webnovel

Death!

"Nathan!" Anna cemas sekarang, Nathan tak kunjung juga mengklaim si Hamadriad padahal dirinya sudah muntah darah dua kali, guling guling di tanah untuk merasakan sakit kejut luar biasa. jika dalam soal mengikat maka hanya manusia yang bisa mengucap Mantra perjanjian, sedangkan jika sesama siluman, maka keduanyapun bisa.

"Nathan, Ayao katakan!" Anna salah tingkah melihatnya, begitupun Hamadriad yang kebingungan, biasanya manusia yang terjebak selalu berakhir dengan mengatakan Mantra ketimbang mati menahan sakit yang sangat hebat akibat pergulatan dua perjanjian siluman.

Kedua gelang itu nampak ingin mendominasi tubuh Nathan, sedangkan si pemilik raga tidak ingin mengucapkan perjanjian, jika dia mengatakannya, Maka ikatan dengan Ann Ann akan terputus.

"Nathan, kau bisa mati!" Tekan Anna.

"DIAM!" Bentak Nathan, dirinya meremat dada dan menelungkup di tanah menahan sakit untuk pertama kalinya dirasakan, lebih menyanyat di banding terluka oleh apapun.

Uhuk

Ketiga kalinya muntah darah, sukses membuat Anna gigit jari, begitpun Hamadriad yang nampak gemas, manusia yang satu ini terlalu memaksakan diri. Kedua siluman bersama roh penunggu lain hanya menyaksikan Nathan meremat rumput. Mengerang hingga menengadah ketika kedua sinar saling beradu, terus berguling menahan sesuatu yang menggerogoti tubuhnya untuk cepat memilih.

Mau bagaimana lagi selain Anna yang mengalah dan cepat-cepat menghampiri Nathan, jika dia mati tentu Maya pun ikut mati, terpaksa membantunya karena dengan cara menjebak ternyata tidak bisa. Maya menghampiri dengan terus menggapai tubuh Nathan, meski beberapa kali di tepis serta Nathan yang merangkak mencoba menjauhi Maya untuk kemungkinan...bisa saja wanita itu melepaskan ikatannya saat dia lemah.

"Akan ku batalkan." Lontar Anna, baru setelah itu Nathan diam ketika kepalnya di pangkuan Anna, mengcup singkat untuk menghisap darah Hamadriad yang memang berwarna putih keluar dari tubuh Nathan, bersamaan dengan cahaya hijau mengelilingi mereka, gelang coklatpun mulai memudar dan hilang karena, sekuat apapun energinya .. pendatang tidak bisa mendominasi.

Anna mengalihkan darahnya, masuk kedalam tubuh untuk membuat perjanjian dengan Hamadriad, itu yang membuat Maya lama berbincang, siluman pohon itu sudah bersedia bekerja sama, hanya saja Maya mendadak meminta bantuan untuk melepas ikatannya dengan Nathan. Tapi tak kunjung berhasil karena pria ini ternyata bersikukuh ingin Anna.

"Dasar penipu." Rintih Nathan tenang, dirinya masih meringis dan mengatur nafas, membiarkan peluh membasahi celana Anna dan memang...

NQTHAN tidak mau bergerak, ingin terus berada di pangkuan ternyamannya saat ini seraya menenangkan hati, setidak ingin itukah Maya menyatu dengannya.

--

NATHAN lemah, tenaganya terkuras habis, dan hanya bisa menatap langit malam menunggu Anna yang masuk kedalam pohon, keluar membawa tali yang terbuat dari akar, lalu memasukannya ke dalam gelang tamashi, bisa di bilang untuk siluman jenis ini akan bersikap tergantung pada orang yang mendatanginya, seperti Anna yang ramah dan mengajak bekerjasama, maka terjadilah kerjasama, entah apa konsekuensi untung serta rugi, Nathan masih belum paham sepenuhnya.

"Kau pulang dan mobilnya ku pinjam." Usul Anna, mencoba membantu Nathqn berdiri..

"Aku tetap ikut." Nathan meringis memegang dadanya, terlalu keras kepala ingin di samping Anna, dengan alasan rasa suka, yang muncul entah dari mana.

"Jika kau pulih, tinggal panggil aku." Tentu saja Nathan akan merepotkan saat ini, dan lagipula teleportasi yang di buat bukan oleh Maya, tapi oleh Hamadriad dengan membuat sebuah terowongan dari pohon di sampingnya, Nathan berjalan tertatih sendirian ke sana, sadar bahwa membayangkan turun gunung saja rasa-rasanya tidak sanggup di lakukan sekarang.

Anna bersikap apatis meski Nathan merangkak untuk bisa menggapai gerbang teleport, dia memilih berbicara lagi dengan siluman yang kini memberinya sebuah kotak, ini tempat untuk mutiara yang akan Anna ambil di dasar laut nanti.

Mereka terlalu sibuk berbincang, sampai arwah berenergi kuat dengan nakalnya membuntuti Nathan.

Blash

Nathqn sampai di ruang tengah, jangankan Dia yang masih belum terbiasa, Jodi dan Crystal saja sampai syok melihat kakaknya tiba tiba muncul.

hanya Alam saja yang santainya minta ampun.

"Kau membawa anak buah?" Tanya Alam.

Jodi dan Lusi, astaga mendadak berwajah linglung serta pucat akhir akhir ini, lalu Nathan melihat ke belakang saat seorang pria menyeringgai dengan mulut sobek dan mata hitamnya, sempat menggetarkan hati Nathqn, terlebih auranya terasa berbeda dengan arwah yang ada di sini.

Brak.

Alam tercekat ketika arwah itu masuk dalam tubuh Nathan, sedangkan kakaknya menunduk, dia terlalu lemah untuk bertahan dari rasukan setan, mendadak menyunggingkan senyum dan menatap Alam sejemang.

"Ah, ternyata dia sama denganku." Ucap Nathan melihat kedua jari jemarinya, mengagumi diri dengan melihat kaki lalu menyapa rambut.

"Aku hidup." Gumam Nathan, tentu saja semuanya terperangah.

Nathan berlalu setengah berlari naik ke atas setelah sejemang menatap sekeliling.

"Dia kerasukan?" Tanya Alam untuk pertama kalinya mengajak berbincang pada kakek tua di ujung pintu, dia sudah menjadi penunggu rumah sejak pertama kali di bangun, arwah yang merasuki Nathan punya aura kuat, terbentuk dari dendam dendam dengan niatan ingin kembali hidup, mereka semua yang ada di sini menjadi gentayangan karena belum menyelesaikan apa yang menjadi tujuan hidupnya, sedangkan yang ini, di bantu amarah dan keinginan kuat, hingga dia bahkan bisa merasuki manusia yang punya ikatan dengan siluman.

"Kakak?" Alamm masuk, nampak Nathan senyum senyum sendiri di cermin, pantas saja Alam selalu mendengar banyak orang yang pulang tidak sehat setelah berpergian dari gunung salak, ternyata seperti ini.

dia meminta Lusi dan Jodi untuk tidak menemui kakaknya yang kerasukan. Karna saat ini.

buak..

Alam saja di pukuli, sudah terbaca jelas hantu itu juga merupakan psikopat.

"Sadarlah!" Teriak Alam, tanpa alasan jelas Nathqn malah memukuli dirinya secara brutal hingga tertawa gila tanpa perlawanan sang adik. Dia bingung bagaimana cara mengeluarkan arwah dari raga kakaknya.

Nathan mendadak diam ketika tinjunya hampir mendarat lagi di pipi adik yang membiru, bahkan sudut bibirnya sudah berdarah.

"Alam?" Tanya Nathqn, dia menjauhkan kepalannya lalu mengerutkan kening, mendadak linglung karena sudah berada di kamar yang berpidah kepemilikan yaitu Anna.

"Kakak, panggil Anna, cepat!" Pinta Alam, hanya saja Nqthan mendadak tertawa lagi, astaga, sadar dan tidak sadar.

"Anna?pacarnya?" Tanya Nathan, Alam menjadi linglung sendiri, bagaimana membedakan si hantu dan Nathan?, untung saja dia tidak melanjutkan aksi pukul pukul, dan kini malah memeriksa setiap sudut kamar.

Alam diam diam memilih berlalu, langsung bercerita pada Crystal dan Jodi mengenai kondisi Nathan yang tidak waras.

mereka bersepakat mencari dukun karena Anna tidak ada, si kakek tua penghuni rumah ini juga tidak mau berurusan, dia bisa saja tidak tenang di alam sana kalau ikut campur katanya.

--

Seminggu penuh Anna senang, Nathan tidak memanggilnya dan kini sedang mencoba mengumpulkan batu alam di goa dekat candi borobudur, susah payah dia masuk dengan jalan berkelok serta terjal lalu para setan berwajah ruyam yang membuatnya bergidik ngeri. Sedikit lagi, dia hanya perlu mengumpulkan tenaga untuk membebaskan Seirina dan teman temannya.

Lalu di tempat lain, Alam dan Jodi memijat kepala..

Nathan tertawa gila setiap harinya, hanya sadar beberapa saat lalu kembali seperti semula, semua rencana dan strategi berantakan, dengan kini teralihkan pada pembunuhan tidak beralasan, sebenarnya mungkin si hantu ingin membalaskan dendamnya hingga bertekad masuk pada tubuh orang yang salah. Iman Nathan memang lemah hanya saja baru kali ini di rasuki, ini akibat badannya yang tidak stabil.

"Jadi gimana bah?" Tanya Alam, frustasi setiap hari ada gemerincing lonceng dan asap kemenyan namun tidak membuahkan hasil apapun, sedangkan Crystal tidak menampakan diri, hanya sekedar berjaga jaga, bisa saja Natgan menyentuhnya, dia kan sedang bukan menjadi dirinya, Jodi saja jika di ibaratkan mobil sudah penyok penyok, termasuk beberapa pengawalnya.

"Kela jang, nu ieu mah kuat."

Si abah membaca komat kamit lagi serta tidak berhenti membunyika lonceng yang membuat kepala arwah saja berdeyut terkena migrain.

Nathan turun dari kamarnya,duduk di sofa berhadapan dengan si abah dan ikut memperhatikan pria berjangggut putih ini. menyunggingkan senyum ketika Abah menabur bubuk kemenyan pada air minum lalu berkumur di mulut yang sudah Nathan duga pria tua itu tidak tahu apa itu sikat gigi.

Nathan melempar kertas pada Jodi, itu adalah tugasnya mencari satu persatu keluarga selama seminggu ini, Nathan bahkan membunuh lansia ketika menangkap mereka, pernah Jodi berpura pura tidak menemukannya, hanya sana dia langsung dapat siksa pecut tiga kali.

Cring, brak

Nathan menggernyitkan dahinya, terlalu berisik si Abah bahkan menggebrak meja bersamaan gemerincing lonceng yang ingin dia bungkam seminggu lalu, tapi Alam terus saja mengundang berjenis jenis dukun datang kemari bahkan sampai biarawati hingga tukang ramal perawan tua.

"Kau tahu ini tidak akan mempan padaku Alam?" Nathan menekan kata katanya sebari mengeluarkan pisau dari celana untuk menggorok leher si abah yang menatapnya dengan pupil melebar.

Nathan baru saja membuka mulut dan

Byurr.

Kumuran si abah masuk ke mulutnya dan membasahi wajah, berhasil membuat Nathan terperanjat berdiri tegap.

"Hush, ingkan siah setan, antep si ujang sina sadar! ." Abah berkomat kamit dengan kepala yang berputar kesana kemari.

Nathan linglung sekarang, menyeka wajah dengan mulut yang dia rasa kelu.

"Panggil Maya cepat!" Teriak Alam, Nathan bergernyit, setiap saat kenapa Alam terus berteriak untuk memanggil Anna, dan berada di tempat berbeda.

"Tsuyoi sentoki?" Nathan memanggil Anna dengan nada bertanya, apakah berhasil? Nathqn bahkan merasa mual dan ada apa dengan wajah basah serta bau kemudian dukun yang masih saja meler meler?

Dan sebenarnya Jodi ingin tertawa dalam suasana canggung ini tapi mau bagaimana, ini bukan situasi tepat.

"Oh?." Suara keheranan itu sukses membuat semuanya menoleh, Anna berjongkok di depan tangga, dia melihat sekeliling kemudian menatap sinis mereka bertiga.

"Argh Nathan! Aku belum memasukan batunya ke tamashi." Anna merengek, dia harus kembali lagi ke sana padahal sudah bersusah payah menggapai batu alam itu.

Nathan langsung menghampiri dengan Anna yang berkacak pinggang.

"Udah ku bilang jangan memanggil nam-"

Plak

Dirgan menampar Maya hingga dia tersungkur di lantai, jangankan jodi dan Alam, arwah yang ikut menyaksikan juga membekap mulutnya. Dia menarik dagu Anna dengan kasar kali ini.

"Hai, cantik." Nathan menyeringgai, mata Anna sebelah merah dengan pipi yang ikut memanas.

Cuih

Anna meludahi wajah Nathan, memang ingin sekali Anna melakukannya sedari dulu, ini kesempatan luar biasa yang di milikinya "enyahlah, iblis!"

Nathan geram, semua orang menutup mata karena dia berancang mengacungkan lengannya lagi.

"Ann?" Nathan terkejut bukan main, apa yang sedang di lakukannya, tempo hari kepalan tinju pada Alam, sekarang acungan tangan dengan wajah Anna yang sudah merah.

"Apa yang terjadi?" Tanya Ntahan.

Plak, Anna menamparnya balik, dan kini merengek mengusap pipinya.

"Sakit Nathan." Keluh Anna menangis, Nathan bingung sekarang, apa maksudnya. "Aku memukulmu?" Tanya Nathan, dan Anna malah semakin menjadi dengan menangis lebih kencang lagi, Nathqn melihat ke arah Alam dan Jodi serta arwah arwah yang mengangguk cepat.

"Ann."

Plak, Anna merasa puas menampar Nathan meski sebenarnya hanya berakting menangis, dan Nathan menerima tamparan Anna dengan lapang dada meski terasa panas untuk tamparan ke 5 kalinya.

Alam jadi garuk garuk pelipis, Anna terlalu berlebihan serta ambil kesempatan, sedangkan Nathan bingung kelabakan dengan apa yang terjadi. Ann mendorongnya kuat lalu berlari ke kamar, sedangkan si Abah langsung di beri upah untuk berhasil membuat Nathan sadar meski hanya beberapa detik, dan kini mereka berdua memperhatikan Nqthan, dia masih linglung.

"Apa kita pukul juga?" Bisik Alam pada Jodi, kapan lagi bisa memukul psikopat, sedangkan yang memohon maaf adalah si korban.

Baru saja mereka akan melancarkan aksi, Nathan sudah terkekeh lagi, membuat mereka akhirnya saling dorong dan mengundurkan diri cepat, Nathan seperti manusia labil, menyeramkan tanpa alasan.. dan incarannya kini, sudah berada di lantai atas.

Mendadak bubar semua bahkan arwah saja pura pura sibuk dengan menghitung air dalam gelas di banding menatap Nathan yang terlihat geram. Tentu saja Anna tahu Nathan akan kerasukan lagi, dia tidak berniat menyembuhkannya, bagus lagi jika Nathan terus kerasukan, dia tidak perlu takut di panggil lagi karena hanya Nathan berpikiran waras yang bisa memanggil Tsuyoi sentoki. Bukan arwah yang bersemayam pada tubuhnya.

"Sayang?" Nathan masuk ke kamar, di sambut ceria oleh Anna dengan lambaian tangan santai di sofa dekat jendela.

"Kau tahu, aku juga bisa merasakan apa yang tdi kau lakukan." Ucap Nathan, dan Anna hanya mengangguk ringan, dia akan melancarkan sebuah negosiasi saat ini.

"Kau ternyata psikopat juga Rafi." Lontar Anna, Nathan ikut duduk mendekat pada Anna, menelisik tubuhnya dari ujung kaki sampai wajah Anna.

"Yah, aku punya urusan yang belum usai." Nathan di rasuki arwan bernama Rafi ini meraba paha Anna, wanita ini santai saja meski usapannya terus naik ke atas.

"Ku bantu kau bersemayam di tubuh itu selamanya Rafi." Tawar Anna

To Be Continued...