webnovel

The Legend

Anna stagnan tidak bisa melakukan apapun kala tubuhnya terkungkung erat oleh wanita lucu bernama Crystal Narendra. Dia menangis sesegukan lantaran sangat merindukan Anna. Meski Tsuyoi Sentoki itu belingsatan harus membalas pelukan Crystal atau tidak.

Sebab dekapan hangat ini bisa saja membuatnya terpaku dan menyayangi wanita karir tersebut.

"Naik..." Nathan melerai dekapan Crystal dengan satu kata saat masuk kedalam rumah seraya membawa pisau belati yang hari ini kekenyangan—telah menghujam lima belas orang.

Anna tersenyum taatkala melihat wajah Crystal yang mendongak dengan maniknya membulat lucu tertutup kaca bening meminta Anna membalas pelukannya.

Jodi dan Alam sangat gembira sekali melihat kehadiran Anna. Tsuyoi Sentoki yang kini membalas pelukan Crystal itu terlihat semakin cantik saja sebab Anna lupa memberi ramuan kebal pemikat pada kedua orang tersebut.

Dia bersusah payah mengangkat dua koper yang langsung membuat Alam dan Jodi membantu membawa benda tersebut. Lagipula sebenarnya tidak di angkat keatas pun—Anna hanya akan sebentar disini. Terpaksa menemui Nathan karena menurut penerawangan cermin, benda yang sangat ia butuhkan berada di tangan pria tersebut.

"Terimakasih," ungkap Anna. Kedua nya mengangguk sembari melambaikan tangan—keluar kamar. Sampai Anna menarik napas taatkala melihat Nathan yang sedang berganti pakaian. Apalagi dengan baju bekas pakai Nathan Narendra itu bersuara saat menyentuh lantai, terlalu berat kain tersebut menyerap banyak darah.

Nathan menyeka kasar wajahnya dengan handuk, setidaknya sampai pandangannya sedikit membaik saat mengambil sekaleng soda dari chillers. "Bi–bisakah aku—memeriksa kamarmu?" Anna gelagapan memperhatikan Nathan yang berjalan sembari meneguk sodanya.

"Untuk?" Nathan merespon Anna tanpa melihatnya. Membuat Anna kikuk apalagi saat Nathan duduk di sofa seraya meraih pisau yang Ia simpan di sana. Takut jikalau Nathan macam-macam, apalagi melakukan kekerasan karena sekarang Nathan Narendra sudah melihat sosok asli buruk rupa miliknya.

"Menurut cermin, gelang tamashi berada di sini," sahut Anna.

*Gelang tamashi adalah alat yang bisa menyerap dan mengeluarkan benda apapun sesuai intruksi pemiliknya*

Nathan mengangguk kecil, mengacungkan lengan untuk mempersilahkan Anna menggeledah kamarnya. Meski Anna terlihat canggung dan mulai melakukan pencarian dari lemari Nathan.

Belasan menit pun berlalu cepat, namun Anna belum kunjung menemukannya. Nathan Narendra bahkan sudah menghabiskan tiga botol bir—menahan gatal pada seluruh kulitnya sebab belum kunjung membersihkan diri taatkala darah manusia mulai mengering.

Tidak mungkin juga Tsuyoi Sentoki itu marah-marah pada cermin karena memperlihatkan benda tersebut berada dalam sebuah laci yang dimana—Anna sudah mengeledah seisi ruangan. Bahkan sampai area bawah ranjang termasuk kamar mandi dan sudut sekat jendela.

Tidak mungkin juga meminta Nathan Narendra itu untuk membantunya. Pria kurang kerjaan tersebut sedari tadi hanya mematrikan matanya pada Anna, membuat Ia mencari seraya mencoba menutupi wajah dengan surai rambut. Cemas apabila Nathan mengusirnya karena Anna memang tidak pandang di enak.

Apalagi jikalau berubah menjadi hone-onna. Siapa yang mau melihat wanita berjubah merah tanpa tulang?

"Bagaimana bentuknya?"

"Ah iya, dari kayu ukuran lima belas senti serta panjang seperti pulpen," sahut Anna cepat. Dia mengulas senyum canggung melihat Nathan tanpa air muka apapun menghela napas tenang.

Mencoba mengingat barang yang Anna cari, Nathan lekas bergerak menuju nakas di dekat kasur. Anna memperhatikan dengan seksama, sampai mulutnya menganga kala melihat sebuah laci di balik nakas tersebut. Pantas saja mau sampai negara api menyerang pun dia tidak akan menemukannya.

"Ini?" Nathan mengacungkan ranting yang Ia dapat dari menteri Brazil dahulu. Lupa memberikannya pada Anna kala itu. Sampai Tsuyoi Sentoki mengangguk, Dia senang menghampiri Nathan sembari mengacungkan lengannya. "Boleh?"

Nathan tidak menjawab apapun... Lantas duduk dan mematrikan pandangannya kembali pada Anna. Meskipun Nathan Narendra bilang tidak, Ia tidak akan bisa memakai benda tidak bertuan yang hanya bisa di aktifkan oleh para siluman.

Apalagi memang benda tersebut sudah Nathan niatkan untuk Anna tapi, "Memberi dan menerima?"

Anna mengerutkan keningnya sangkat tercekat saat Nathan tiba-tiba saja meraih jemarinya. Membuat Anna membekap mulut sampai meringis dan berlari ke dalam kamar mandi. Semakin gila dan mengerikan saja Nathan Narendra ini, menurut Anna.

Pilihan dunia paralel memang luar biasa seorang monster.

Sampai selang beberapa menit. Anna gontai kembali keruangan dimana Nathan masih dalam posisi sama sembari meminum soda—menunggu Anna mengosongkan seisi lambung. "Kenapa membaca pikiranku jika tidak kuat?" tanya Nathan.

Anna berdesis melihat pria itu. Merinding sekali sampai ingin secepatnya pergi, "Reaksi spontan," jawab Anna. Dia menekan perut yang masih terasa sakit, sampai berdiri tegak dengan kaku saat Dirgan menyodorkan sekaleng soda yang sudah dia buka.

Mencurigakan sekali tingkah pria ini. Anna harus berhati-hati. Takut jikalau Nathan menaruh semacam racun atau obat pada minumannya, secara... psikopat bernama Nathan Narendra itu punya banyak obat-obatan.

"Apa yang kau mau?" tanya Anna cepat. Nathan meletakan kembali barang bernama gelang tamashi itu diatas nakas, menggerakan jari telunjuk agar Anna mendekat. Nathan menyeringai tipis karena Ia hampir saja gila jika menahannya lebih lama.

"Aku tidak membunuh wanita hari ini," keluh Nathan. Otomatis dia tidak mengecup siapapun dan tidak mungkin juga Ia mengecup arwah yang membuatnya ingin meludah. Setidaknya Anna lebih baik.

"Kau... Belum berhenti menonton video asusila?" tanya Anna. Nathan tersenyum samar mendengar lontaran polos Anna yang menghampirinya. Dia menjawab dengan gelengan kepala, meski Tsuyoi Sentoki tersebut—ragu saat Nathan menariknya dalam pangkuan ternyaman untuk setiap perlakuan yang Ia terima.

"Beri aku kecupan."

"Dirgan?" Anna mulai meragukan suasana yang sedang terjadi saat ini.

"Aku baru beres menonton video berdurasi sembilan belas detik," Nathan menengadah untuk bisa menatap Anna. Dia benar-benar membuat Anna merinding saat mengusap pahanya. Harusnya dulu, Maya juga membuat ramuan untuk mencuci otak pencandu konten dewasa tersebut.

Meski memang tidak masalah, sebab sebuah kecupan buka hal yang Ia junjung tinggi... Mau Nathan Narendra mencoba memegang pinggul atau apapun yang terpenting tidak memintanya bermain di atas kasur. Sepertinya akan baik-baik saja.

"Akan aku incar jika kau menghisap tenagaku," ancam Nathan. Anna memang merencanakan hal tersebut—saat mengusap rahang Nathan. Cahaya yang mencuat keluar pun alhasil meredup kembali.

Anna mencoba mengontrol detak jantungnya agar tidak ada seorang pun tahu apa yang sedang dia lakukan.

Terlebih ketika Nathan menyelusupkan jemarinya pada surai lembut Tsuyoi Sentoki. Menarik tekuk wanita itu sembari memejam dan merasakan sensasi yang bahkan tidak dinikmati oleh Anna.

Nathan menaruh soda di atas selimut dan berpindah merengkuh pinggang Anna. Membuat wanita yang membulatkan maniknya ini terbaring secara perlahan tanpa menghentikan apa yang Nathan tahan selama satu bulan ini.

Anna menepuk bahu Nathan Narendra. Memejamkan manik seraya berdo'a pada Tuhan—takut jika pria kelebihan hormon ini tidak bisa berhenti. Nathan menggigit bibir Anna karena Tsuyoi sentoki itu tak kunjung membalas kecupannya.

"Sudah?" tanya Anna. Dia tidak sadar saat jeda kecupan tersebut Nathan pun mengingit lidahnya. Menggeleng cepat serta melanjutkan apa yang belum usai, Anna pun ikut bereaksi agar dia bisa cepat pergi.

Meski kesulitan saat mengimbangi serangan Nathan. Pria itu sudah ahli dan berlatih bersama banyak wanita ternyata. Hanya untuk bisa membuat Anna ikut larut dan hanyut dalam buaiannya sampai tidak sadar, bahwa Ia mengigit bibir peach mint tersebut.

"Cukup," ucap Nathan. Anna terengah taatkala Nathan bangkit menjauh darinya. Pria itu harus cepat-cepat mendapatkan pasangan agar bisa menyerbunya sepuas hati. Anna yang buruk rupa saja sampai diembat habis-habisan.

Tsuyoi Sentoki menyambar ranting yang berada di atas nakas lalu menyimpannya di lantai. Membaca Mantra sampai benda tersebut bergerak dan membuat Nathan terlonjak karena tamashi berubah menjadi sebatang kayu besar.

"Apa ini?" Nathan penasaran. Pun Ia mendekati Maya yang bersemangat menggusur koper mendekati kayu tersebut.

"Kantung ajaib," jawab Anna. Dia bertepuk tangan kecil lantaran tidak perlu membawa koper kesana kemari lagi. Nathan yang memperhatikannya saja sempat tersenyum sekilas ketika Anna bertingkah lucu.

Tsuyoi Sentoki langsung menggeledah dua koper dengan satu isi yang sama dengan satu bulan lalu. Kemudian satu lagi merupakan alat-alat asing yang membuat Nathan ikut-ikutan berkutat dengan koper Anna.

"Sepatu?" Nathan mengangkat salah satu barang yang terlihat unik. Sebuah batu lapuk berbentuk sepatu, Nathan menerka ini merupakan prasati kuno peninggalan nenek buyut Anna dan Ia juga yakin... benda ini bisa digunakan jika menggunakan magisnya.

"Punya teman, sini," sahut Anna. dia menata barang-barangnya masuk kedalam lewat ujung Kayu yang berlubang. Menyambar cepat sepatu yang Nathan pegang, Anna bahkan gemas sebab harus mendaki gunung ciremai selama lima hari untuk mendapatkan barang antik satu ini.

Jangan sampai Nathan merusaknya dengan alasan tak sengaja tergelincir dari lengannya.

Dia bersenandung kecil, sampai menggerakan kepala kekiri dan kanan saking senangnya membayangkan petualangan selanjutnya tidak perlu menggiring dua koper. Apalagi saat melewati hutan dan danau. Terbayang repotnya Anna ketika membawa benda tersebut.

"Arghh," Anna mengerang serentak beserta meremat dada. Demikian halnya Nathan Narendea yang kaget karena dia dengan sangat jahilnya memakai gelang yang sedari dulu menarik perhatian.

Anna membelalak ketika melihat Nathan Narendra itu mengukir senyuman di bibirnya. Mulai sadar dengan apa yang akan di lakukan psikopat gila satu ini. Anna mencoba meraih gelang saat Nathan spontan berdiri.

Tsuyoi Sentoki itu tertaih seraya meremat dadanya. Mencoba menggapai Nathan yang malah semakin menjauh dengan mundur beberapa langkah.

Menurut cermin, mulai dari Hone-onna kedua, mereka menyimpan separuh jiwanya pada sehelai benang hijau agar nenek moyangnya (Hone-onna pertama) tidak bisa merasuki jiwa mereka karena separuh jiwanya terpisah.

Nathan bersiul melihat gelang pipih hitam dengan garis hijau itu melingkar dilengan kirinya. "Bergabunglah dengan jiwaku Anna," lontar Nathan. Sejurus kemudian, Anna menggeleng dan mencoba melarikan diri keluar kamar saat Nathan Narendra tersebut tertawa.

"Ah, atau hone-onna?"

Bersambung...