webnovel

Pembalasan Dendam Sang Ksatria Wanita

Rowena hampir dibunuh setelah ketahuan ingin membunuh pangeran mahkota dari Kerajaan Sunverro dalam peperangan kali ini. Namun, setelah melihat kemampuan Rowena, Pangeran mahkota itu memutuskan untuk mengangkat Rowena sebagai ksatrianya dan membantunya agar bisa memenangkan pertempuran yang membosankan itu. Rowena pun setuju untuk menjadi ksatria dari Pangeran mahkota. Hal itu membuat Rowena menjadi ksatria wanita pertama di dunia. Ikuti petualangan, pembalasan dendam, dan kisah cinta Rowena!

Seorina · ファンタジー
レビュー数が足りません
30 Chs

Sedikit Kecurigaan

Istana Pangeran merupakan satu dari beberapa istana yang ada di area istana kekaisaran Sunverro. Istana itu merupakan istana yang telah digunakan turun-temurun oleh para Pangeran Mahkota di setiap generasi. Istana itu dibangun dengan sangat megah dan indah demi kenyamanan sang penghuni.

Salah satu tempat yang paling menyenangkan disana adalah tempat latihannya. Ada banyak sekali senjata di setiap sudut ruangannya. Tempat itu merupakan tempat Pangeran Helios berlatih berpedang sejak umurnya masih enam tahun.

Sekarang Rowena tengah melakukan rutinitas paginya di tempat itu seperti biasanya yaitu berlari mengelilingi tempat latihan lalu menyempurnakan lagi kemampuan berpedangnya. Ia memang sengaja bangun lebih awal tadi pagi untuk latihan karena suasana hening dan damai di pagi hari sangatlah mendukung.

Setelah dua jam berlatih, baju Rowena pun langsung basah kuyup semua karena keringatnya sendiri. Napasnya masih terengah-engah. Ia pun memutuskan untuk duduk sejenak di tepi tempat latihan agar bisa beristirahat sejenak. Seorang pelayan datang membawa sebuah nampan dengan sebuah minuman dingin.

"Grand Duchess, saya kesini untuk membawakan minuman yang anda minta tadi pagi," kata Pelayan itu dengan hormat.

Rowena mengambil minuman itu dari nampan dengan hati-hati lalu ia tersenyum pada pelayan yang telah membawakannya. "Baiklah. Terima kasih karena sudah membawakannya padaku."

Pelayan itu langsung tersipu malu karena selama ini ia sudah melayani keluarga kekaisaran dan beberapa bangsawan tetapi tidak ada satupun orang yang memperlakukannya dengan hormat dan sopan seperti Rowena. "Anda tidak perlu berterima kasih, Grand Duchess. Ini memanglah tugas saya sebagai pelayan."

Setelah berkata-kata seperti itu pelayan itu pun pergi meninggalkan Rowena yang tengah menikmati minumannya. Ditengah keasikannya itu tiba-tiba Rowena mengambil pedangnya yang tadinya ia taruh di sampingnya dengan pelan. Tak menunggu lama ia langsung mengarahkan pedang ke arah belakangnya. Jika ada orang yang melihatnya saat itu mungkin mereka akan menganggap Rowena agak gila atau aneh.

Namun orang biasa mungkin tidak bisa menyadari kalau ada seseorang yang tengah menyembunyikan kehadirannya dengan sihir kegelapan sedang berdiri tepat di belakang Rowena sembari mengarahkan pedangnya tepat di leher Rowena. Bukan Rowena namanya jika ia tidak berbalik melawan orang yang akan melawan dirinya.

"Yang Mulia Pangeran Diego, saya rasa anda tidak perlu menyembunyikan diri anda lagi dengan sihir kegelapan karena saya sudah bisa merasakan mana anda dari tadi," ucap Rowena.

Pangeran Diego langsung menonaktifkan sihirnya dan menjatuhkan pedangnya lalu mengangkat kedua tangannya sebagai tanda kalau dia sudah menyerah. "Aku benar-benar mengagumimu, Rowena. Bagaimana bisa kau mengetahui keberadaanku hanya karena manaku? Bahkan kaisar ataupun permaisuri sampai Helios saja tidak menyadari keberadaanku saat aku menggunakan sihirku."

Rowena juga ikut menurunkan pedangnya. "Saya tidak pernah tahu kalau hubungan kita sudah seakrab ini sampai anda memanggil saya dengan nama saya."

Diego berjalan mendekati Rowena. "Kau tidak boleh mengalihkan topik pembicaraan seperti itu, Rowena."

"Sialan! Aku tidak bisa memperdaya manusia yang satu ini," batin Rowena.

Orang-orang yang bisa menggunakan sihir hanyalah rakyat asli kekaisaran Odelette. Selain mereka, tidak ada lagi orang yang bisa menggunakan kekuatan sihir. Jika seseorang bisa merasakan mana yang dimiliki oleh orang lain, itu tandanya kalau orang tersebut juga memiliki kekuatan sihir.

"Apakah kau akan percaya jika aku mengatakan kalau aku memiliki kekuatan enam elemen sihir," ucap Rowena dengan nada bercanda.

Diego pun diam sejenak. "Sebenarnya agak sulit untuk dipercaya karena yang bisa menggunakan sihir hanya rakyat asli Odelette sedangkan dari yang kudengar kau adalah orang dari Kerajaan Terania."

Rowena mendekatkan wajahnya ke wajah Diego. "Tidakkah kau pernah berpikir kalau aku sengaja menyuruh Helios dan semua prajurit yang mengikuti perang bersamaku untuk menyembunyikan fakta tentang asal usulku?"

Kedua mata Diego langsung terbuka lebar. Sepertinya ia sama sekali tidak berpikir akan kemungkinan itu.

"Bagaimana jika kita bertaruh? Bukankah katanya kemampuan berpedang yang dimiliki oleh Grand Duchess sangat hebat sampai sudah menghabisi ratusan ribu orang selama peperangan? Taruhannya adalah jika aku bisa bertahan dalam pertarungan pedang denganmu selama tiga puluh menit, maka kau harus memberitahuku satu fakta penting tentang bagaimana bisa kau menyadari manaku barusan."

"Bagaimana jika kau tidak bisa bertahan?" tanya Rowena.

"Maka aku akan mengabulkan apapun permintaanmu," balas Diego tanpa berpikir panjang.

"Kau yakin kau akan mengabulkan apapun permintaanku? Bagaimana jika aku menyuruhmu untuk mati tepat di depanku?"

"Hey, bukankah kau terlalu kejam? Mau bagaimanapun juga aku adalah pangeran Mahkota dari sekutu Sunverro, mana boleh kau menyuruhku untuk mati. Lagipula kalau aku mati siapa yang akan menggantikanku menjadi pangeran mahkota?" ujar Diego sambil menyipitkan matanya.

"Kau kan memiliki seorang adik laki-laki. Jika kau mati, maka dia akan menggantikan posisimu," ucap Rowena dengan polosnya.

"Sudahlah, jangan bahas tentang itu lagi. Mari kita mulai bertarung." Diego mengambil pedangnya lagi dan memulai ancang-ancang.

Rowena dengan senang hati mengambil pedangnya juga dan melawan Diego. Pertarungan itu bisa dibilang sangatlah sengit. Rowena terus menerus menyerang Diego dengan mati-matian, sedangkan Diego terus berusaha untuk bertahan dan melindungi lehernya karena dari tadi Rowena terus mengincar lehernya.

Pada akhirnya Diego berhasil bertahan dari serangan brutal Rowena selama tiga puluh menit. Alhasil sekujur tubuh Diego penuh dengan goresan pedang yang diciptakan oleh mata pedang Rowena. Meskipun begitu Diego tetap merasa senang karena dia berhasil memenangkan taruhan tersebut.

"Silahkan beritahu kenapa kau bisa menyadari manaku, Grand Duchess Erica?" Diego langsung duduk di tanah karena sudah kelelahan.

Rowena tidak menjawab pertanyaan Diego itu. Ia langsung menunjukkan sihir cahaya dan kegelapannya di depan Diego. Melihat itu membuat Diego terkejut sejenak.

"Bagaimana kau bisa memiliki sihir cahaya dan kegelapan? Bukankah sihir itu hanya dimiliki oleh keturunan keluarga kekaisaran Odelette?" tanya Diego yang mulai kebingungan sendiri.

"Seperti yang kubilang sebelumnya ada kemungkinan kalau aku menyuruh orang-orang untuk menutupi rapat-rapat tentang asal usulku. Sebagai informasi penting untukmu, ibuku adalah salah satu keturunan asli dari keluarga Kekaisaran Odelette."

Rowena berjalan pergi meninggalkan Diego yang masih larut dalam kebingungannya. "Kalau begitu aku pergi dulu. Sampai jumpa Pangeran Diego."

Rowena masuk ke dalam istana Pangeran Helios dan berjalan ke arah kamarnya. Ia memerintahkan para pelayan untuk membantu dirinya berganti pakaian. Selesai mengganti pakaian latihannya menjadi seragam ksatria, ia pun keluar dari istana itu dan menaiki kudanya menuju tempat pelatihan pasukan biru yang ada di istana utama.

Saat ia sampai di depan gerbang tempat pelatihan pasukan biru. Ia ditahan oleh seorang pengawal yang menjaga gerbang.

"Siapa kau? Bagaimana bisa seorang perempuan berani datang kesini dengan memakai seragam ksatria," tegur seorang pengawal.