webnovel

Biarkan Aku Tenang

Duduk di lantai dengan kedua kaki yang ditekuk dan dilipat, serta kedua kantung mata yang semakin menghitam. Jika dalam serial kartun, pasti orang itu sudah diberikan bermacam-macam efek. Namun, Lena bukanlah kartun yang seperti dibicarakan. Dia hanya bisa tertidur selama satu jam. Tidak tahu, secara mendadak Lena terbangun dari tidurnya dan kembali mengingat bayangan malam tadi. Hingga saat ini dia justru masih merutuki kebodohannya.

Lena menaruh kepalanya di atas lutut, menjambak rambutnya sendiri. Dirinya sedikit melirik ke arah belakang, terdapat Mina yang masih tertidur pulas. Namun, disaat ia memikirkan semuanya, Lena terpikirkan satu hal tentang kejadian Mina yang menumpahkan minuman panas ke kaos Jay. Kejadian itu mirip dengan kejadiannya. Mendadak jantungnya terasa panas, bukan karena tersulut emosi, namun dengan semua kebetulan yang terjadi. Lena seperti mendapat deja vu. Pun ia teringat saat itu pernah menceritakan hal ini pada Mina ketika ia mulai pindah bekerja.

Gadis itu menegakkan punggungnya, ia berjalan keluar kamar untuk mencari udara segar. Walaupun waktu masih menunjukkan pukul enam pagi, tapi Lena tidak peduli. Dia keluar dari kamar, terlihat rumah ini masih sepi, lantas ia berjalan menuju pintu dan perlahan membuka kunci pintu itu. Lena bisa merasakan udara pagi yang langsung menerpanya. Gadis itu langsung tertarik untuk duduk di teras melihat tanaman yang basah akan embun pagi.

Lena melakukan peregangan pada tubuhnya sembari mendengarkan suara kicauan burung yang entah datangnya dari mana. Seketika pikirannya itu terarah pada pemikirannya sebelum duduk di sini. Melihat dari sikap Steve pada Mina, laki-laki itu lebih ramah dibandingkan dengan dirinya kala itu. Memang sih, Lena menyadari jika kejadian itu terbalik. Yang saat itu terjadi pada Jay, kini malah terjadi pada Steve, begitupun sebaliknya. Ditambah, saat Steve memiliki hutang, Mina sengaja tidak ingin Steve membayarnya secara lunas. Tidak mungkin untuk meringankan Steve, yang mana Steve saja memiliki banyak uang.

"Ternyata di sini,"

Seseorang baru saja duduk tepat di sebelahnya. Itu adalah Mina, gadis itu rupanya sudah terbangun. Lena melihat dari ekor matanya, pun ia hanya terdiam. Lantas ia diberikan segelas teh hangat oleh Mina. Alis Lena sedikit mengerut saat menerima teh itu. Ia rasa Mina tidak sopan untuk melakukan ini di rumah orang. Teh itupun hanya diletakkan tepat di sebelahnya, Lena kembali untuk menatap taman kecil milik rumah ini.

Tak ada obrolan apapun diantara keduanya, pun Lena sendiri tidak ingin spekulasinya salah jika ia beberkan pada Mina. Kendati begitu, Lena hanya berbicara dalam pikirannya. Sampai pada akhirnya dia bangkit dan berjalan kembali menuju kamar guna merapikan barang dan bersiap untuk pulang.

"Terima kasih tehnya," ucapnya seraya membawa masuk secangkir teh itu.

Langkahnya tergerak pada dapur, meletakkan cangkir yang sama sekali tak ia minum setetes pun. Bukan tak ingin menghargai sikap baik Mina padanya, namun ini bukan perbuatan yang bisa dibenarkan juga. Kesopanan itu penting, walau itu berada di tempat yang tak asing.

Memeriksa semua barangnya tak ada yang tertinggal, ia baru menggendong tasnya dan berjalan keluar dari kamar itu. Namun, bersamaan dengan Jay yang juga baru keluar dari kamarnya. Lena menelan ludahnya dan memilih untuk tidak menatap manik atasannya.

"Wajahmu," ucap Jay seraya menujuk Lena.

Nampak derap langkah yang terarah padanya, masih dengan telunjuk yang menunjuk hingga sepasang kaki bercelana pendek itu terhenti tepat di depannya. Satu tangan lainnya sengaja dimasukkan ke dalam saku. Sedangkan gadis yang masih mengelakkan wajahnya, merasa khawatir jika wajahnya berubah memerah.

"Kau terlihat pucat. Tak usah datang ke kafe dan beristirahatlah," ucapnya saat langkahnya sampai pada tujuannya.

Lena cukup tercengang mendengarnya, ia pikir Jay akan menyadari jika dirinya tengah menahan malu, tapi ternyata Jay malah membahas hal lain. Jika dipikir, penyebab wajahnya pucat adalah hal yang sama dengan yang membuatnya malu. Dan untuk membalas kalimat Jay, gadis itu memberikan anggukan kecil sebanyak dua kali.

"Gunakan tasmu juga untuk menutupi wajahmu. Sama seperti yang kau lakukan semalam,"

Baru beberapa meter ia menjauh dari sana, terdengar suara yang merangsek ke dalam rungu. Oleh karena kalimat lontaran Jay, malah membuat Lena mematung merasakan malu yang semakin menyebar ke seluruh tubuh.

-

-

-

Lena menjatuhkan dirinya di atas kasur kamar kostnya. Dia baru saja tiba setelah mendapat beberapa omelan dari tantenya. Jujur saja, ia sendiri juga tidak terlalu jelas mendengar isi celotehan sang tante, kedua telinga Lena terlalu lelah untuk mendengarkan apapun. Ia melihat tasnya yang tadi dilempat begitu saja, meskipun lelah Lena tetap bangkit dan duduk menarik tasnya.

Ia mengambil uang yang diberikan Jay kemarin. Hasil dari kerja kerasnya selama sebulan. Uang itu ia masukkan ke dalam kotak yang selama ini ia gunakan untuk menyimpan semua bayaran yang ia dapat selama bekerja di minimarket milik tantenya. Dan sekarang, kotak ini juga akan menampung semua uang yang ia dapat dari kafe Jay. Dirinya tersenyum melihat tabungannya yang semakin lama bertambah. Rasanya kerja kerasnya tak sia-sia.

Tak lama, ia mendengar suara ketukan dari luar. Lena membukakan pintu itu setelah menyimpan kotak uangnya. Rupanya yang mengetuk adalah sepupunya—anak dari tantenya—ia memasuki kamar Lena dan turut duduk di kasur tanpa ranjang itu.

"Jujurlah padaku, jika kau semalam diantar oleh orang yang membawa mobil putih itu," ucap Rana.

Lena menoleh cepat ke arah Rana, dia terkejut karena sepupunya mengetahui hal itu. Agak khawatir juga jika Rana mengetahui pemilik mobil itu adalah Jay, karena hingga saat ini dia belum mempertemukan Jay dengan Rana. Sebisa mungkin dia bersikap tenang lantaran Rana tampak ingin melanjutkan kalimatnya.

"Jika aku tebak, dia adalah atasanmu, Jay," helaan nafasnya menguar begitu saja. "Aku melihatnya semalam,"

"Kau melihat wajah atasan— eh, maksudnya Jay?" tanya Lena.

Sepupunya itu menggelengkan kepalanya, dan malah membaringkan tubuh diatas kasur dengan kedua tangan yang merentang. Menatap langit-langit kamar kost Lena. "Aku tidak tertarik dengannya. Cukup Steve, dia sudah menarik perhatianku," jawabnya.

Sungguh, mendengar hal itu Lena sama sekali tidak bisa berkata-kata. Ada rasa cukup lega dalam benaknya, karena ia tak perlu repot-repot mempertemukan Jay dan Rana. Dia tersenyum lebar, namun hanya sebentar ketika ia mendengar suara sepupunya lagi dan membuat raut wajah Lena kembali datar.

"Tapi, bantu aku bertemu dengan Steve hari ini. Aku merindukannya,"

Diam-diam Lena menegaskan rahang dan mengepalkan jari tangannya. Dia juga menahan teriakannya, lantaran merasa kesal pada Rana. Beberapa detik setelahnya, Lena kembali tenang dan menimpali kalimat sepupunya.

"Kau datang saja ke kafe dan mengatakan jika kau mencariku. Hari ini aku libur," adalah saran yang diberikan oleh Lena.