webnovel

South Gate

"Kakak apakan Kak Anna?" tanya Crystal. Tiga orang penasaran itu tengah menunggu dengan setia di depan pintu kamar sampai membuat Nathan Narendra tercekat kaget kala Crystal berada dibelakangnya.

"Nanti ku ceritakan, ayo sekarang kita tidur," Nathan mengajak ketiganya untuk bubar. Membiarkan Anna meraung sepuasnya, sebab menurut Nathan, Tsuyoi Sentoki itu akan tenang dengan sendirinya.

***

Akan tetapi pada faktualnya. Tidak ada seorangpun yang bisa tertidur bahkan setelah Nathan panjang lebar bercerita dengan ketiga adiknya. Mereka semua berkumpul diruang tengah sampai saling merenung dengan atma masing-masing.

Sudah hampir tiga jam berlalu dan ini akan memasuki pagi hari. Anna belum juga berhenti menangis malahan sesekali menjerit. Mereka juga beberapa kali mendengar barang pecah di dalam sana. Nathan Narendra sampai terkekeh ciut melihat para arwah berlalu lalang dengan murungnya mendengarkan Tsuyoi Sentoki itu meraung sejadi-jadinya.

"Kakak egois banget tahu gak!" Crystal mulai risih dengan perlakuan kakaknya terhadap Anna. Awalnya dia ikut gembira karena Tsuyoi Sentoki bisa berada di dekatnya.

Namun jika melihat situasi seperti ini, ketiganya mulai tidak senang—lantaran ikut merasakan kebebasan yang akan diatur oleh Nathan nantinya. Padahal Anna pun sama memiliki tujuan hidup seperti mereka berempat.

Kenapa Nathan Narendra itu tega sekali?

"Aku tidak mau dia pergi, kalian juga bukannya tidak mau dia pergi?" bela Nathan. Bukankah hidup serasa hampa tanpa Maya? Nathan Narendra bahkan bisa merasakan perubahan pada ketiga orang tersebut saat Anna pergi satu bulan lalu.

Kemudian kenapa kini dia merasa bahwa semua orang menyudutkannya? Bahkan arwah gentayangan pun ikut mendelik sebal untuk sikapnya terhadap Anna. Nathan Narendra menjadi tidak nyaman, Ia menghela napas saat menghepas kasar punggungnya pada sandaran sofa.

Nathan menatap benang yang mengikat lengannya. Lagipula apa yang Anna tangisi tanpa henti itu? Mereka sama-sama untung karena Tsuyoi Sentoki pun memegang separuh jiwa miliknya. Justru Nathan akan menyiapkan apapun yang Anna mau jikalau dia berhenti menangis sekarang juga!

"Tapi bukan berarti seperti ini caranya, kakak tidak berhak," sanggah Alam. Mereka paham apa arti dari rasa ketidak bebasan, kesana kemari pun sulit dan harus mempertaruhkan hidup.

Nathan mengusap wajah bingung untuk kalap yang terjadi padanya tadi. Gelang hijau yang mengikatnya menjadi terasa menyesakkan. Seharusnya Nathan pun ikut mengerti serta merasakan arti dari terenggutnya sebuah kebebasan

Final, mereka naik ke atas saat mendengar Anna memecahkan kaca jendela. Wanita yang berhasil membuat hati semua orang gundah ini tidak bisa menjadi tenang dengan cara mereka tunggu sampai Ia kelelahan.

"Anna?" Nathan mengetuk pintu yang terkunci. Sampai harus memejamkan mata kala mendengar sesuatu pecah lagi dari dalam.

Setelah Mereka menunggu Jodi mengambil kunci cadangan dari kamarnya. Sampailah dimana Nathan Narendra membuka pintu, Ia terlonjak kaget lantaran Anna menyambutnya dengan lemparan sepatu kets pada dada bidang tersebut.

"Pergi!" rengek Anna. Tsuyoi Sentoki itu melepaskan sepatu satu lagi lantas melemparnya pada dada pria yang tergemap diam memandangnya. Nathan pikir Anna akan berubah wujud jadi dinosaurus jika siluman marah.

Tapi malah berontak lemah bahkan hanya bisa melempar dua sepatu sampai Anna memegang dada nya sendiri karena merasakan apa yang Nathan rasakan.

Nathan Narendra mencoba berbalik arah untuk menuruti keinginan Anna (pergi). Akan tetapi langkahnya terinterupsi karena ketiga adiknya berdiam diri memenuhi bingkai pintu yang terbuka sembari menatapnya sebal.

Alam Narendra spontan menutup pintu agar Nathan bertanggung jawab menenangkan Anna—seraya memberi mereka waktu untuk bercengkrama dengan benar. Nathan menghela napas bingung, mengagaruk belakang kepala sembari mengedarkan pandangan.

Betapa kacaunya tempat ini sekarang.

Dua jendela pecah, bajunya sudah tidak ada di dalam lemari... bahkan yang membuat Nathan mengusap wajahnya sabar ketika satu koper obat langka yang Nathan simpan baik-baik sudah berserakan di lantai. Bercampur aduk dengan tiga pot lavender yang dia dapat dari Nathan Virendra. Katanya bisa menyembuhkan sakit kepala, namun...

Sudah luluh lantak semuanya.

"Argh... " Nathan meringis menatap dua lukisan yang akan dia impor untuk salah satu pengedar narkoba—rekannya, telah sobek hancur bersama bingkainya. Padahal Nathan sengaja menyimpannya didalam kamar agar terjaga dengan baik.

Nathan harus bagaimana menenangkan anna yang menelungkup di pinggiran ranjang tanpa sprei itu. Dia pun harus berhati-hati melangkah pada lantai basah—sebab semua soda dan minuman favoritnya tumpah ruah keluar dari chillers.

Harimau saja tidak berlebihan seperti ini ketika mengamuk. Biasanya Nathan Narendra menyobek mulut wanita atau memotong lidahnya agar mereka berhenti menangis.

Lalu sikap apa yang harus dia lakukan pada Anna.

Nathan merutuk pada ketiga adiknya yang tidak membantu. Bergegas menuju laci untuk mengambil pisau, pistol, silet serta cutter. "Hah, astaga..." Nathan mengacak rambutnya frustasi.

"Argh berhentilah! Sampai kapan kamu menangis hah!" bentak Nathan. Anna meremat dadanya sebab Ia pun lelah namun tidak bisa berhenti. Membuat Nathan memejam seraya menggaruk pangkal hidungnya. Harus apa dia dengan menggunakan pisau.

Nathan Narendra menyimpan kembali semua benda tersebut. Bergulir dengan merogoh ponsel miliknya, kemudian berselancar di internet seraya mengeleng untuk hasil penelusurannya kali ini.

(Cara menenangkan wanita yang menangis)

Sungguh bukan seorang psikopat gila bernama Nathan Narendra. Dia bahkan berkutat dengan telinga yang terus memerah, mencari padanan pas untuk apa yang akan di lakukannya pada Anna.

Dan semuanya malah buang-buang waktu, Nathan keburu mengorek telinga dengan suara anna yang terasa melengking. Sampai nekat dengan gagah berani menghampiri Tsuyoi Sentoki dan memegang lengan atas Anna.

"Eih!" Nathan bergernyit, baru kulit mereka berinteraksi sebentar saja nampak cahaya oren menggebu keluar dari tubuhnya. Bisa-bisa hanya dalam hitungan menit dia tidak sadarkan diri, Nathan mencoba mengedarkan pandangan untuk membukus tubuh Anna kembali.

Namun sebagian besar basah, bahkan yang keringpun sudah terbumbui dengan tanah dan obat-obatan, belum lagi serpihan kaca. "Berhenti atau aku akan membekapmu!"ancam Nathan. Tsuyoi Sentoki tersebut malah semakin menangis meski matanya sudah mengering.

"Anna, ayolah... ini bentuk penyatuan kita," ungkap Nathan. Sedetik setelah berucap pun Nathan malah tercekat sebab Anna menjerit, spetiap bujuk rayu Nathan justru malah memperparah isakan Anna.

Nathan bahkan mengurut kening yang sudah merasa migrain dengan suaranya. "Kau mau aku bagaimana?" tanya Nathan akhirnya kalah.

Sungguh kejutan sampai Nathan mengerjap sebab Anna langsung berhenti. Dia sesegukan sembari mengacungkan jari kelingkingnya.

"Berjanji untuk tidak memanggil namaku," pinta Anna.

Nathan mematri bola matanya pada kelingking Anna. Wanita itu tidak paham kenapa dia membuat sebuah ikatan dengannya. Sebab Nathan Narendra bisa memanggil Tsuyoi Sentoki sesuka hati.

Anna tidak mau itu terjadi. Bagaimana jikalau Ia sedang bersusah payah mendaki gunung kemudian saat mencapai puncak Nathan malah memanggil namanya hingga berakhir muncul di samping pria ini.

"Kenapa tidak bersamaku saja," ajak Nathan. Anna melanjutkan rengekkannya saat Nathan tak kunjung mengapai lengan. Membuat seorang Narendra memejam sabar... dia menghela napas tenang. "Berhenti, dan katakan padaku kenapa?"

Mengapa Anna tidak mau bersamanya, kenapa tidak ikuti alur yang Nathan buat karena setelah ini, dia akan berencana dan berusaha keras agar bisa membuat Tsuyoi Sentoki itu menyukainya.

"Aku harus mencari barang," ucap Anna sesegukan. Nathan mencoba meraih lagi lengan atas Anna sampai tersenyum samar karena tidak mengeluarkan cahaya apapun.

Perlahan membantu wanita itu bangkit dari keterpurukannya di lantai untuk terduduk di pinggiran ranjang saat ia berjongkok di hadapan wanita yang masing mengusap wajahnya.

"Untuk apa mengumpulkan benda antik?" tanya Nathan. Dia membantu Anna menepuk rok putih yang sudah terkena berbagai macam serpihan. Sampai dimana ketika Nathan melihat goresan di kakinya—lantas mencoba memegangnya.

Anna terperanjat kaget.

"Panas Nathan!" protes Anna. Nathan menengadah persis sama halnya dengan Anna yang menatapnya bingung.

"Aww... " Anna meringis memegang paha kirinya. Nathan dan Tsuyoi sentoki itu belingsatan sampai akhirnya ricuh saat Anna mengusap cepat kakinya.

"Argh, panas! Panas!" ronta Anna. Nathan bingung saat Anna histeris kepanasan padahal Ia bahkan belum sempat menyentuh atau melakukan apa-apa. Anna terus menepuk kaki kiri yang bergetar hebat hingga dia meronta tidak beraturan.

Nathan Narendra pun akhirnya mencoba memegang wanita kesurupan satu itu dengan menahan kedua bahunya. Membuat sebuah cahaya hijau yang keluar dari gelang Nathan—memberikan kilatan petir pada tubuh Anna.

Tsuyoi Sentoki itu malah semakin heboh dengan kaki gemetarnya.

"Tidak, tidak boleh," racau Anna. Ia mengetuk Kantung tamashi dan meminta cermin. Sampai muncul benda yang Ia cari berada dalam genggamannya.

Nathan terbelalak taatkala melihat penampakan duyung berekor biru tua mengkilat—tengah disiram air panas oleh "Rey?" lontar Nathan.

Anna spontan menatap Nathan Narendra yang mengenal pria di cerminnya. "Kau membuat perjanjian dengan duyung?" tanya Nathan. Tentu saja Anna meraung karena telah membuat ikatan dengan teman-temannya. Sesama siluman bisa melakukan banyak ikatan terkecuali dengan manusia.

Hanya boleh satu kali.

Akan tetapi gegara tindakan Nathan barusan, dia telah memutus ikatan Anna dengan temannya sirena. "Aku memerlukan alat untuk menyelamatkannya."

Menyelamatkan sirena penjaga gerbang selatan.

To Be Continued...