webnovel

Nothing Special

Argh

Rintih si Mentri, Nathan bersikap masa bodoh jika negara Brazil mencari salah satu anteknya yang menghilang, dia sibuk mengukir peta pada paha si Metri, punggung dan lengan sudah dia buat menyerupai siluman yang tadi dia lihat.

Hari ini Nathan mendapat banyak, Uang yang mentri bawa meski 50 M, senjata dan obatnya utuh, serta raga seorang tahanan meski tidak dapat tubuh Anna, informasi yang dia korek dari si Mentri luar biasa berguna. Setelah berurusan dengan pemboikotan, Rey akan melancarkan sebuah penculikan untuk Lusi. Dan akan di ungsikan di brazil. Nathan juga mengorek ngorek tentang infomasi yang berhubungan dengan Jin, hanya perlu perjanjian menginkat, atau jika ingin menaklukan jin, dia harus memegang jiwa si jin, Mentri ini menguasainya, dia mengurung raga si jin dalam gelang berbandul bulat berwarna hitam, persis seperti yang dia lihat di koper Anna.

Itu akan membuat jin takluk, dan tidak bisa jauh lalu mengikuti semua yang dia mau, yang lebih mencengangkan adalah ternyata si wanita pohon itu pemakan manusia, mereka tadinya berencana akan memberikan jasad pengawal Nathan untuk di makan wanita itu, sampai sekarang Nathan masih bingung.

jin itu laki laki atau perempuan?

"Astaga pikiranku!" Nathan mengeluh untuk otaknya yang kini banyak berpikir ini dan itu, setelah menguras semua info dan mengambil gelang di tangan mentri, Nathan mengamati, perubahan tubuh Mentri yang kini menciut bagai kayu lapuk, begitpun gelang hitam yang dia pegang berubah jadi serat akar yang langsung Nathan lepas.

Manusia yang dia siksa barusan sudah tidak bernyawa hanya karena dia melepas gelangnya, lalu benda itu kini berubah, memanjang lalu memadat dan menjadi sebuah ranting yang besarnya hanya sebesar pulpen.

Entah apa kegunaanya, mungkin saja ini berguna bagi Anna, mentri itu bilang ini merupakan jiwa dari jin kayu itu, lumayan..

hadiah untuk wanitanya.

"Ya, Annaku." Nathan mengklaim Anna sekarang.

tersenyum sendiri memandang kayu yang mungkin dimata orang biasa itu hanya ranting? Dirinya sibuk memikirkan Anna tanpa memperhatikan mentri yang yang terus menciut seperti kayu lapuk.

"Kau membunuhnya?" Tanya Jodi.

Dia masuk setelah baru saja berpulang dari proyek 4 milyarnya. Beberapa menit lalu, dia menyuruh Nathan untuk membiarkannya bernafas sebentar sampai dia pulang, ada beberapa pengajuan pertanyaan untuk si Mentri dari Jodi.

"Aku tidak tahu dia akan mati karna ku copot gelangnya." Ucap Ntahan polos.

Jodi hanya terperangah dan tidak mampu berkata kata, melihat kaos serta tangan Nathan penuh darah dengan sekujur tubuh Mentri berubah merah, tentu saja siapa yang tidak akan mati. Dia bahkan melihat darah yang mengucur keluar dari mulut mentri ini sudah di pastikan Nathan memberinya racun.

"Beri anjingku makan." Ucap Nathan menepuk pipi Jodi yang kini meninggalkan bekas noda darah padanya, tentu ini PR yang tidak menyenangkan, dia harus memotong jasad lalu memberikannya pada anjing yang terus saja mengonggong.

Ini kedua kalinya di hari yang sama Nathan senang masuk rumah, sepatu Nathan meninggalkan bekas berwarna merah di lantai, suasana hatinya kembali pulih, dan memeriksa ke dalam kamar Lusi, wanita karir satu itu sudah tertidur nyenyak dengan Alamdi sampingnya, setelah mendengar aksi penculikan, Alam bergegas lari ke rumah untuk melihat adiknya.

Kini Nathan ikut bergabung, memeluk kedua adiknya, tidak akan lagi dia biarkan siapapun menyakiti mereka.

--

"Nathan, lari!" Hm?Nathan bangun dari tidurnya, seseorang berbisik.

"Ibu?" Nathan celingukan, melihat ke sekeliling kamar namun tidak menemukan apapun.

"Menjauh, jangan dekat dengan wanita itu, jangan kau." Jelas si ibu.

"Ibu?"

"IBU!" Nathan bangun, sontak kedua adiknya pun ikut bangun, nampak Linglung karena barusan seperti bukan mimpi, persis di kamar sama, hanya saja tidak ada Alam ataupun Lusi.

"Kak?" Crystal mengusap pungung Nathan yang penuh peluh, dia masih saja mengelilingkan pandangan, mencari sumber suara yang lewat barusan. Sedangkan Alam diam, akhir akhir ini dia mengamati banyak hal, perubahan sedang terjadi secara besar besaran pada kakaknya, sejak kapan si sulung sering tersenyum? dia bahkan tidur malam hari.

Bukan marah sih, justru ini membuat Alam sangat senang.

Mereka bertiga adalah tiga orang yatim yang menginginkan sebuah keajaiban dalam hidup, sayang sekali, salah mengira dengan Anna adalah wanita tepat turun dari langit membawa magic dan memetik bintang untuk mereka. Begitpun Nathan, dia hanya mengira Anna si pemikat hati. Datang sebagai orang yang akan membantunya melewati ini semua.

Tok tok

"Kak."Jodi datang mengacaukan keheningan terselubung yang terjadi pada mereka.

"Annaa kabur."

"Apa!" Astaga, baru saja Nathan merasa bersyukur untuk kehadiran wanita yang kini melarikan diri lagi, dia pikir satu langkah sudah dekat dengannya malam tadi.

"Cari!" Titah Nathan.

dia mendadak lemas dengan harus mencari untuk kesekian kalinya, membayangkan lari lari di hutan dan memejamkan mata untuk mencari nafas wanita dengan berbagai suara burung serta langkah kaki semut membuatnya pusing.

"Ah, Anna." Lirih Nathan memijat kedua alis.

"Aku akan mencarinya." Alam mengajukan diri.

Semua mengangguk setuju, keuangan Nathan sedang stabil saat ini, dia akan mengerahkan semua pengawalnya untuk mencari wanita itu sampai dapat lagi. Dia mengutamakan hutan, serta menjaga semua jalur jalan keluar dari kota bandung.

--

Crak, crak.

Suara pisau menusuk daging hangat berkali kali membuat Nathan gembira, dia sedang dalam perjalanan bisnis untuk senjata yang di seludupkan ke cina, beruntung sekali dirinya dihadang beberapa preman yang bisa di katakn masih level dasar, pesta kecil kecilan lumayan membuatnya penuh peluh dan darah menghiasi wajahnya, pikiran Nathan berkecamuk dengan wanita yang bahkan tidak bisa bercinta dengannya.

"Belum ketemu"

"Cari yang benar!" Bentak Nathan.

Jodi memasang wajah santai, menelisik kemeja putih Nathan yang hampir separuhnya merah, memang sangat indonesia sekali stylenya.

Mau semarah apapun Nathan, dia tidak pernah mengacungkan pisau atau pistol padanya, terkecuali waktu beberapa bulan pertama bekerja di samping Nathan, hampir saja kuping Jodi di iris tipis.

Sampai sore.

tidak ada hentinya Nathan menusuk orang, dia bahkan meminta beberapa tahanan pada rekan bisnisnya sebagai penyalur rasa penat di hati.

Bisa di bilang mereka orang beruntung, hanya mendapat tusukan beberapa puluh kali lalu meninggal, tidak ada fase penyiksaan yang menguras waktu.

"Bagaimana si plontos?" Tanya Nathan.

Snow white pelayan Anna itu belum kunjung bangun dari tidur panjangnya, bahkan sudah masuk berita mengenai seorang pemilik pabrik parfum asal jakarta menghilang. Nathan ingin sekali mengintrogasi dirinya, apalah daya dengan pria yang tidak bangun bangun, terlebih saat dia bahkan tidak ingin hanya sekedar mencubit perut si plontos, memoles kepalanya sampai licin sekali sepertinya ide bagus?

Pulang tengah malam pun, tidak ada lagi rasa senang, berkali kali Nathan lihat hantu atau jiwa yang beberapa hari lalu dia bunuh sedang berkumpul di ruang tengah, hanya menatap mencoba menakuti tapi malah di tatap balik Nathan.

malah si setan yang kewalahan, mendadak bulu kuduknya berdiri dan merinding hebat karena cari gara gara dengan orang yang membuatnya meninggal.

Nathan basah kuyup, bukan karena air hujan, tapi karena darah dengan puluhan DNA menghinggapinya saat ini, bau anyir semerbak di ruangan, melewati kamar utama dan mencari kamar lain, Nathan enggan masuk, apalagi jika tahu tidak ada penghuninya.

Klotak

Nathan stagnan ketika mendengar sesuatu jatuh dari kamar utama, langsung berputar haluan dan memutar knop pintu, nampak presensi wanita memakai kimono sedang berkutat dengan beberapa paper bag, telinganya di tutup earphone dan tak menyadari kedatangan Nathan, sukses menguras emosi pria ini. Nathan menarik lengannya dengan kasar.

"Dari mana saja!" Bentak Nathan, sedangkan Anna spontan menutup hidung dan mulai merasakan mual.

"Jawab!" Bentak Nathan lagi.

Anna mendorongnya kuat lalu pergi ke kamar mandi, sekilas bayangan betapa bengisnya Nathan hari ini, membuat Anna muntah muntah, bau menusuk hidung membuatnya pusing, Dan Nathan tidak mau mengerti itu, dia malah menarik Anna dari kloset serta merta menuntut sebuah penjelasan.

Plakk.

Pria kesurupan ini Anna tampar agar sadar, dia pikir seseorang mempunyai nyawa cadangan hingga dia dengan mudahnya menusuk orang kesana kemari. Ada keheningan hingga Anna kini mulai mual dan muntah lagi, sedangkan Nathan diam, akan dia tambah lagi dalam buku catatan mengenai

'pertama kalinya di tampar wanita'.

Nathan memberi Anna waktu untuk memuntahkan semua isi perutnya, dia sibuk mengisi bathup dengan air hangat.

"Dasar iblis." Maki Anna, lemas setelah sukses mengeluarkan semuanya,tidak ingin lagi dia membaca ingatan Nathan.

"Ya,kita sama." Ucap Nathan dingin.

dia mengangkat Anna yang menelungkup di toilet, terlalu lelah untuk meronta, membawanya masuk dalam bathup, bahkan baru kaki saja, airnya sudah berubah warna. Berendam bersama dalam air merah hangat untuk menangkan pikiran masing masing, Nathan bahkan membawa sepatunya masuk bathup, kimono putih Maya juga berubah warna, membuat raga wanita ini bergetar hebat.

"Hanya dua lagi, sesuai perjanjian, setelah ini kau lepaskan aku." Ucap Anna memunggungi Nathan.

pria ini memeluk erat pinggang Anna di dalam air sana, dia tidak menjawab dan hanya menghembuskan napas tenang, jika saja Nathan bisa melihat sosok asli Anna, mungkin tidak akan seterpikat ini. Argh, Nathan harus membuat perhitungan dengan Jodi yang asal deklarasi menyatakan Anna hilang.

"Darimana saja,aku mencari." Lontar Nathan kalem kali ini, dia mengalihkan topik karna bisa saja nantinya dia akan bilang, tidak bisa melepas.

"Aku membeli kebutuhanku, kenapa? Gak boleh?" Jawab Anna sinis, bukan lagi seram, Anna mendapat nilai plus dari Anna, sosoknya menjadi seonggok daging yang dia benci.

"Harusnya bilang" lontar Nathan ragu, memangnya siapa dia hingga harus melarang kebebasan Anna, dia sedang membuat kesepakatan dan bekerja sama, bukan memenjarakan Anna untuk selalu diam di kamar. Anna juga sedang mengatur emosi ketika melihat air dalam bathup, berjenis jenis darah orang sedang bercampur aduk disni, dan bisa di pastikan, darah Nathan yang suatu hari nanti berada di sini, sesuai ramalan.

--

Satu bulan.

Anna lewatkan waktunya di rumah Nathan, dia semakin resah dengan penerawangan yang tidak membuahkan hasil apapun, hanya saja dia menjadi akrab dengan Crystal, sore mereka selalu mengobrol dan terkadang Anna di ajarkan memasak olehnya.

Di sisi Lain, Nathan selalu tersenyum ketika pulang, dia bahkan menerbarkan pesonanya pada pengawal serta Jodi. Semakin lama semakin terpikat. Anna membuat hati psiko lumutan ini berubah menjadi berbunga bunga, terkadang dia bersenandung saat melakukan pertukaran barang. Alam saja ingin mencubit pipi kakaknya satu ini.

Nathan tidak memberi Anna kesempatan untuk membantu, kesepakatan dua kali lagi membantu Nathan tidak di gunakan hingga Anna kesulitan pergi. Dan memang sebenarnya, Nathan sudah tiga kali mendengar bisikan ibunya agar pergi, hanya saja dia sedang tidak peduli, mendadak jadi orang yang baik baik saja, prinsipnya saat ini dia akan Fokus merindukan kedua adiknya dan Anna, ah.. hanya dua wanita di rumah maksudnya, Karna Alam sekarang selalu ikut, tentu saja Jodi sudah menjadi ekornya.

(Lagi apa Ann?)

(Buat kue)

(Aku akan pulang cepat!)

Dan itulah kesibukan di tengah kemelut erangan orang kali ini, bertukar pesan yang selalu di awali oleh Nathan, dia bagai terbang ke angkasa meski hanya di balas oleh pesan teks berisi titik saja oleh Anna. Mendadak pensiun juga melakukan pembunuhan, jika sewaktu waktu Maya memegangnya, dia hanya ingat erangan orang. Semuanya di serahkan pada Alam dan Jodi, dan Nathan hanya saksi bisu yang terus bolak balik membaca pesan singkat dirinya dengan Anna. Meski menggunakan ponsel Crystal karena cenanyang itu tidak menginginkan benda pintar satu ini meski Nathan sudah dua kali memberinya hadiah ponsel.

--

"Ann?" Teriak Nathan.

itu juga menjadi kebiasaan selama 30 hari ini, baru saja masuk rumah, dia akan selalu mencari keberadaan cenayang miliknya. Hanya saja sepi, tidak ada seorangpun.

"Crystal?" Teriak Alam kini ikut ikutan, mereka saling bertukar pandangan lalu bergegas setengah berlari memeriksa kamar Lusi.

"Tidak ada!"

Derap langkah adik kakak ini bersaing, sedangkan Jodi mencari di lantai bawah dengan beberapa pengawal.

Kamar utama yang di huni Maya pun "tidak ada."

"Kakak!" Lalu Jodi berteriak hingga mereka berlari turun kembali.

ckrak, suara pistol yang di siagakan saling berdentum, Nathan terkejut, dengan Para pengawal yang terluka parah dan tidak sadarkan diri di dapur, saling bertumpuk dengan darah membasahi lantai, bercampur dengan bubuk coklat dan tepung.

Alam menekan tombol untuk masuk ruang rahasia, hanya saja sama, keadaan sama.. pengawal Nathan ada yang terluka parah di sana. Ruangan ini hanya di ketahui Alam, Crystal dan Jodi, kenapa bisa sampai ada pertempuran di sini.

"Ahh."

Rintih seorang pengawal, mereka menghampirinya lalu Nathan menekan luka pada perut yang terus mengucur.

"Siapa?" Tanya Nathan langsung pada inti.

"Henry." Itu kejutan untuk Nathan dan Alam, pamannya selalu sembunyi, kenapa sekarang menyatakan deklarasi perang.

To Be Continued...