webnovel

Maafkan Aku

Pagi hari nya ketika mas Radit hendak berangkat ke kantor, aku meminta tolong pada Kanda untuk membelikan sarapan untuk mas Radit. Mas Radit tidak sempat memakan sarapan nya di rumah, aku membungkuskan makanan untuk nya untuk ia bawa.

Sebelum berangkat, ia menghampiri ku yang menolak ia dekati. Ia seakan merayu ku,

"Ma, maafin aku ya. Semalam.." ucap nya yang langsung ku putus dengan kata – kata ku.

"Sudah aku nggak mau dengar penjelasan mu." Ucap ku.

Ia yang tetap memaksa bicara itu kemudian memegangi kepala ku untuk mengarahkan wajah ku ke wajah nya. Aku mengikuti kemudian aku memjamkan mata masih menolak memandang wajah nya,

"Eh, kenapa merem gitu mata nya. Lihat aku sebentar sayang." Ucap nya.

Aku kemudian membuka mata ku berharap kejadian ini segera selesai,

"Ma, semalam aku nggak ada niat buat main sendiri. Kamu masih berharap aku nggak achieve?" tanya mas Radit.

Aku kemudian menangis, sejujurnya lebih ke merasa malu. Ia masih mau minta maaf pada ku padahal aku yang sudah menyakiti nya. Kemudian ia memeluk ku tanpa kata, kemudian aku tetap mencium tangan nya dan ia pun berangkat.

Aku kembali ke kesendirian ku, setelah ku bantu Kanda merapikan rumah. Aku membuka laptop ku di kamar Kanda sendirian. Anak – anak ku sedang asyik menonton di ruangan depan. Aku lalu ke kamar mandi untuk merokok. Dan tiba – tiba tangan ini ingin mengirimkan pesan singkat ke mas Radit.

"Aku berharap kamu achieve ya ayah. Maaf soal semalam. Aku ngga tau kenapaa aku jadi kaya gitu. Maaf ya ayah." Tulis ku.

"Iya nggak apa - apa aku takut ke tula sama ucapan kamu terkait target." Balas mas Radit.

"Kamu masih belum mau bawa aku ke dokter yah?Setidaknya untuk mastiin apa yg aku derita aja yah, Ini kan sering terjadi. Kamu selalu jadi korban. Aku takut ke anak anak juga sering begini. Semalam kenapa kamu ga bangunin aku?" Tanya ku.

"Enggak usah sayang....butuh waktu aja buat aku biar bikin tenang kamu. Bukannya nggak mau di temenin karena memang aku aja itu semalem keluar cuma bikin rokok aja dan memang nggak ada niatan buat begadang ma.Itu pun aku baru aja selesai 2 kali main selesai bikin rokok kamu sama aku emang udahniat selesai." Balas mas Radit.

"Maaf, maafin aku." Tulis ku sekali lagi meminta maaf.

"Tapi kenapa momennya selalu pas bgt kamu ngelindur dari tidur terus ya." Balas nya.

" Nyatanya kamu sampai jam 2 pagi."Tulis ku.

Kalau aku kepingin main juga kaya biasanya tiap malam kan kita main bareng sayang. Aku pun nggak liat jam ngerjain after sales pelanggan itu." Balas mas Radit.

"Sakit ya aku gigitin?" Tanya ku.

"Enggak sayang...sakitnya kalau di tinggalin kamu eeaaaa." Jawab nya menggoda ku.

"Maaf ya. Maafin aku!" balas ku.

"Iya nggak usah berlebihan gitu minta maaf sama aku. Aku anggap normal – normal nya kamu marah. Ya udah aku izin fokus kerja dulu ya sayang...hari terakhir nih soalnya harus di kejar." Tulis nya untuk izin bekerja.

"Iya." Jawab ku singkat.

Ini bukan kali pertama aku melakukan kekerasan pada mas Radit. Sejak awal pernikahan ia sudah tau resiko nya akan seperti ini. Namun ia tetap memilih ku, karena menyayangi ku sepenuh hati nya. Bahkan yang lebih parah, aku pernah merusak televisi dan barang – barang lain nya jika emosi ku mulai tak terkontrol.

Namun ia tetap menganggap ku masih normal ia merasa bisa mengendalikan emosi ku walau membutuhkan waktu. Ia bersedia menjadi caregiver aku seumur hidup nya. Aku tidak pernah bisa mengendalikan emosi ku.

Kata – kata yang keluar karena emosional ku, bahkan sampai berlanjut ke tidak kekerasan. Hal itu sungguh – sungguh tidak ku sadari. Namun semua itu berujung aku memohon maaf dan menangisi diri ini yang sangat tidak berguna ini.

Surat terbuka untuk mas Radit,

Maafkan aku, aku berterima kasih pada mu,

Mas, aku tahu kamu bukan orang yang suka membaca. Aku tahu kamu hanya ingin mendengar. Namun kalau sampai suatu saat nanti kamu membaca ini. Ketahuilah, yang ku lakukan bukan karena keinginan ku. Mengapa aku bisa melakukan hal itu? Entah apa yang mendorong ku melakukan itu.

Namun sungguh aku menyayangi mu setulus hati ku. Bahkan aku tidak ingin kehilangan orang seperti mu. Yang mampu menerima ku apa adanya. Menerima kegilaan ku, menerima kekurangan ku, membasuh setiap tangis air mata ku yang keluar dan menjadi beban hidup mu.

Kamu yang selalu ikut merasakan sakit yang aku alami, kamu yang selalu hadir saat aku membutuhkan pertolongan. Entah apa jadi nya jika aku hidup ku tanpa diri mu. Di saat orang lain menjauh dari ku, engkau malah datang mendekati ku bahkan mendengarkan setiap cerita ku.

Maafkan aku yang tidak sempurna ini, yang selalu menyakiti mu bahkan ucapan ku yang kadang jika emosi keluar tanpa ku pikir panjang. Maafkan aku karena kamu harus menerima kenyataan pahit ini. Kenyataan yang kamu tolak dari menerima nya.

Terima kasih karena masih menganggap ku ada dan hidup seperti manusia normal. Walau aku merasa sepertinya aku butuh di tolong. Terima kasih atas ketulusan kamu mencintai itu. Aku sudah berupaya mengurangi rasa emosional ku.

Aku berusaha menentang keinginan marah – marah ku, namun tidak bisa. Maafkan aku.

Surat dari Dian Istri mu.

Ya kini aku hanya bisa menyesali perbuatan ku. Entah berhenti kapan. Aku berharap Tuhan tidak memarahi ku karena perlakuan ku. Aku menceritakan ini pada adik perempuan ku Tantri.

"Semalem cuma gara-gara ga di ajak main game online, aku ngamuk sampe gigitin badan mas Radit. Aku udh bilang aku butuh ke dokter. Dia nggak percaya. Sering banget mas Radit jadi korban. Malah dia bilang udah ngga apa apa kalo mau gigit, gigit aja. Kepala ku jedotin ke kepala dia." Tulis ku.

"Lah kenapa gitu Dian, kamu lagi dapet itu." Balas nya.

"Ga tau, Tantri." Balas ku kembali.

"Hormon kamu kayanya." Balas Tantri kembali.

"Bipolar kan emang hormon. Aku udh selesai mens." Balas ku.

"Kemarin waktu aku dateng sampai tembus begitu, masih banyak kan mensnya." Balas Tantri.

"Sudah selesai Tan, pas kamu pulang kayanya itu terakhir. Aku salah banget, kenapa bisa begitu." Balas ku.

"Perlu jalan – jalan kamu Dian. Butuh healing." Balas Tantri.

"Udah sering mas Radit aku pukulin.. Si Banyu sampai bangun kena pukul sama bantal." Balas ku.

"Jangan ikutin emosi." Balas Tantri.

"Aku membabi buta banget semalem." Balas ku kembali.

"Pikirin akibatnya juga ke orang lain sebelum ikutin nafsu emosi nya." Jawab Tantri.

"Kalo lagi emosi gitu aku suka nggak mikir. Berasa nggak punya siapa - siapa. Aku baru baca artikel yang mirip ceritanya sama aku."

"Dian aku ngerti kamu bipolar tapi dengan kamu baca - baca artikel – artikel begitu nggak bikin kamu membaik. Stop membaca dan malah bikin kamu merendahkan diri kamu sendiri sehingga memperburuk keadaan kamu, lebih baik pikirin yg hal – hal yang positif. Fokus sama develope anak kamu, INGET tujuan kamu di rumah bukan untuk memperburuk diri kamu, tapi buat anak - anak. Jadiin diri kamu bermanfaat buat keluarga kamu, inget tujuan kamu di rumah buat apa?" Tulis nya pada ku.

"Bipolar bukan berarti kamu stuck dengan emosi lho. Masih ada akal sehat yg harusnya dijadiin kiblat. Bisa kok. Bukan skizo yg sampe kamu kehilangan akal. Penuhin diri kamu sama hal - hal positif dan pikirin manfaatnya buat anak - anak. Kamu harus inget ada orang – orang di sekitar kamu yang mendukung kamu, dan kamu itu nggak sendiri Dian." Sambung nya pada ku.

Aku terdiam dan tak membalas kembali pesan adik ku.