membawa seseorang, hanya saja dilarang Nathan, apalagi saat dia tahu untuk membuat teleportasi ternyata di tukar nyawa selama sebulan.

"Aku bisa membuat mu sampai di tujuan hanya dalam hitungan menit." Canda Nathan, tentu Anna mengerutkan kening, bagaimana caranya, apa Nathan punya kekuatan teleportasi.

"Asal kau tidur, ku bangunkan saat sampai." Nathan terkekeh, Alam dan Crystal melihat itu menddak melelh, begitupun Jodi nampak senyum senyum sendiri, hanya Anna memutar bola mata jengah, jdi, selama sebulan mendadak bengis, hanya dalam hitungan jam Nathan berubah jadi seorang remaja kasmaran. Kini Anna memilih berpamitan pada Crystal, mau bagaimanapun juga dia tidak bisa menahan bahwa Crystal adalah irang yang di rindukan, ingjn sekali buat kue coklat dengannya lagi, adik Nathan satu ini selalu jahil mengoles coklat pada wajahnya.

Begitupun Alam, mereka berjabat tangan, lalu Anna memberinya obat, itu untuk sesuatu yang saat ini tumbuh di hati Alan, aura penggoda yang di turunoan heno onna sebelumnya memang luar biasa memikat.

Dan Anna hanya mengangguk pelan pada Jodi..

"Kemana?" Tanya Nathan, dia yang repot menyeret koper dan tas miliknya.

"Gunung salak." Yah, terpaksa harus gunung lagi, setiap barang yang terpental nyangkut di dataran tinggi, kecuali satu barang yang merepotkan dan itu memerlukan bantuan Seirina teman Anna seekor duyung.

Mereka akan mencari siluman Hamadriad, penunggu dan tinggal di pohon, jika pohon yang di tempati mati tertebang, Maka siluman itu mati, dan tentu penebangnya dapat kutukan.

"Kalo mati dengan sendirinya?" Tanya Nathan.

Tentu pohon yang ada Hamadriadnya tidak akan mati, Nathan ini bagaimana sih, makanya selalu ada pohon yang berumur ribuan tahun, itu karena di tinggalu siluman berjenis ini.

Nathan menyetir mobil sekarang, Jodi sudah sempat menyiapkan seorang supir, hanya saja dia menolak, Nathan hanya ingin menemani Anna sendirian, bermonolig dengan diri sendiri mengatakan bahwa anggap saja dia sedang berkencan. Karna saat ini Anna tiba tiba meraih tangannya, mengusap pelan punggung tangan Nathan padahal dia harus memindahkan gigi, berakhir sibuk dengan tangan satunya lagi memegang setir dan perseneling secara bergantian.

"Kau bilang akan melepaskanku." Ucap Anna, Nathan tidak menjawab, malah kini dia yang menggenggam erat tangan Maya. Karna sejujurnya, Nathan mendengarkan, dari awal hingga akhir percakapan Anna dengan heno onna termasuk ayah Anna yang merupakan keturunan dan orang pilihan dewa Jajus.

"Akan ku buatkan ramuannya lagi." Jelas Anna, ini pertama kalinya racikan yang dia buat tidak mempan.

"Percuma, ini bukan karna aura penggodamu." timpal Nathann santai, dia akan mencari tahu sendiri, ramalan apa yang Anna sebutkan semalam dan dia menolak orang itu adalah dirinya.

"Nathann."

"Aku benar benar menyukaimu Anna."ucap Nathan, di beri ramuan seratus kalipun tetap saja, ini tidak bisa di ganggu gugat, pernyataan yang bahkan tidak mendebarkan atau apapun itu, tanpa pendekatan atau saling diam diam suka, membuat kepala kedua orang ini berdenyut.

Nathan melepas tangan Anna, ternyata hanya sebuah rajukan saja agar Nathan dapat meleleh, fokus menyetir dengan kecepayan penuh, mobil gunung ini berangkat ke sukabumi dengan kmjarak tempuh yang tidak biasa, cepat dan tidak terasa, tidak ada pembicaraan atau cuap cuap menyenangkan, dari dalam mobil, ataupun dalam radio, Anna fokus menerawang dengan cermin, hanya Nathan yang merutuk ini tidak adil, fokusnya terbagi, jalanan dan Anna, bahkan kibasan angin menerpa rambutnya membuat Nathan gemas ingin sekali menyelipkan surai itu ke belakang telinga si gadis, menyiksa setiap melihat wajah candu yang membuatnya terus terperosok jatuh cinta.

--

"Anna?" Nathan membangunkan Anna, mendadak menggelitik relung hati sendiri memanggil Anba seperti itu, Ann untuk panggilan Anna, dan Ann untuk plesetan My. Biar Nathan sendiri yang tahu arti Ann Ann adalah Annaku.

Mereka sampai di kaki gunung salak, hanya saja tidak lewat jalur pendaki, membuat track sendiri menyusuri jalan penuh pepohonan asri, terkadang melewati air terjun kecil dan sebisa mungkin menjauh dari rawa.

"Kau sepertinya terbiasa." Jelas Nathan, Anna lincah melewati berbagai halangan, dan bisa di bilang, dia sedang dalam mode manusia, meski terkadang mengeluh ingin mengunakan teleportasi karena ada jiwa lain yang ikut bersamanya.

"Hemat umurmu." Dan itu yang selalu di katakan Nathan, Anna dan dirinya tidak tahu persis, berapa lagi sisa usia yang di miliki Anna, hanya saja Nathan bertekad sekarang, Anna nya harus menghemat sehemat mungkin usia saat bersamanya.

Hampir sore, dan Nathan terus tersenyum melihat Maya terkadang mengetuk dan mengatakan halo pada sebuah pohon besar, kadang juga berdengus kesal lalu menendang pohon yang tidak menjawab dirinya, ah bukan salah tumbuhan jika dia tidak bisa bicara.

Kadang juga berbicara dengan cermin untuk menunjuk keberadaan siluman Hamadriad yang katanya ribuan dari mereka terhempas ke indonesia dan yang terbesar berada di brazil.

"Cerminnya membantu sekali." Nathan bergumam dan mengangguk di belakang punggung Anna, tentu saja Anna langsung melihat Nathan dan berdengus sebal, itu kebalikan dari kata tidak berguna, cermin hanya menunjuk pohon yang di kelilingi banyak pohon, entah dimana letaknya karna di tempat Anba berdiripun sudah di lingkupi banyak pohon. Hanya saja bukan itu yang membuat Anna diam, wajah Nathan kelewat dekat dengan keringat yang mengucur dari pelipis.

Anna sedang mengagumi rahang dan tulang pipi basah ini, terbuyarkan dengan Nathan yang kini juga ikut menatapnya..

"Apa?" Tanya Nathan, Anna sedang menerobos mata mengerikan pria ini, nampak menyeramkan terlebih kekuatan Ares berwarna kuning menyala membayangi Nathan membuat Anna sangat ingin membuatnya menjauh pergi. Sedangkan Nathan sama ikut tenggelamnya dalam iris menangkan, di buat jatuh bangun oleh Anna dengan tingkah yang tidak bisa dia baca, Nathan tahu persis, Anna sangat membencinya saat ini.

"Aku bukan Annamu." Ucap Anna, Nathan langsung menoleh pada lengan mereka yang tidak sengaja bersingungan.

"Jangan melihat isi pikiranku lagi." Tekan Nathan, penolakan Maya hari ini sudah cukup untuknya. Mengecewakan karena Nathan hanya ingin dia sendiri yang tahu arti dari Anna, itupun untuk dirinya sendiri.

Berakhir dengan canggung canggungan lagi, tidak ada yang bicara, bergelut dengan emosi masing masing.

"Arkhh." Lalu terputuskan dengan gelak tawa Nathan, Anna berteriak terkejut sampai terpleset di tanah ketika ada arwah seorang pilot menggantung di depannya. Lucu menurut Nathan, siluman takut dengan arwah yang bahkan di bawah level Maya.

"Jangan tertawa!" Teriak Anna kesal, Nathan datang membantunya berdiri.

"Aku menertawakan dia." Ucap Nathan mengalihkan pembicaraan, Anna melihat ke arah dimana seorang arwah berdiri menatap semut yang berbondong bondong naik ke atas dan bawah pohon, kurang kerjaan emang, tapi di bagian mananya yang membuat Nathan tertawa.

"Eum, aku seperti melihat king cobra ketakutan ketika melihat anak cacing." Goda Nathan, Ini sengaja, Nathan selalu gemas melihat Anna nya beraut wajah kesal. Hanya saja berbeda dengan Anna yang ingin mencekik Nathan saat ini juga. Itu reaksi kaget, pilot yang bergelantungan memiliki wajah menyeramkan, terlbih setiap sudut pohon ada arwahnya, terlalu banyak tidak seperti gunung ciremai yang hanya di penuhi dengan arwah orang orang jaman dahulu kala dan mereka pun tidak memperdulikan kedatangan Anna.

Mereka yang disini menyeramkan semua, termasuk alasan kenapa mereka semua bisa menjadi arwah di gunung salak, tragedi menyeramkan terjadi pada manusia manusi bernasib buruk, ini juga menimpa Nathan suatu saat nanti, dan itu olehnya. Maka dari itu Anna bertekad, mencari cara agar bisa jauh dengan Nathan.

"Ayo." Nathan memecahkan keheningan, menjulurkan tangan agar Anna bisa melewati tanah landai yang ada di hadapannya. Nathan juga tidak tahu kenapa dia sampai mau repot repot mengikuti Anna hingga tersesat di gunung tanpa memikirkan jalan pulang, terlbih yang dia utamakan adalah agar bisa selalu bersama Anna, padahal di sisi lain Crystal dan Rey membutuhkan perlindungannya.

"Ish." Anna lagi lagi berdecak, pohon yang dia periksa lagi lagi tidak ada orangnya, hanya ada kuntilanak dengan seriusnya memperhatikan mereka, semakin malam semakin padat saja warga penghuni gunung salak, sempat bertanya pada arwah, hanya saja Anna terlihat seperti orang bodoh, Nathan saja sampai memegang perutnya menertawakan Anna.

"Cari yang bagaimana si?" Tanya Nathan, Anna juga sebenarnya ingin tersenyum ketika melihat Nathan tertawa dengan penuh peluh, hanya saja ini bukan waktunya, cerminnya juga hanya membuat dirinya bingung. Anna mencari pohon dengan suara menggema di dalamnya, itu bisa di pastikan merupakan Hamadriad kaum Nimfa yang sedang melekat dalam pohon.

Nqthan menutup matanya, membiarkan insting dan pendengaran bekerja, suara deru nafas Anna paling mendominasi, hingga Nathan tersenyum kecil, detak jantung Anna pun seirama dengan Miliknya yang sama kelelahan, menerobos melewati suara para tuyul yang berlari riang, para pendaki sedang menyalakan api unggun lalu "di sana." Ucap Nathan menunjuk entahlah, pohon mana yang sedang Nathan perhatikan, pohon beringin? Atau pohon beringin yang ada di sampingnya, atau pohon beringin yang ada di sampingnya lagi. Nathan menarik tangan Anna, tadinya naik, kini turun, kadang berkelok ke kiri dan lurus, turun lagi hingga bisa di pastikan, mereka sudah mengeluarkan lebih dari satu liter keringat hari ini.

"Ini." Ucap Nathan, tentu saja Anna semakin kesal, pohon ini kecil, sedangkan cermin menunjuka pohon pohon besar.

"Bukankah lebih dari satu?" Nathan bertanya, oke, akhirnya Anna mencoba mengetuk, dia membelalak ternyata benar ada suara dari dalam sini. Anna akan mengajaknya membuat sebuah ikatan, kesepakatan untuk melindungi pohon yang dia tempati dengan syarat Anna meminta akar pohon oikonomos, akar yang berguna menyimpan energi lama dan hanya para Hamadriad yang bisa membuatnya.

Nathan menarik Anna saat sesuatu menyembul dari dalam pohon, keluar seperti ranting lalu lama lama berubah jadi lengan, memiliki kulit dan wajah, berambut coklat lalu hanya keluar sampai perpotongan pinggang, sisanya masih menyatu dengan pohon

Maya berbicara dalam bahasa yunani dengannya, Nathan hanya memperhatikan, lekuk tubuh dan kulit yang menyatu, dia kagumi untuk hal hal luar biasa yang dia lihat setelah kedatangan Maya. Cukup lama merwka berbincang apalagi suara Hamadriad menggema, bisa di pastikan dia jarang keluar, karena para arwahpun ikut kaget melihat ini.

"Dia butuh darah manusia." Jelas Anna melihat Nathan, jadi Anna nya ini mau dia bagaimana, "harus bunuh diri begitu?" Tanya Nathan polos, tentu saja membuat Anna terkekeh, dia menarik Nathan, menusuk jari lalu menyodorkannya pada Hamadriad.

"Hanya setetes." Ucap Anna. Hamadriad menjulurkan Ranting dengan sehelau daun, yang ternyata mulut si siluman pohon, dia menjilatnya pelan hingga Nathan bergidik geli, lalu menyodorkan sebuah buah seperti ceri berwarna putih tulang.

Anna menganjurkan Nathan memakannya, itu di butuhkan supaya Nathan terjaga saat energinya terserap untuk pembuatan akar oikonomos. Tentu Nathan menurut saja Dia memakannya, lalu terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan.

"Katakan bersedia." Ucap Anna, Dada Nathan sesak kini, Maya tidak ikut merasakan setelah meminum ramuan dai hone onna, sebuah gelang samar bersanding dengan gelang hijau milik Nathan, coklat dan hijau, mereka bersaing membuat garis tak beraturan dengan sampai leher Nathan.

Uhuk

Muntah darah, Anna berusaha memutus ikatannya dengan cara mengikat Nathan dengan siluman lain, Manusia hanya bisa melakukan satu perjanjian. Buah itu ternyata darah si Hamadriad. Anna mengelabuinya.

Ctas, cahaya hijau dan coklat saling berkecamuk dalam tubuh Nathan, menanti siapa yang akan bertengger menjadi pemilik raga.

"Katakan Nathan, kau bisa mati."

To Be Continued...