webnovel

Pelangi Tak Selalu Muncul Setelah Hujan

"Aku sudah bertekad untuk mencari ridho suamiku, karena ridho Alloh ada pada ridho suamiku. Karena jika seorang muslimah menjalankan sholat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan mendapatkan ridho suaminya, maka ia akan dapat masuk ke dalam Surga melalui pintu mana saja yang dia inginkan" (Rumaisha Azzahra, seorang wanita karir modern yang baru berhijrah ) "Istri itu ibarat pakaianan bagi suaminya. Sejak awal, Abang memang tidak ingin mencari 'pakaian' jadi. Abang ingin 'menjahit sendiri' sendiri pakaian Abang. Oleh karena itu, Abang menikahimu, Dek. Karena Abang ingin mendidik, membina, dan membimbingmu hingga menjadi seorang perempuan sekaligus istri yang sholehah" (Muhammad Rosikh Abdurrahman, seorang hafidz Qur'an) .............................. Rumaisha Azzahra.. adalah seorang wanita karir cerminan perempuan modern masa kini. Ia hanyalah perempuan biasa, dari keluarga biasa, dan menempuh perjalanan hidupnya dengan biasa-biasa saja. Hingga suatu ketika, 'sebuah hal' besar mengubah hidupnya. Ia pun berniat total untuk berhijrah di jalan Alloh Subhanahu Wata'ala. Ia pun berdoa kepada Alloh agar diberikan jodoh yang dapat membimbingnya dunia akhirat. Bak durian runtuh. Rumaisha ternyata menikah dengan seorang ustadz hafidz Qur'an yang menjadi idola para akhwat. Muhammad Rosikh Abdurrahman namanya. Rumaisha yang merupakan produk pendidikan umum dan tak pernah mengenyam sama sekali pendidikan pesantren, bagaikan mengalami "shock culture". Bahkan banyak pula yang menganggap bahwa pernikahan mereka tak sekufu. Lali bagaimanakah kehidupan rumah tangga Rumaisha dengan ustadz Rosikh? Lalu bagaimana pula ketika Rumaisha harus menghadapi kenyataan bahwa atasannya, Aditya Mandala Putra yang seorang 'don juan', ternyata menaruh hati padanya? Silakan baca bagaimana seluk beluk romantika Rumaisha dan Rosikh serta perjalanan hijrah Rumaisha di novel "Pelangi tak Selalu Muncul Setelah Hujan".

Melati Putri Pertiwi · 都市
レビュー数が足りません
23 Chs

BAB 10 Sebuah Prinsip yang Tak Boleh Dilanggar

Aku tiba di rumah pada pukul 18.30. Rintik gerimis hujan menemani perjalanan pulangku. Aku ingat belum sholat Maghrib. Dengan segera, aku membayar taksiku lalu menghambur ke dalam rumah.

Namun, sebelum aku memasuki pintu, kuseka seluruh derai air mataku. Aku tak ingin bang Rosikh menemukanku saat sedang menangis. Walaupun usaha itupun percuma saja. Bekas-bekas air mata dan mataku yang sembab tidak dengan mudah dihilangkan begitu saja.

Aku menarik nafas dalam-dalam. Mengumpulkan segenap keberanianku. Aku juga harus menyusun alasan yang benar dan masuk akal bila bang Rosikh menanyakan bekas air mataku.

Akhirnya setelah keberanianku terkumpul, aku memasuki pintu rumah. Kubuat sikapku biasa-biasa saja, seolah tak terjadi apapun. Padahal hatiku benar-benar kacau saat itu.

“Assalamualaikum..” kataku saat memasuki rumah.

“Waalaikumsallam.. kau baru pulang, Dek? Di luar hujan ya?” Jawab bang Rosikh.

“Iya bang..” aku berusaha sebisa mungkin bicara dengan suara normal. Aku pun memalingkan wajahku. Berusaha menyembunyikan mata sembabku.

“Bang.. aku sholat dulu ya.. tadi jalanan macet.” Kataku mengalihkan perhatian.

“Iya.. sholat dulu sana. Setelah sholat, mandi, terus makan ya. Abang sudah buatkan nasi goreng.”

“Iya.. makasih ya bang.”

Dengan agak tergesa, aku mengambil air wudhu. Bersiap untuk sholat Maghrib. Saat sholat, ingin rasanya aku menangis sepuasnya. Menangis di hadapan Sang Pencipta. Mengadukan segala kegundahan hatiku. Kegundahan yang tak mungkin kuceritakan pada belahan jiwaku, bang Rosikh. Karena memang tak semua masalah bisa diceritakan kepada manusia. Hanya tawakal kepada Alloh-lah satu-satunya jalan dari banyak masalah yang dihadapi oleh anak-anak Adam saat hidup di dunia.

Namun, kutahan derai air mataku sekuat tenaga. Aku tak tahu lagi harus membuat alasan apa kepada bang Rosikh apabila ia menemukanku terisak-isak dengan merana. Kembali kulantunkan dzikrulloh dan istighfar dalam hati. Agar hatiku menjadi tenang kembali.

Selesai sholat, saat aku bersiap hendak mandi, tiba-tiba bang Rosikh memelukku dari belakang.

“Bang.. ada apa?” Aku tetap berusaha bicara dengan intonasi normal.

“Nggak apa-apa, dek. Kangen aja. Tidak boleh?” Jawab bang Rosikh.

“Bukan.. bukan seperti itu, Bang. Tentu saja boleh. Tapi Rum kan belum mandi. Masih bau. Rum malu..”

“Nggak ah.. kamu masih wangi kok.. Oh ya, kamu masih memakai minyak wangi ya?”

“Masih, Bang.. tapi hanya sedikit saja. Karena Rum kan kerja seharian, kalau tidak pakai minta wangi, tentu akan bau. Tidak boleh ya?”

“Tolong dikurangi untuk minyak wanginya ya dek. Kalau mau pakai, pakailah di badan saja. Bukan di baju dan kerudung. Lalu, carilah wangi-wangi yang lembut. Juga sedikit saja pakainya agar tidak menggoda lelaki lain.”

“Begitukah, bang? Apakah wangi parfum pun juga bisa menggoda laki-laki?”

“Tentu saja. Sudah Abang ceritakan kan, bahwa Rasulullah pernah bersabda bahwa perempuan adalah aurat, ketika mereka keluar rumah, syaithon akan memperindahnya. Jadi ketika seorang perempuan keluar rumah, syaithon akan mengelilinginya dari atas, bawah, kanan, dan kiri sehingga ia tampak indah bagi kaum lelaki. Apalagi jika mereka menggunakan minyak wangi yang menyengat hingga tercium oleh kaum lelaki di sekitarnya. Karena Rasulullah juga pernah bersabda bahwa seorang perempuan yang menggunakan minyak wangi, sama halnya dengan pelacur.”

“Astagfirullohaladzim.. seperti itukah , Bang? Maaf, Rum baru tahu tentang hukum itu. In syaa Alloh untuk berikutnya, Rum akan lebih berhati-hati.”

Aku banyak beristighfar dalam hati. Ingin rasanya aku menangis lagi. Mungkin, syaithon lah yang memang membuatku tampak lebih ‘indah’, terutama di mata mas Aditya.

Aku benar-benar merasa tak becus dan tak berguna sebagai seorang istri.

Aku memegang tangan bang Rosikh yang memeluk pinggangku. Ingin rasanya aku mencumi tangannya. Memohon ampun atas segala kekuranganku.

Kemudian bang Rosikh berkata lagi, “Dek.. Islam itu sangat memuliakan kaum perempuan. Banyaknya aturan yang diterapkan Islam pada kaum hawa bukanlah dengan tujuan untuk mengekang mereka. Namun sebaliknya, tujuannya adalah untuk memuliakan mereka. Contohnya saja hijab. Diperintahkan oleh Alloh bagi kaum muslimah untuk mengenakan hijab dengan tujuan agar mereka tidak ‘diganggu’ dan membedakan mereka dengan perempuan-perempuan kafir. Lalu, tahukah kau hadist yang sangat sangat agung tentang perempuan? Yang bahkan apabila Abang mendengar hadist ini, Abang sangat iri dengan kaum perempuan? Karena begitu dimuliakannya perempuan oleh hadist ini?”

“Iya bang.. apa isi hadistnya?” Tiba-tiba perasaanku menegang. Bulu romaku merinding. Kubalikkan badanku dan kutatap mata bang Rosikh lekat-lekat.

“Dek.. Rasulullah pernah bersabda, bahwa siapapun perempuan yang melaksanakan sholat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan patuh pada suaminya hingga suaminya ridho kepada dirinya, maka ia akan bisa masuk surga melalui pintu mana saja yang dia inginkan.” Jawab bang Rosikh.

“Maa syaa Alloh..” aku bagaikan disambar petir. Merinding bulu tengkukku mendengar hadist yang begitu agung itu.

Tak terasa, air mataku mulai menggenang di pelupuk mata.

“Dek.. pintu surga itu ada delapan, dan nanti umat Muslim yang akan masuk surga dipanggil melalui pintu dimana amalan itulah yang menjadi andalannya. Ada Babus Shalat untuk orang yang gemar sholat, Babul Jihad untuk para syuhadda, Babur Rayyan untuk orang yang gemar berpuasa, Babus Shadaqah untuk para ahli sedekah, Babul Aiman untuk mereka yang tidak dihisab amalnya, Babul Khadiminal Ghaida wal Afina Aninnas untuk mereka yang mampu menahan emosinya dan memaafkan orang lain, lalu ada juga Babut Taubah bagi orang yang bertaubat, dan Babur Radhin bagi orang yang ridho. Nah.. jika seorang istri bisa melaksanakan sholat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan mematuhi suaminya hingga suaminya ridho kepadanya, maka ia boleh memasuki pintu surga dari pintu manapun yang ia inginkan.”

Mendengar jawabang bang Rosikh, air mataku langsung berderai-derai. Air mata yang mencerminkan segala kegundahan hati sekaligus rasa haru yang menyelimuti.

“Dek.. tapi tahukah Engkau siapa penghuni neraka yang paling banyak?”

“Siapa Bang?”

“Mereka adalah kaum perempuan.”

“Hah!? Kenapa begitu bang? Bukankah Islam sudah sangat memudahkan bagi kaum perempuan untuk memasuki surga?? Kenapa malah mereka yang paling banyak menghuni neraka?”

“Nah.. disitulah masalahnya. Masalahnya adalah karena kaum perempuan itu mudah sekali kufur pada suaminya. Apabila suaminya sudah melakukan kebaikan padanya setahun lebih, namun ketika suaminya melakukan sedikit kesalahan, kaum perempuan ini dengan mudahnya mengatakan ‘Aku sama sekali tidak melihat kebaikan pada dirimu’.”

“Astagfirullohaladzim..” inilah puncak dimana aku tak dapat membendung air mataku. Air mataku pecah bagaikan anak kecil yang kehilangan mainan. Aku menangis terisak-isak hingga sesenggukan.

Astagfirullohaladzim.. Astagfirullohaladzim..

Berkali-kali kuucapan istighfar dalam hati. Begitu rendahnya aku. Kudapati diri ini berlumur begitu banyak dosa. Rasanya aku tidak pantas menjadi seorang istri Muhammad Rosikh Abdurrahman yang begitu baik dan shalih ini. Aku benar-benar merasa nista.

Melihatku menangis sesenggukan, bang Rosikh mengelus kepalaku dengan lembut. Langsung kuhamburkan diri ini ke dalam pelukannya yang hangat.

“Bang.. maafkan.. maafkan Rum, Bang. Rum belum bisa menjadi istri yang shalihah bagi Abang. Rum belum bisa.. Rum belum mampu.. maafkan segala kekhilafan dan kekurangan Rum ya Bang.. maaf..”

“Sssstt...ssstt.. dek..” pelukan bang Rosikh semakin erat. Menandakan aku harus diam.

“Dek.. apakah kau tahu bahwa suami atau istri itu ibarat ‘pakaian’ bagi pasangannya?”

“Maksudnya bagaimana bang?”

“Pakaian fungsinya adalah untuk menutup aurat. Nah, sama halnya dengan suami atau istri bagi pasangannya. Artinya mereka juga berfungsi untuk menutupi aib-aib pasangannya dari dunia luar. Jadi kau adalah ‘pakaian’ bagi abang dan abang adalah ‘pakaian’ bagi kau..”

“Ooo..begitu ya bang. Lantas?”

“Nahh.. untuk memilih ‘pakaian’ pun setiap orang mempunyai pilihan masing-masing, apakah memilih ‘pakaian yang sudah jadi’ atau ‘membuat sendiri pakaiannya dengan membeli kain lalu dijahit’.”

“Maksudnya apa bang? Rum kurang paham..”

“Maksudnya begini sayang.. sedari awal Abang memilih kau adalah karena abang ingin membuat ‘pakaian’ abang sendiri dari ‘selembar kain’ yang baik, lalu abang buat ‘pola’ nya, lalu abang ‘jahit’ menjadi sebuah ‘pakaian yang apik’. Bukan dengan memilih ‘pakaian yang sudah jadi’. Karena ini adalah bentuk ikhtiar dan ibadah Abang. Abang memang sengaja menikahimu sebagai seorang perempuan modern yang baru saja berhijrah. Abang ingin mendidikmu, ingin membimbingmu, ingin membinamu.. hingga suatu saat kelak, Abang yakin kau akan menjadi ‘pakaian yang sangat apik’ bagi Abang. Sebenarnya Abang bisa saja ta’aruf dengan ukhti lulusan pesantren yang juga hafdizah. Tapi bukan itu pilihan Abang.. karena itulah Abang memilihmu, sayang. Karena Abang yakin, kau bagaikan selembar kain yang sangat baik dan halus. Tinggal abang gambar ‘pola’ kemudian ‘jahit’ sesuai dengan tuntunan syariat Islam. In syaa Alloh..Abang sangat yakin, suatu saat akan ada ustadzah yang bernama Rumaisha Azzahra..”

“Maa syaa Alloh, Bang.. Maa syaa Alloh.. Aamiin.. Aamiin Ya Robbalallamin..” tangis haruku semakin menderu. Tak terhankan lagi bagaimana bahagianya hatiku mendapat anugerah seorang imam yang sangat baik seperti bang Rosikh.

Dalam hati aku berjanji akan terus setia melayani suamiku ini hingga maut memisahkan kami.

“Bang.. doakan.. doakan Rum agar bisa menjadi ‘pakaian yang baik’ ya bagi Abang. Rum tidak tahu.. benar-benar tidak tahu harus memulai dari mana dan dari apa. Abang begituuuu baikkkk pada Rum. Belum pernah Rum diperlakukan sebegini baik. Bagaimana? Bagaimana caranya agar bisa menjadi istri shalihah, bang? Rum benar-benar masih buta.” Kataku sambil terisak.

“Jangan.. jangan berkata seperti itu sayang. Kau adalah perempuan yang baik. Kalau kau tidak baik, mana mungkin Abang mau menikah denganmu? Bukankah begitu?”

“Tapi.. tapi.. Rum sangat minder kalau berdampingan dengan Abang. Rum selalu merasa tidak pantas..”

“Sssttt.. Rumaisha sayang.. janganlah kau berkata seperti itu. Kita sama-sama harus banyak belajar. Kalau ingin menjadi istri shalihah, harus banyak belajar dan menimba ilmu-ilmu syariat melalui majelis ta’lim. Sama halnya dengan Abang. Abang juga perlu banyaaaak sekali belajar menjadi seorang suami yang shalih. Kita belajar sama-sama ya sayang. Kita bisa pergi ke majelis ta’lim bersama. Kita menimba ilmu syar’i tentang membangun keluarga sakinah, mawaddah, warahmah. In syaa Alloh itu akan menjadi landasan ilmu kita kelak. Karena keluarga yang sakinah itu tidak turun begitu saja dari langit, sayang. Harus diusahakan… diikhtiarkan dengan ilmu. Hingga nanti kita akan bertemu lagi di Surganya Alloh.. Ya sayang ya? Sudah jangan menangis lagi.” Kata bang Rosikh tetap sambil membelai kepalaku.

“Iya Bang.. iya..Rum janji akan berusaha keras belajar menjadi istri yang shalihah bagi Abang.. terima kasih bang.. terima kasih sudah mau menjadi suami Rum.. Rum sangat bahagia.. bahagiaaa sekali..”

“Iya sayang.. nah, sekarang kamu mandi dulu ya. Setelah itu kita makan bersama. Sebentar lagi Isya’ lho..”

“Iya Bang..”

Aku pun mandi dengan hati yang lega. Segala kegundahanku selama perjalanan dari kantor ke rumah tadi lenyap entah kemana. Segala perasaanku yang masih ‘tersisa’ pada mas Aditya juga raib tak bersisa. Kini di dalam relung hatiku hanya terukir nama suamiku saja, Muhammad Rosikh Abdurrahman. Tekadku pun hanya satu, menjadi istri shalihah bagi bang Rosikh hingga ia ridho kepadaku. Karena aku ingin masuk ke dalam surga melalui pintu mana saja yang aku inginkan. Bersama-sama dengan bang Rosikh.

Tiba-tiba aku teringat dengan ajakan mas Aditya untuk meninjau proyek properti besok dengan mbak Ika. Aku kembali galau. Aku harus meminta izin terlebih dahulu dengan bang Rosikh. Namun aku bingung, bagaimana cara untuk meminta izin kepadanya. Selama mandi aku terus merangkai kata demi kata serta kalimat yang pas untuk meminta izin kepada bang Rosikh.

.……………

Selesai mandi, bang Rosikh sudah memungguku di meja makan. Di atas meja sudah tersedia nasi goreng buatan suamiku itu. Maa syaa Alloh.. betapa baiknya bang Rosikh. Ketika aku belum sempat memasak, ia sudah menyiapkan makanan terlebih dahulu. Aku benar-benar merasa beruntung.

“Makan dulu, Dek..” kata bang Rosikh lembut.

“Iya Bang..” jawabku. Otakku terus berpikir tentang bagaimana caranya meminta izin pada bang Rosikh.

“Eeehmmmm..Bang.. Rum, boleh ngomong sesuatu?” Kataku lirih.

“Boleh dong, sayang. Memang ada apa? Kok kelihatannya serius banget..” jawab bang Rosikh lembut.

“Bang.. eehmm.. begini.. besok Rum diminta oleh atasan Rum untuk meninjau properti pembangunan perusahaan yang ada di Jakarta Utara. Bolehkah?”

“Atasan siapa? Mbak Ika?”

“Eehmm.. Ya.. salah satunya memang mbak Ika..”

“Salah satunya? Jadi ada yang lain juga?”

“Iii..iiya..iya Bang.. ada yang lain juga..”

“Siapa?”

“Atasan Rum yang lain.. dia..dia..laki-laki, Bang..”

“Laki-laki?” Bang Rosikh sedikit terkesiap. Sendok yang akan dimasukkan ke dalam mulut terhenti di tengah jalan.

“Ii..iiya..iya, Bang..”

“Boleh abang tebak?”

“Tebak apa Bang?”

“Atasanmu ini yang memberikan kau jam tangan kan?”

Aku langsung terkejut hingga tersedak, “Uhukk..uhukk…”

“Melihat reaksimu, pasti jawabannya ‘ya’” sahut bang Rosikh enteng. Ia kembali menyendokkan nasi gorengnya.

“Lantas.. bagai..bagaimana, Bang?” Tanyaku lirih. Sangat lirih. Hingga mungkin aku saja yang bisa mendengarnya.

“Menurutmu sendiri bagaimana?” Jawab bang Rosikh singkat. Sangat singkat. Hingga membuat jantungku makin berdegup kencang. Kurasakan sebersit kemarahan pada raut wajah bang Rosikh.

Tanganku kaku memegang sendok. Aku merasa sangat kikuk, canggung, malu, dan takut.

“Baiklah.. baiklah Bang.. Rum sudah tahu jawabannya. Maafkan Rum, Bang..”

“Apa jawabannya?” Balas bang Rosikh. Masih dengan jawaban singkat.

“Rum.. Rum akan menolak ajakannya.”

“Alhamdulillah.. Alhamdulillah kalau Rumaisha sudah paham.” Bang Rosikh tersenyum sambil mengelus kepalaku.

Aku hanya bisa tersenyum getir.