Suara desahan yang memenuhi ruangan tertutup itu membuat langkah kaki Alesha terhenti. Gadis berbaju hitam itu mendekatkan daun telinga pada dinding pintu. Hatinya dipenuhi rasa penasaran. Pasalnya suara yang ia dengar begitu memenuhi otaknya dengan pikiran negatif.
Desahan itu semakin jelas terdengar, suara seorang wanita yang seakan-akan tengah menikmati surga dunia. Alesha dengan perlahan-lahan memegang gagang pintu. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum menekannya ke bawah.
Dengan sekali dorong pintu itu terbuka. Alesha dengan jelas melihat dua insan manusia yang tak memakai pakaian berada di atas tempat tidur. Dengan cepat wanita berambut panjang itu menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.
Sementara Excel meraih handuk di atas nakas dan melilitkan di pinggangnya. Ia lalu mendekati Alesha yang masih berdiri mematung dengan kaki yang bergetar. Ia tak menyangka bahwa laki-laki yang akan menjadi calon imamnya itu bermain cinta dengan sahabatnya sendiri. Kyoona.
Kyoona gadis blasteran Indonesia dan Korea itu menunduk, ia tak berani menatap Alesha. Ia memegang selimut putih dengan erat. Batinnya berkecamuk. Antara merasa bersalah dan juga tak bisa membohongi hati bahwa ia memang memiliki perasaan pada Excel.
Walau ia tahu Excel akan menikah dengan sahabatnya, ia tetap nekat mendatangi rumah Excel. Kyoona tak bisa menahan perasaannya pada laki-laki pemilik dada bidang itu. Rahangnya yang terlihat kokoh dan tatapan mata tajam selalu membuat Kyoona terbayang setiap malam.
"Aku bisa jelaskan," ucap Excel berusaha meraih tangan Alesha.
Alesha menepis tangan Excel. Ia ingin menangis saat ini. Akan tetapi, Alesha berusaha menahan air matanya. Ia tak ingin menangis di hadapan kedua orang yang tak memiliki hati.
"Tak perlu menjelaskan apa pun lagi, semua sudah terlihat sangat jelas," ucap Alesha bergetar menahan tangis.
"Aku akan tetap menikah denganmu," ujar Excel yang mendapat sambutan tamparan dari Alesha.
"Kamu pikir aku akan tetap menikah denganmu setelah semua ini? Tidak! Pernikahan kita batal!" teriak Alesha yakin.
"Tapi dua Minggu lagi kita akan menikah." Excel mulai menarik tangan Alesha hingga tubuh gadis itu menyentuh dada Excel.
Alesha mendorong Excel sekuat tenaga. "Lepaskan aku!" teriaknya. "Aku tak ingin di sentuh olehmu, aku bahkan, jijik melihatmu!"
Kali ini Alesha hampir saja menangis. Ia tak menyangka bahwa laki-laki yang begitu ia cintai akan mengkhianatinya seperti ini.
Excel dengan terpaksa melepas tubuh Alesha. Ia membiarkan gadis itu pergi dari kamarnya. Laki-laki yang memiliki otot di lengannya itu terduduk lemas di tepi tempat tidur. Ia menopang kepalanya yang terasa berat.
Excel sebenarnya sangat mencintai Alesha, gadis polos yang selalu menjaga harga dirinya. Sebagai tuan muda pemilik perusahaan ternama tentu saja banyak wanita yang menginginkan dirinya. Di tambah lagi paras yang ia miliki memang tampan dan berkarisma.
Kyoona yang melihat sikap Excel segera memunguti pakainya yang berserakan di lantai dan di tempat tidur. Saat ia melihat seprai putih itu terdapat bercak darah, ia tahu bahwa saat ini dirinya tak suci lagi. Keperawanannya telah ia berikan pada Excel.
Kyoona segera memakai bajunya dan pergi meninggalkan Excel yang masih duduk diam di tepi tempat tidur tanpa mengatakan apa pun. Bukan seperti ini yang Kyoona inginkan. Ia hanya ingin menyatakan perasaannya sebelum laki-laki itu akan menjadi milik sahabatnya.
Pintu kamar kini telah tertutup. Excel berdiri dan berteriak sambil sesekali menarik rambutnya. Ia memang bersalah telah mengkhianati calon istrinya.
Alesha bukan sembarangan gadis bagi Excel, ia memilih Alesha karena gadis itu tidak mudah menyerahkan tubuhnya sebelum menikah. Bahkan, selama berpacaran Excel sama sekali tak berani menyentuh apalagi sampai mencium bibir Alesha.
Hal itu yang membuat Excel yakin bahwa Alesha gadis yang tepat untuk menjadi istrinya. Namun, malam itu kehadiran Kyoona yang menawarkan kehangatan membuat Excel lupa diri akan Alesha.
***
Alesha masih berdiri di depan rumah Excel menunggu taxi online yang ia pesan. Di saat itu Kyoona baru saja keluar dari pintu rumah Excel. Ia melihat Alesha dan segera mendekati sahabatnya itu.
Kedua sahabat yang dulunya sangat dekat itu, kini memandang satu sama lain dengan jarak. Saat Kyoona akan lebih mendekat pada Alesha gadis itu menolak.
"Di sana saja, dan aku mohon jangan dekati aku lagi."
Kyoona menangis tanpa suara. "Aku mohon maafkan aku, aku bisa menjelaskan semuanya."
"Ada apa dengan kalian? Setelah apa yang kalian lakukan, apa yang ingin kamu jelaskan padaku?"
"Ini bukan salah Excel, akulah yang datang dan menyatakan perasaanku padanya. Aku yang menawarkan diriku sebagai kado pernikahan kalian. Setelah itu aku berjanji akan menjauh dari hidupnya. Aku tak ada niat merusak pernikahan kalian."
Alesha mendengkus tak percaya mendengar penjelasan dari sahabatnya itu. Bisa-bisanya ia mengatakan hal seperti itu. Bagaimana mungkin hal itu tak akan merusak pernikahannya.
"Dan kalian menikmati malam ini sebagai kado pernikahan? Apakah Excel membuatmu melupakan persahabatan kita?"
"Alesha, aku ...."
"Terima kasih, telah menyadarkan aku bahwa Excel tak pentas untuk menjadi suamiku. Kalian tak lebih dari dua orang pengkhianat."
Alesha segera membuat pintu taxi yang berhenti tepat di tepi jalan. Gadis itu tak lagi menoleh ke arah Kyoona atau pun rumah Excel.
Alesha tak bisa lagi menahan rasa sakit dan hancur hatinya saat ini. Ia bahkan, sudah tak sanggup menahan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya. Dadanya begitu sesak seakan-akan ditimpa dengan batu yang begitu besar.
"Kita mau ke mana, Mba?" tanya sopir berkaos biru itu.
Alesha tak mampu menjawab, ia menahan dadanya dan terus menangis. Ia tak malu menangis di depan laki-laki yang tak ia kenal. Gadis itu akan lebih malu jika menangis di depan Kyoona dan Excel.
Sopir bertopi hitam itu melihat Alesha dari kaca kecil di depannya. Ia tahu gadis itu tengah menangis saat ini. Sopir itu memilih untuk diam sembari menunggu Alesha merasa tenang.
"Pak kita berhenti di sini," pinta Alesha setelah tiga puluh menit kemudian sopir berjalan tanpa arah.
Alesha mengeluarkan uang sesuai jarak yang telah ia tempuh. Ia bahkan, tak mendengar panggilan sopir saat uang yang ia berikan terlalu banyak. Sopir itu segera keluar untuk memberikan kembaliannya.
Namun, Alesha sudah berjalan menuju jembatan. Sopir itu tiba-tiba saja berpikir hal yang tidak-tidak saat melihat penumpangnya berdiri di tepi jembatan seakan-akan hendak melompat.
"Mba!" teriaknya.
Namun, Alesha mengabaikannya.
Gadis itu menaikkan kakinya ke pagar jembatan. Membuat laki-laki itu berlari dan segera menarik tubuh Alesha. Mereka berdua jatuh bersama ke tengah jembatan. Membuat motor-motor berhenti mendadak. Kerumunan pun tak terhindarkan lagi.
Sopir itu menatap mata Alesha lalu menunduk, ia segera beristighfar saat mata keduanya saling bertemu. Laki-laki yang lebih tinggi dari Alesha itu melepaskan topi dan memakaikan pada gadis itu.
Membawa Alesha kembali ke taxi-nya.
"Apakah kamu ingin mati?" tanya sopir yang masih muda itu dengan geram.
"Iya!" teriak Alesha. "Kenapa kamu malah menyelamatkan aku? Aku gak ingin hidup lagi di dunia ini."
"Kenapa? Apakah kamu merasa amal ibadahmu sudah cukup untuk kembali ke sana?"
Alesha terdiam, kali ini gadis itu malah menangis sejadi-jadinya membuat sang sopir kebingungan harus berbuat apa?
'Mungkinkah gadis ini pasien rumah sakit jiwa yang sedang melarikan diri?' batinnya. 'Tapi, bagaimana pasien rumah sakit jiwa memiliki banyak uang dan berpenampilan begitu terpelajar.'
Abizar sukses dibuat bingung dan menggaruk kepalanya yang tak gatal.
TBC