webnovel

Sangat Melelahkan

Hari kedua bekerja tidak jauh berbeda dari kemarin, dan justru hari ini lebih berat. Memang ini adalah konsekuensi untuk Lena saat terlambat datang. Hanya saja, ia merasa jika konsekuensi yang didapatnya ini terlalu berlebihan, dimana setelah Lena mencuci piring dan peralatan dapur, dirinya masih harus menyapu dan mengepel seluruh lantai kafe. Tidak hanya itu, dirinya juga harus membawa semua bahan makanan yang baru saja sampai masuk ke dalam kulkas. Jika Lena bisa mengatakannya, sebenarnya pun dia bisa mengerjakan semuanya seorang diri, namun disela-sela ia tengah bekerja, pasti ada saja karyawan lain yang memanggilnya dan menyuruhnya untuk melakukan sesuatu.

Iya, Lena sadar jika sejak sebelum datang ke kafe, dirinya hanya bermain dengan Steve di salah satu tempat wisata. Namun, hati Lena juga tidak sepenuhnya senang, lantaran ketika ia mabuk tadi sudah cukup membuat suasana hatinya buruk. Dan saat ini, ketika sedang melakukan pekerjaannya, dia tidak bisa memasukkan suasana hatinya.

"Lena, jangan lupa buang sampah itu," titah salah satu pegawai.

Lena hanya bisa menelan ludahnya setelah mendapat perintah itu. Padahal tangannya ini masih memegang kain lap yang ia gunakan untuk membersihkan meja dapur. Kedua matanya terpejam beberapa detik untuk meredam rasa kekesalannya. Lantas ia menganggukkan kepalanya. Dengan segera Lena membersihkan meja ini dan bergerak guna melakukan perintah tadi.

Tangannya setengah basah setelah mencuci kain lap, pun ia keringkan sekali lagi dengan celemek yang menempel ditubuhnya. Langkahnya langsung terhenti saat melihat ada banyak kantung sampah yang terletak di sana. Lena sampai mengigit bibir bawahnya sebelum tangannya bergerak mengambil semua kantung sampah itu. Dia tidak akan berbohong, jika kantung sampah ini berat dan mengeluarkan aroma busuk yang cukup menyengat. Sampai-sampai dia harus menahan nafasnya untuk membuangnya ke tempat pembuangan. Dua kantung yang ia bawa saat ini saja sudah memakan banyak energinya untuk berjalan, masih ada tiga kantung yang tersisa di tempat sampah dekat dapur.

Saat akan mengambil satu kantung terakhir, ia melihat ada mobil pengangkut sampah yang melewati jalur itu, Lena langsung memanggil petugas tersebut agar menunggu kantung terakhir yang ia bawa. Ini lebih berat daripada empat kantung yang ia bawa sebelumnya, ditambah ada banyak tetesan air dari kantung ini. Beruntung petugas itu menghampiri Lena dengan cepat untuk membawanya menuju truk pengangkut.

"Apa kau karyawan baru? Aku baru pertama kali melihatmu," tanya petugas pengangkut sampah itu.

Dirinya menjawab dengan anggukan dan senyuman ramah, "Iya, ini hari kedua saya bekerja di sini,"

Bersamaan dengan kantung yang baru saja terlempar ke dalam truk, laki-laki paruh baya itu tersenyum dan mengangguk. Kedua tangannya berada di pinggangnya, sebelum memberi sebuah nasihat untuk Lena.

"Teruslah bekerja keras, sampai kau bisa memperkerjakan orang lain," tuturnya.

Gadis itu mengangguk beberapa kali, layaknya seorang putri yang dinasihati oleh ayahnya sendiri. Dia masih berdiri sembari melihat truk pengangkut sampah itu pergi meninggalkan kafe Jay. Satu buangan nafas panjang, Lena segera kembali menuju dapur. Baru membuka pintu, ia sudah mendapat omelan dari Dita.

"Hanya membuang sampah, tapi lama sekali!" Dita berjalan melewati depan Lena sembari membawa nampan berisi beberapa minuman milik pembeli. "Ada seseorang yang mencarimu," pungkasnya.

Secara otomatis, Lena bergerak menuju tempat yang tadi ditunjuk oleh Dita. Ia melihat tubuh belakang seorang wanita yang berdiri di sudut ruangan, menatap luar kafe. Didekati wanita itu dan berdiri tepat dibelakangnya.

"Permisi, apa ada yang bisa dibantu?"

Wanita itu menoleh dengan senyuman tipis. Yang tadinya Lena penasaran dengan sosok ini, mendadak ia enggan memasang wajah ramahnya. Bagaimana tidak, wanita yang kini berdiri tepat di depan Lena adalah sepupunya sendiri, Rana. Terlihat kedua tangannya berada di depan tubuh membawa tas yang berisikan kotak bekal. Lena memijat pelipisnya beberapa detik, helaan nafas lahir begitu saja. Dirinya membawa Rana untuk duduk pada salah satu bangku yang kosong. Duduk berhadapan dengan tatapan masing-masing yang berbeda.

"Darimana kau tahu tempat kerjaku ini?" tanya Lena.

Melihat sepupunya yang secara tiba-tiba datang ke sini cukup membuatnya khawatir. Hari ini sudah penuh dengan pekerjaan berat dan juga teguran banyak orang. Jika Lena terlihat tidak bekerja dan menemui Rana, ia takut jika akan mendapat teguran dan tambahan pekerjaan lagi.

"Tidak penting dari mananya, yang jelas kau harus melakukan apa yang dikatakan oleh ibuku," jawab Rana. Gadis itu menggeser barang yang ia bawa ke hadapan Lena. "Untukmu," kata Rana dengan suara yang ketus.

Ditatapnya kotak bekal itu, Lena tengah memikirkan jika sikap baik Rana itu hanya semata-mata ingin segera bertemu dengan Steve atau Jay. Boro-boro dia bisa mempertemukan Rana dengan dua laki-laki itu, Lena saja sama sekali belum beristirahat. Ini saja dia merasa cukup bersyukur saat Rana datang ke sini, setidaknya dia bisa beristirahat dari suruhan para pegawai. Begini saja, ia masih melihat ke arah dapur, merasa was-was jika mendapat panggilan lagi.

"Bukankah sudah kukatakan untuk menunggu beberapa hari lagi? Kenapa tidak bisa sabar, sih?"

Dahi Rana langsung berkerut dan kedua tangan yang terlipat didepan dada. "Beraninya kau berkata begitu," tatapan Rana berubah menjadi lebih menyalang, ia condongkan tubuhnya ke arah meja. "Aku bisa melapor pada ibuku, dan membuatmu benar-benar bisa pergi dari kost-an milik ibuku," ancamnya.

Sama sekali Lena tak bisa berkutik, dadanya berkecamuk ingin menarik rambut sepupunya itu. Beruntungnya Lena masih bisa menahan emosinya agar tidak meledak. Beberapa kali mengatur nafas dan kembali tersenyum dengan terpaksa.

"Tapi aku masih bekerja, Rana. Steve dan Jay juga sedang sib—" ucapan Lena terpotong begitu saja.

"Apa ada sesuatu yang membutuhkan kehadiranku?"

Adalah suara Steve yang secara tiba-tiba menghampiri Lena dan Rana di sana. Laki-laki itu berdiri diantara Lena dan sepupunya, kedua tangan yang menempel pada meja, serta tubuh yang sedikit condong. Dua gadis itu memasang air muka yang berbeda, dimana Rana tersenyum senang, sedangkan Lena memutar bola matanya jengah.

"Siapa namamu?" tanya Rana pada Steve.

"Steve," jawabnya.

Dua orang itu berbincang, mengabaikan Lena yang hanya terduduk dengan malas. Ia bangkit dari sana dan berniat untuk kembali ke dapur. Ya, karena ia rasa Rana sudah mendapati tujuannya datang ke sini. Kedua tangan Lena ia masukkan ke dalam kantung yang berada di bagian depan celemek. Baru beberapa langkah meninggalkan Steve dan Rana, ia terkejut ketika Steve menahan tangannya, membuat Lena kembali menoleh ke arah laki-laki itu.

"Jay mencarimu," kata Steve.

"Memangnya ada apa?"

Steve menaikkan kedua bahunya singkat, "Entah. Kau temui saja," timpalnya.