Anna tersadar kini kenapa Nathan membabi buta saat mengecupnya tadi. Dia membuat Anna tidak merasakan bibir yang Nathan gigit sampai bisa melakukan pertukaran darah dengannya. Membuat Anna membalas kecupan Nathan—agar ia pun menelan darah yang membuat jantungnya sakit sampai Anna tertatih.
Memang sebuah kesalahan besar Tsuyoi Sentoki itu datang secara baik-baik padanya. Seharusnya Dia menyelinap dan mencari tamashi dalam diam di banding Anna yang saat ini tidak bisa melarikan diri saat pintunya tidak bisa dibuka.
Nathan malahan menguncinya kala Anna sibuk—muntah tadi.
"Nathan... Jangan, kita tidak boleh terikat," jelas Anna. Persis seperti korban yang beberapa hari lalu Nathan potong telinganya... Ia pun bersikap seperti orang yang tidak memiliki pendengaran taatkala Anna mencoba berjalan menuju arahnya.
Nathan Narendra malah sibuk berkutat di lemari. Lantas mencari secarik kertas yang Ia catat dari cermin satu bulan yang lalu. Nathan akan melakukan sebuah ritual penyatuan jiwa, dimana keduanya akan menjalani takdir dan nasib yang sama.
Sebenarnya ingin sekali Nathan menaklukan Tsuyoi Sentoki yang beberapa langkah lagi mendekat padanya. Namun tidak mampu apalagi menurut cermin, setidaknya Nathan harus memakan separuh hati Anna untuk bisa menguasainya.
Namun saat Nathan mempertanyakan bagaimana cara mendapatkan hati Anna, cermin tersebut malah membicarakan omong kosong dengan mengatakan bahwa Hone-Onna yang sekarang—telah menitipkan hatinya pada seseorang.
Dengan enteng... Nathan membuat jarak lagi antara dia dan Anna. Sampai Ia mengedikan bahu seraya mengatur napas—bersiap. Anna kontan menelungkup jatuh ke lantai untuk merasakan jantungnya seperti digenggam dengan erat.
Sebenarnya Nathan pun sedari tadi membawa pisau. Emang berniat akan melukai tubuh Anna untuk mendapatkan darahnya. Akan tetapi setelah berpikir sebab tidak mungkin, dia memaksa Anna menelan darah miliknya.
Sampailah dimana Nathan pada sebuah ide mengecup Tsuyoi Sentoki sampai bisa menjadi kesenangan ganda untuknya.
"Tomoni hataraku—" Nathan memejam saat merapal mantra.
"Nathan! Dengarkan aku," sergah Anna.
"Tsuyoi Sentoki" Blash. Sedetik setelah Nathan mengucapkan mantra, mencuat cahaya hijau dari gelang yang Nathan pakai sampai dia merintih. Begitupun dengan Anna yang langsung melayang beberapa senti dengan asap berwarna sama melingkupi dirinya.
Nathan Narendra mengerang merasakan sakit luar biasa pada lengan kirinya. Membuat banyak guratan hijau pada permukaan seluruh tubuh Nathan. Pria itu berguling dilantai ketika jubah Anna beserta lampion bunga peoni berdenyut keluar.
Uhuk! Nathan terbatuk sampai mengeluarkan darah taatkala garis tak beraturan tersebut menjalar sampai ke wajah. Menyiksa jiwa lancang tersebut sampai beberapa puluh detik kemudian... Anna ambruk bersamaan dengan Nathan terengah ketika garisnya kembali menciut sampai menyisakan benang tipis menghiasi pergelangan lengan Nathan.
Sesaat keheningan melanda, tak lama kemudian di sambut dengan isak tangis kencang Anna taatkala semua cahaya mulai meredup. Anna lekas bangkit—histeris melihat pergelangan lengannya pun sama dihiasi seutas benang hijau sama dengan milik Nathan.
Hanya Nathan Narendra yang tertawa puas, dia senang bisa terjebak bersama Anna, sebab bagaimanapun juga—Nathan tetap menyukai Tsuyoi Sentoki.
Terlalu banyak yang harus Nathan deskrifsikan untuk wanita satu ini. Setiap malam dia merutuk karena Anna benar-benar payah dalam meracik ramuannya.
Mantra dan aura pemikat? Nyatanya Nathan tidak terpengaruh hal-hal magis ketika menyangkut Anna... Rindu sialan yang terus dia tahan selama ini ternyata membuahkan hasil, Nathan tak mengira Anna kembali menghampirinya. Padahal dia selalu meluangkan waktu pergi ke tempat angker—bukan untuk mencari siluman.
Melainkan ingin bertemu Tsuyoi Sentoki.
"Kakak?" Crystal mengetuk sembari memutar knop pintu taatkala tangisan Anna semakin kencang bahkan terdengar oleh para pengawal rumah yang berjaga di halaman depan.
"Jangan masuk" sergah Nathan. Dia pun lekas bangkit sembari mengusap keringat yang mengucur dari pelipisnya. Meski rasa sakitnya terbilang muncul dalam hitungan detik. Namun nathan bahkan hampir saja tidak bisa menahannya dan berniat memotong lengan jikalau ada pisau di sampingnya.
Mengatur napas seraya mengagumi lengan yang berhias benang tipis tersebut. Lagi-lagi Nathan bangga mengenai hal-hal yang bersangkut paut dengan Anna. Lebih terlihat simple, unik dan cantik dimatanya. Tidak terlihat seperti milik si menteri yang saat ini menjadi tas untuk anna. Terlihat kuno serta merepotkan baginya.
"Aku merindukanmu Anna," ucap Nathan. Anna menggeleng pelan dan terus meraung dalam telungkupannya. Petaka yang tidak boleh terjadi—sebab Anna sungguh tidak ingin kutukan Hone-Onna berjalan cepat padahal dia barusaja akan memulai petualangan untuk mencari teman-temannya.
Nathan Narendra berdiri menghampiri anna. Membuat wanita itu duduk tegap, meski terbelalak ketika Tsuyoi Sentoki dengan cepat mencengkeram lehernya. Membuat Nathan mundur sampaj tersudutkan pada tembok dengan keras hingga Ia meringis.
Anna menatapnya dengan wujud Hone-Onna yang membuat siapapun pasti bergidik ngeri, apalagi kemunculan jubah merah anna sampai membuat wanita itu menancapkan kuku Hone-Onna pada leher Nathan.
"Lancang sekali kau," geram Anna. Dia baru pertama kali bertemu orang gila seperti Nathan Narendra yang malah terkekeh melihat tulang pipi kiri tanpa kulit ataupun daging itu.
"Woah, cantik sekali," sahut Nathan. Setidaknya pria itu tidak bodoh karena mempelajari untung rugi dalam mengikat siluman. Apalagi ketika Nathan mati maka silumannya pun akan ikut mati, lalu sebaliknya... ketika Nathan merasakan sakit pun... Tsuyoi sentoki akan merasakan hal sama.
Tapi di banding itu semua, yang membuat Nathan nekat merantai anna. Lantaran Ia bisa memanggil wanita itu sesuka hati. Dia bisa membuat Anna berada di sampingnya kala Ia merindu.
Tsuyoi Sentoki menghentikan aksi berontakan percumanya, beringsut dengan pudar jubah merah beserta tulang pipi yang mulai berkulit lagi hingga seutuhnya, Nathan lekat menatap wanita dengan bibir tertekuk ke bawah dan berkaca kaca ini. Anna... terlihat memukau sekali.
Anna menyeka kasar pipinya meski setelah itu menjadi basah kembali. Tiada henti air mata mengucur—dia bergegas membenahi barang-barangnya untuk masuk dalam tamashi.
Nathan mengambil handuk yang ia pakai tadi. Membungkus tubuh Anna seraya mempereratnya dengan memeluk dia dari belakang. Hanya sebagai pencegahan jikalau Maya akan menghisap energi miliknya.
"Maaf sebab aku egois dan tanpa persetujuanmu melakukan ini, aku.... tidak bisa melepasmu Anna," Nathan mengetuk keningnya pelan pada kepala belakang Anna. Sampai membuat wanita itu mengibaskan handuk yang membuatnya kepanasan.
"Aku harus pergi!" ucap Anna tegas.
Tsuyoi Sentoki mengetuk dua kali tamashi yang langsung menciut dan berubah lagi menjadi sebuah tongkat sebesar pulpen seperti semula. Mendekatkannya pada pergelangan lengan berhias benang hijau tersebut.
Anna berkomat kamit di tengah isakannya sampai tamashi melengkung dan berubah menjadi gelang. Bersikap apatis pada Nathan tanpa menolehnya. Anna mengambil kunci pintu yang Nathan simpan di atas chillers.
"Sebaiknya kita uji coba dulu Anna," lontar Nathan. Anna terburu-buru untuk secepatnya pergi dari ruangan psikopat gila tersebut. Sampai kunci pintu itu terjatuh bersamaan dengan Anna meringis—memegang lengan kanannya.
Anna spontan berbalik melihat ke arah Nathan, pria itu benar-benar tidak waras menusuk lengannya sendiri—sampai anna pun ikut merasakan sakitnya.
"Kau gila!" ringis Anna. Nathan terkekeh senang melihat anna kesakitan kala tangannya berdenyut mencuatkan cairan merah sampai mentes dilantai. Lekas menekas lukanya... Nathan Narendra bersiul gembira sebab Anna sungguh sudah terikat dengannya.
"Kau milikku—Anna."
To Be Continued...