webnovel

Menanti Malam 2

Hari semakin meredup berganti gelap tanpa bintang dan bulang yang benderang. Mungkin mendung sore ini masih menunggu menumpahkan sejuknya air untuk turun ke bumi. Sejak siang hari tadi aku menutup diri tidak membuka sedikitpun ventilasi udara untuk masuk kedalam rumah kontrakan kami.

AC yang sedari siang tadi non stop aku nyalakan, masih menyejukkan ruangan ini. Ditambah rintik hujan yang ku dengar sejak siang tadi menyapa, menambah kesejukkan. Membuat ku semakin enggan bangkit. Sore tadi seusai adzan maghrib, Kanda berpamitan untuk pergi mengaji.

Semua sudah di rapikan nya. Aku tetap memaksakan keadaan ku yang sedang tak tentu di landa kesedihan yang masih menyalahkan hidup ku ini untuk tetap melakukan pekerjaan yang biasa aku lakukan.

Aku kemudian duduk di depan kamar mandi yang memiliki sedikit ventilasi untuk kemudian membakar rokok ku. Ku biarkan kedua anak ku bermain dengan tumpuk kan mainan nya. Aku menutup pintu menuju ke dapur dengan tirai besar dan tinggi, hingga bau asap rokok tidak bisa masuk ke dalam ruangan ber AC itu.

(Bunyi Suara Pesan Masuk)

"Ma, maaf ya. Aku sepertinya pulang malam. Besok juga seperti ini. Aku lagi kejar target ku yang kurang ma. Kamu sudah makan?" pesan singkat dari mas Radit.

"Iya nggak apa – apa mas. Aku belum makan, mau menunggu kamu pulang saja kita makan bareng. Aku beli ayam geprek kesukaan mas. Tadi Kanda yang belikan keluar." Jawab ku.

"Eh, jangan nunggu mas, sayang. Mas pulang malam loh. Nanti penyakit maag kamu kumat. Mas gampang nanti bisa makan apa aja. Makan duluan ya ma." Jawab nya.

"Aku nggak nafsu makan mas, pokoknya aku nunggu kamu! Kamu nggak mau makan bareng aku lagi?" tanya ku penuh amarah.

"Bukan begitu. Aku mau makan bareng kok sama kamu. Tapi kan kondisi nya aku pulang malam ma. Ya sudah kalau begitu, kamu ngemil dulu saja ya. Makannya, nanti bareng aku malam." Jawab nya.

"Iya." Balas ku singkat.

Dengan keadaan ku yang seperti ini, hal yang semestinya sepele untuk orang lain saja aku mudah tersinggung. Di tambah lagi, rasa teringgung ku yang mudah sekali menyulut amarah. Hari ini aku di ajak mengurus pembayaran pembuatan surat tanah milik ku dan adik – adik ku.

Aku meminta adik ku menggantikan ku untuk sementara. Selain karena anak – anak ku tidak ada yang menjaga, alasan utama ku adalah aku merasa malas. Malam hari nya ibu ku melaporkan perkembangan kepengurusan surat – surat itu.

Membayangkannya saja aku tak sanggup. Harus mengurusi ini dan itu, kesana dan kesini. Namun karena pengajuan pertama adalah atas nama ku, ku janjikan esok hari saja ku usahakan untuk keluar. Kalau masih belum juga aku bisa bangkit dari perasaan ini.

Jam 20.00 wib.

TOK TOK TOK…

Pintu rumah kontrakan kami berbunyi. Aku segera membuka pintu rumah menghentikan canda tawa ku yang ringan dengan kedua anak ku. Setelah ku buka pintu betapa terkejutnya aku karena mas Radit sudah berada di rumah malam itu.

"Aku pikir kamu akan pulang tengah malam." Ucap ku.

"Mungkin besok, hari ini sudah cukup sampai di sini aja." Jawab nya.

Banyu dan Angin bersorak sorai, menyambut kedatangan ayah mereka pulang.

"Yey Yey, ayah pulang." Teriak meriah mereka.

"Hahaha, ramai sekali kalian menyambut ayah pulang." Ucap mas Radit seakan melepas lelah karena bahagia melihat anak – anak tertawa riang.

"Ayah mandi dulu ya, nanti kita main. Ma… siapkan saja makanan nya ya. Kita makan bareng."sambung nya.

Aku segera menyiapkan makanan untuk mas Radit. Seharian ini aku memang belum makan, hanya terisi air saja. Setelah mas Radit keluar, aku pun makan sepiring berdua dengan mas Radit. Sambil bermain sebentar dengan Banyu dan Angin aku menyuapi mas Radit.

Setelah selesai mas Radit hendak melanjutkan pekerjaan nya yang tertunda semalam. Aku bertugas menidurkan anak – anak.

"Mas, nanti bangunin aku ya. Main game online bareng." Seru ku di ruangan berbeda kepada mas Radit.

"Aku kayaknya nggak sampai malam ma. Kelar kerjaan ini aku langsung tidur."ucap nya.

"Oh ya udah." Kemudian aku tertidur bersama Banyu dan Angin.

Di waktu yang hampir pagi sekitar pukul 02.00 wib aku terbangun karena ingin buang air kecil. Sejak dulu aku sulit mengontrol keinginan untuk buang air kecil di waktu malam. Tak jarang aku sering mengompol di atas kasur. Memang tidak setiap waktu, hanya di waktu – waktu tertentu saja.

Malam itu aku setengah mengompol, lalu ku lanjutkan buang air kecil di kamar mandi. Kasur tempat ku mengompol memang sudah di beri alas khusus oleh ku agar tidak menyerap ke dalam kasur. Aku yang masih setengah tersadar itu tiba – tiba menangis kembali karena malu masih mengompol.

Aku tidak tahu mengapa ini sering terjadi. Padahal aku sudah buang air kecil sebelum tidur dan jaran minum saat akan hendak tidur. Aku memperhatikan satu persatu orang yang tertidur di samping ku dalam keadaan gelap.

Aku tidak mendapati mas Radit di samping ku atau di samping Banyu dan Angin. "Kemana mas Radit?" gumam ku di dalam hati. Aku segera mengecek ke kamar Kanda, tak ku dapati juga mas Radit. Lalu aku keluar rumah untuk memastikan keberadaan mas Radit.

Dan betapa terkejutnya aku melihat ia main game online yang biasa di mainkan bersama ku sambil melinting rokok sendirian. Seketika aku merasa sangat tersinggung kemudian marah.

"Kenapa aku nggak di bangunin sih mas?" ucap ku.

Ia kemudian mengelak sambil berkata,"Habis ini udah kok. Aku mau tidur." Ucap nya.

"Mau tidur?? Kamu lihat sudah jam berapa ini?" teriak ku.

"Waduh udah jam 2 saja, aku nggak sadar." Jawab nya.

Aku kemudian menutup pintu rumah kemudian meletak kan tubuh ku di atas kasur yang sudah aku keringkan. Dalam keadaan marah, aku terus mengoceh tidak jelas. Mas Radit kemudian masuk ke rumah meletakkan telepon genggam nya.

Ia menghampiri ku dalam keadaan setengah telanjang, aku sampai lupa mengenakan bawahan hanya baju saja yang aku ganti. Mas Radit menghampiri ku kemudian memeluk ku untuk minta maaf pada ku. Namun aku melarang nya mendekati ku.

Ia tertidur di samping Banyu anak ku yang berada di tengah – tengah antara aku dan mas Radit. Emosi ku memanas, tanpa sadar aku melempari mas Radit dengan guling berkali – kali. Ia tak melawan, bahkan tidak marah sedikit pun pada ku.

Aku terus meracau hingga mengeluarkan kata – kata.

"Kamu pikir,kesuksesan kamu di kantor hanya karena kamu berjuang sendirian? Kamu nggak bikin aku kecewa dan nangis juga berperan membantu kamu. Kamu mau aku mendoakan kamu nggak capai target mu bulan ini?" teriak ku.

Ia hanya terdiam menggugu.

"Kenapa kamu nggak bangunin aku? Aku nggak punya temen di rumah." Teriak ku sambil terus memukuli ia dengan bantal. Tanpa kusadari, Banyu terkena pukulan ku. Banyu pun terbangun menginggau karena merasa kesakitan.

"Mama, kok pukul Banyu. Mama pukul Banyu ayah. Banyu sakit." Ucap nya.

Mas Radit pun memindahkan posisi Banyu tertidur. Aku tak tahu apakah saat itu Banyu kembali tidur atau masih memperhatikan aku yang sedang mengamuk.

Mas Radit mengunci tubuh ku agar tidak mengamuk berlebihan, aku pun memukuli wajah nya dengan tangan ku lalu menggigiti tubuh nya. Namun aku lelah, hingga menangis pun tak bisa mengeluarkan air mata ku.

Mas Radit tetap memegangi ku sambil berkata, "Ya udah kalau mau gigit aku nggak apa – apa ma. Maafin aku." Ucap nya.

Aku merasa mas Radit seakan mentertawai ku, "Kenapa kamu ketawain aku? Kenapa? Kenapa kamu nggak bangunin aku? Kamu udah nggak sayang sama aku? Kenapaaaaaaa?" ucap ku yang mulai melemas.

Aku kemudian tanpa sadar perlahan tertidur dengan rasa sakit hati yang aku rasakan. Aku masih merasakan mas Radit masih mengelus punggung ku dan mungkin ia ikut tertidur.