Bagaikan ketiban durian runtuh. Aku, Rumaisha Azzahra, hanyalah perempuan ndeso dari Solo yang biasa saja. Amat sangat biasa. Jangankan nyantri di pondok, ikut TPA waktu kecil pun aku jarang-jarang. Hafalan Al-Qur’an ku morat marit. Apalagi makhraj dan tajwid-nya.. Subhanallah..
Tapi meskipun begitu, aku bukanlah perempuan “nakal” atau “yang tidak bisa diatur”. Aku tidak pernah keluar malam dengan laki-laki. Akupun tidak pernah pacaran, walaupun pernah pula punya teman dekat laki-laki. Alhamdulillah aku tidak pernah melanggar batas pertemanan antara laki-laki dengan perempuan.
Aku hanyalah perempuan biasa. Pemahaman agamaku biasa-biasa. Dan aku juga dari keluarga yang biasa-biasa pula. Aku tidak terlalu cantik seperti akhwat-akhwat yang menperebutkan bang Rosikh. Namun juga tidak terlalu jelek hingga membuat laki-laki tak mau mendekatiku. Aku pun tak terlalu pintar, namun juga tidak bodoh. Istilahnya semua yang ada dalam diriku ada di batas average-lah. Rata-rata saja. Tidak kurang dan tidak lebih.
Mungkin aku hanya menonjol di bagian kedisiplinan dan keperfeksionisan. Aku merasa bahwa kecerdasanku ini biasa-biasa saja. Oleh karena itu, aku sangat disiplin dalam belajar. Selalu berusaha dengan tekun untuk meraih apa yang aku inginkan. Mungkin karena itulah aku selalu bisa masuk rangking 10 besar saat sekolah, mulai dari SD hingga SMA.
Aku pun kuliah di Universitas Sebelas Maret Surakarta, jurusan Arsitektur desain interior. Nilai-nilai ku juga cukup bagus. Tidak tinggi sekali, tapi juga tidak buruk. Lumayanlah untuk ukuran mahasiswi ndeso.
Alhamdulillah..
Walaupun semua kehidupanku terasa “biasa-biasa” saja, tidak ada yang lebih sekali tapi juga tidak ada yang kurang sekali, Alloh selalu memberikan kesehatan dan keluarga yang harmonis. Ayah dan ibuku juga sangat baik kepadaku. Tentulah, karena aku adalah anak satu-satunya bagi mereka. Anak tunggal, namun tidak dimanja. Jika ayahku mampu memberikan sesuatu sesuai dengan batas kemampuannya, tentulah aku akan diberikan hal itu. Namun apabila ayahku tak mampu memberikan, aku pun memaklumi dan tidak memaksanya untuk menuruti keinginanku. Ayahku hanyalah guru SMA Negeri dan ibuku adalah pedagang batik di Pasar Klewer Solo.
Semuanya memang berlangsung biasa saja hingga aku menyelesaikan kuliahku tepat 4 tahun. Aku langsung melamar kerja di Jakarta. Dan Alhamdulillah, aku tak perlu mengirim banyak lamaran hingga akhirnya diterima kerja. Ya, aku langsung bekerja di perusahaan properti, PT. Bangun Permai. Perusahaan konstruksi yang baru merintis karirnya, sama sepertiku.
Semua tetap berjalan seperti biasa. Alloh teramat sangat baik padaku, gajiku yang di atas UMR membuatku sangat bahagia. Akhirnya aku bisa rutin mengirimkan uang bulanan pada kedua orang tuaku di Solo. Aku sangat bangga karena setidaknya bisa membalas jasa mereka walaupun hanya sedikiiiitttt sekali. Aku sadar bahwa sampai kapanpun, aku tak akan mungkin bisa membalas seluruh pengorbanan orang tuaku dalam membesarkanku.
Sampai akhirnya.. ya.. sampai banyak terjadi hal yang “tidak biasa” masuk dalam kehidupanku. Sampai saat itu.. jauhhh sebelum aku berkenalan dengan sang Charming Prince, bang Rosikh..
Dddrrrttttt...dddrtttt…ddrttt
Astagfirulloh.. hp-ku bergetar berkali-kali. Segala kenanganku yg menyeruak ke permukaan langsung sirna seketika, bagaikan kabut pagi tersibak lampu jalanan. Aku langsung teringat bahwa mbak Ika sedang menungguku. Ya Alloh.. karena terlalu banyak melamunkan bang Rosikh, aku jadi lupa bahwa Vindy mengabarkan bahwa mbak Ika mencariku.
Astagfirullohaladzim.. Astagfirullohaladzim.. pasti Vindy udah koar koar lagi nih.. bisa panjang nih urusan.
Langsung kubuka layar ponselku. Muncul banyak sekali notifikasi. Beberapa diantaranya adalah dari Vindy, sedangkan satu dari mbak Ika.
WA dari Vindy berisi, “Ruummiinii.. loe dimana sib...bla..bla..bla.. (sensor*)”. Ya, rata-rata isinya seperti itulah. Tak kubuka WA-nya, karena nanti dia pasti tambah sewot kalau aku hanya read pesannya saja.
Langsung kubuka WA dari mbak Ika, “Rumaisha, sudah selesai sholatkah? Bisa ketemu saya di ruangan?”
Jantungku langsung berdegup kencang. Astagfirullohaladzim.. apakah aku melakukan kesalahan? Sepertinya ada sebuah hal penting yang akan diungkapkan mbak Ika. Apakah tentang proyek convention centre itu? Atau malah aku melakukan kekhilafan yang membuat mbak Ika marah? Langsung kupercepat langkahku menuju ruangan mbak Ika..
Dddrrrrrtt..drrtttt..
Ponsel di saku gamisku kembali berdering, namun tak aku acuhkan. Pasti itu dari mbak Ika lagi. Salahku juga sih, melamun terlalu lama..
Ah.. terbersit sebuah penyelasan dalam diriku.
Setelah sampai di depan ruangan mbak Ika, kutarif nafas dalam-dalam melalui hidung. Lalu kuhembuskan kuat-kuat melalui mulut. Berusaha menenangkan diri. Akhirnya dengan segenap keberanian yang telah berhasil kukumpulkan, kubuka handle pintu ruangan.
Daaannn..
“SURPRISEEEEE.. SURPRISEEE..SURPRIISEE!!”
Maa syaa Alloh.. aku terhenyak. Tak bergeming, dan sedang mencerna apa yang terjadi dalam ruangan. Ada banyak sekali confetti dan tiupan terompet di dalam ruangan. Sebelum aku sadar sepenuhnya, aku melihat ada banyak balon digantungkan di langit-langit, juga ada tulisan besar di tembok belakang meja mbak Ika, bertuliskan ‘HAPPY BIRTHDAY KE-27, RUMAISHA AZZAHRA”
Kulihat mbak Ika dan seluruh staf bagian konstruksi memakai topi ulang tahun. Selain itu mereka juga meniup terompet. Sedangkan mbak Ika memegang kue tiramisu yang berhiaskan lilin dengan angka 27 di atasnya.
Serempak semuanya pun bernyanyi, “happy birthday to you.. happy birthday to you.. happy birthday.. happy birthday.. happy birthday to you..”
Aku benar-benar kaget. Aku pun lupa bahwa ternyata hari ini adalah hari ulang tahunku. Bahkan aku juga tak menyangka teman-temanku mengingat hari lahirku ini sampai-sampai bersusah payah membuat kejutan yang sangat indah.
“Rummm.. selamat yaaa. Kamu sudah 27 tahun, ayo tiup lilinnya. Niihh..kami sudah siapkan kue tiramisu kesukaan kamu.” Mbak Ika mendekatiku sambil membawa senampan kue tiramisu yang sangat cantik.
Serempak teman-temanku menyanyikan lagu, “Tiup lilinnya..tiup lilinnya.. tiup lilinnya sekarang juga.. sekarang jugaaa.. sekarangg jugaaa..”
Aku pun hendak meniup lilin berangka 27 itu, namun tiba-tiba mbak Ika mencegah, “Eeeittss..jangan ditiup dulu. Make a wish dulu dongg.”
Aku pun memejamkan mata, hendak memohonkan harapanku kepada Alloh, sampai kemudian Vindy berteriak, “Semoga tahun ini segera dapat momongan.. Aamiin..”
Kelakar Vindy langsung disambut kata “Aamiin..” dari semua staf..
Aku pun tersenyum, lalu meniup lilin itu kuat-kuat..
“Yeeaaaaayyyyy..” semua serempak bersorak sambili diiringi ramainya tiupan terompet.
Tiara langsung nyerocos, “Hayooo.. potongan kue pertama mau dikasihkan ke siapa nihhh?? Bang Rosikh lagi nggak di sini lho, Rumm”
“Udah..udah sini.. kasih ke aku dulu aja.. biar aku aja yang gantiin bang Rosikh,” Vindy kembali berkelakar.
Semua tertawa mendengar ocehan teman-temanku itu.
Akupun tersenyum simpul sambil berkata, “Udah..kue pertamanya aku kasihkan mbak Ika aja sebagai wakil Construction Manager di sini”
“Oooo..jadi dikasihkan ke wakilnya.. kalau ada ketuanya, mau dikasihkan ke ketuanya, tha?” Ujar Vindy.
Aku tahu arah tujuan perkataan Vindy. Tentu dia ingin membahas soal mas Aditya lagi. Hampir saja kusanggah perkataanya, buru-buru mbak Ika menengahi, “Viiinnnn.. mulai lagi nihh yaaaa..”
Laura langsung memotong, “Nah, hayoo lhooo Vinnn.. ntar kamu dikasih SP 1 lho sama mbak Ika”
“Hehehe.. maaf mbak, keceplosan”
Semuanya tertawa gembira.
………………..
Seremoni ulang tahun kecil-kecilan itu berlangsung sangat meriah. Ditutup dengan makan kue bersama-sama, bersenda gurau, dan prosesi kado. Teman-temanku memberikan tiga buah kado dengan ukuran yang berbeda-beda.
Pertama yang memberikan kado adalah teman sejawatku yang diwakili oleh Laura, “Rum..ini kado dari kami semua. Khusus untuk sang manten anyar..hehe”
“Waaah.. terima kasih teman-teman. Duhh..apa ya isinya?? Jadi penasaran deh..” kugoyang-goyangkan kotak yang terbungkus kertas kado berwarna pink glitter itu.
“Udaah.. buka di rumah aja. Biar jadi surprise suami kamu juga.. oouppsss” Vindy nyerocos lagi. Tangannya ditutupkan di depan mulutnya. Wajahnya nampak begitu puas menggodaku.
“Duh.. jadi negative thinking nih aku..hehe” aku berseloroh. Kulihat sekilas sudut mata Vindy mengerling padaku.
“Vinddyyyyyyy…” mbak Ika spontan mengingatkan..
“Hehehe.. sorry mbak, keceplosan.”
“Keceplosan kok terus-terusan”
Kado kedua diberikan oleh mbak Ika. Ukurannya lebih kecil daripada kado yang diberikan oleh teman-temanku. Akupun mengucapakn terima kasih pada mbak Ika.
Dan ternyata masih ada kado ketiga yang juga diberikan oleh mbak Ika. “Rum.. kalau yang ini titipan dari mas Aditya. Dia juga salam ke kamu, maaf nggak bisa ikut ngerayain ulang tahun kamu. Tahu sendiri kan, beliau tadi ada survei lapangan”
“Eeeecieeeeehhhh… dapat kado juga toh dari mas Aditya!!!” Vindy langsung punya bahan gosip anyar.
“Vindyyyyyyy… duh lama-lama kita plester juga nih mulutnya!” Laura menimpali.
“Iya La, besok jangan lupa beli lakban khusus buat plester mulutnya Vindy kalau masih rumpik lagi,” mbak Ika menambahkan.
“Hehehehehe..” yang mau diplester mulutnya hanya cengangas cengenges saja.
………..…………
Hari itu pun berakhir dengan damai. Seolah-olah seluruh kebahagiaan tercurah di hari tersebut. Mulai dari presentasiku yang memuaskan klien, hingga pesta kejutan ulang tahun dari teman-teman. Benar-benar hari yang indah. Aku bahkan lupa sama sekali dengan ‘drama’ pagi antara aku dengan bang Rosikh. Peristiwa yang sangat memilukan hatiku. Kejadian yang membawa penyesalan dalam diriku karena merasa gagal sebagai istri yang baik.