webnovel

Penuh Penasaran

Seperti yang dikatakan oleh Steve tadi, Lena berjalan menuju kantor atasannya. Namun, pintu ruangan yang terbuka itu sama sekali tidak memperlihatkan adanya Jay di bangkunya. Lena sampai mendekat tepat di depan ruangan Jay untuk melihat sisi lain dari ruangan itu, dan memang tidak menunjukkan adanya manusia di dalam sana. Pun dirinya mengedikkan bahunya sebelum pergi dari sana. Jika Jay membutuhkannya, pasti dia akan menemui Lena lebih dulu.

Lena berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil peralatan pel. Saat ini dapur sedang tidak dipakai, lantaran semua pesanan telah dibuat dan diantarkan. Dan tugasnya saat ini adalah membersihkan lantai itu. Jika Lena lihat tadi, sebenarnya tidak terlalu kotor, namun perintah tetaplah perintah. Dirinya tetap harus mengerjakan apa yang diperintahkan.

Disaat sedang mencuci alat pel, kegiatannya itu langsung terhenti saat mendengar seseorang mengetuk pintu kamar mandi khusus pegawai ini. Ternyata yang mengetuk adalah atasannya, berdiri di ambang pintu dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Seketika Lena kesal melihat wajah menyebalkan itu.

"Saat jam kerja selesai, temui aku," ucapnya.

Tanpa berkata lagi, laki-laki itu langsung pergi meninggalkan Lena. Dia hanya berdecih dan kembali melakukan tugasnya. Lagipula, apa yang ingin dibicarakan oleh atasannya itu? Ingin langsung memecatnya karena terlambat untuk pertama kalinya? Baru satu kali. Toh, dia juga tidak memiliki niatan untuk mengulanginya.

-

-

-

Di tempat yang sama, Rana dan Steve masih melanjutkan perbincangan mereka setelah memesan dua gelas minuman. Keduanya sama-sama membicarakan hal seputar diri masing-masing. Namun, jika lebih diperhatikan, hanya Rana yang tertarik dengan obrolan mereka. Baru pertama kali bertemu Steve, dengan cepat ia tertarik pada laki-laki itu.

"Jadi, kau adalah sepupu Lena?" tanya Steve selesai menyeruput minumannya.

Gadis itu mengangguk dengan senyuman lembut. "Iya. Ibuku adalah adik dari ibunya Lena," jawab Rana. Dirinya terdiam beberapa saat sembari memperhatikan Steve yang menyibak rambutnya ke belakang. "Sejujurnya, aku merasa kasihan dengan Lena, karena dia hidup sebatang kara. Ibuku memberikan satu kamar kost kosong untuknya, tanpa Lena harus membayarnya. Ibuku juga melarangnya untuk bekerja," tambahnya.

"Benarkah?" tanya Steve, dia meletakkan kedua tangannya pada sandaran tangan kursi yang ia duduki, serta kepalanya sedikit dimiringkan setelah mendengar kalimat Rana. "Apa ibumu pemilik minimarket itu?"

Tanpa ragu, Rana menganggukkan kepalanya. Iya tersenyum lantaran merasa bangga terhadap ibunya.

"Tapi, aku pernah melihat ibumu memarahinya dan mengancam Lena dikeluarkan dari kost hanya karena tanda pengenal Lena yang hilang," jelas Steve.

Sedikit kesulitan untuk Rana menelan ludahnya, secara mendadak dirinya merasa sedikit gugup dan berusaha untuk tetap tenang dengan mengambil minumannya. Tangan kirinya menyentuh sedotan guna mengaduk minuman itu sebelum ia minum.

"Ah, mungkin saat itu ibuku sedang sensitif. Wanita pasti sering mengalaminya," alibinya.

Cara Steve memandang Rana pun sedikit berbeda, lebih lekat untuk mencari kebohongan dibalik mata hitam itu. Sebenarnya, tanpa harus menatap seperti inipun Steve juga merasa jika sepupu Lena ini berbohong. Namun, ia lebih memilih untuk membiarkannya, mungkin Steve akan menjadikannya ladang informasi tentang Lena.

Sementara itu, selesai mengepel lantai dapur, Lena hanya menggeleng melihat sepupunya dan Steve yang berbincang cukup lama. Langkahnya terarah pada loker dimana ia meletakkan kotak bekal yang diberikan oleh Rana tadi. Dirinya penasaran, makanan apa yang rela Rana bawakan hanya untuk bertemu dengan Steve ataupun Jay. Beruntung Lena tidak memasang ekpektasi yang terlalu tinggi, karena setelah ia membuka kotak bekal itu hanya berisikan dua mi instan yang masih terbungkus. Dia hanya menertawakan apa yang tengah dilihatnya kini. Akhirnya, dia menutup kembali kotak bekalnya dan meletakkan didalam loker bersama dengan tasnya.

Baru berjalan beberapa meter meninggalkan lokernya, namanya terpanggil oleh Dita yang memberitahu posisi pekerjaannya di kafe ini adalah menjaga kasir. Bukan tanpa alasan, sebelumnya dia pernah cerita saat bekerja di minimarket milik tantenya. Lena rasa, itu bukan sesuatu yang sulit, karena dia bisa melakukannya. Tapi, teman kerjanya itu juga mengatakan jika dia tetap harus melakukan pekerjaan lainnya ketika mendapat perintah.

Saat ini, Lena dan Dita tengah duduk berdua di dekat kasir. Sembari berisitirahat, keduanya saling berbincang. Semakin lama, mereka semakin dekat. Mengenai kedatangan sepupu Lena itu, membuat Dita merasa penasaran. Karena sejak tadi, dia melihat jika teman dari atasannya itu masih berbicara dengan sepupu Lena. Baginya terlihat aneh saja, sebelumnya ia tak pernah melihat dua laki-laki tampan di kafe ini berbicara dengan orang dengan tingkah seperti Rana.

"Kau bilang dia sepupumu," jedanya sembari melihat Rana lagi. "Apa tujuannya datang ke sini?" tanya Dita, tangan kanannya memegang tempurung tangan Lena.

"Dia membawakan aku bekal," jawab Lena. Walaupun tujuan Rana sebenarnya tidak hanya itu, namun Lena masih memilih untuk melindungi sepupunya agar tidak dipandang buruk oleh Dita.

"Lalu, kenapa tidak kau makan?"

Pertanyaan yang sebenarnya ingin Lena hindari. Dirinya agak terkejut setelah mendengarnya, lantaran bekalnya tidak bisa ia makan. Kendati ia berkerja di dapur pun, Lena juga tidak bisa sembarangan mengunakannya hanya untuk membuat mi instan. Bisa-bisa dia menjadi buah bibir pegawai lainnya.

"Tadi siang aku sudah makan," alibinya.

Hanya anggukan kecil yang diberikan oleh Dita. Pun keduanya kembali melihat ke arah Rana dan Steve yang masih betah berbincang. Dan secara mendadak, Rana menoleh ke arah mereka berdua, membuat Lena dan Dita buru-buru membuang pandangan mereka ke lain arah. Tak lama setelahnya, Dita melihat lebih dulu saat Rana akan pergi dari sana, ia menyenggol Lena untuk ikut melihatnya. Sebelum Rana benar-benar pergi, ia melihat ke arah Lena dengan senyuman miring di sana. Lena sendiri juga sudah tidak heran dengan sepupunya yang aneh.

Ketika pintu kafe tertutup, Steve langsung beranjak dari kursi itu. Ia membenarkan pakaiannya sebelum ikut keluar dari kafe. Lena dan Dita sempat saling pandang, sepertinya mereka memikirkan hal yang sama. Sampai-sampai keduanya bergerak keluar kasir dan melihat Steve dan Rana dari dalam kaca kafe. Keduanya berjalan ke arah yang sama, namun belum tahu apakah Steve dan Rana akan pergi bersama atau tidak. Mereka ini kan baru pertama kali bertemu, akan terasa aneh jika Steve bisa langsung akrab dan mengajak Rana pergi bersama. Saat pertama kali bertemu dengan Lena saja, baik Steve maupun Jay tidak memasang wajah ramah mereka. Malah berakhir Lena yang memiliki hutang pada dua laki-laki itu.

"Apa yang kalian lihat?"

Suara itu tiba-tiba mengudara didekat Lena dan Dita. Dua gadis itu cukup terkejut, karena mendengar suara atasan mereka. Dengan segera mereka langsung pergi menuju kasir dengan kepala yang tertunduk. Sejujurnya, sedikit kecewa, karena tidak bisa melihat apa yang membuat mereka penasaran. Tapi lebih baik begitu, daripada mereka mendapat masalah dengan Jay.