webnovel

Pelangi Tak Selalu Muncul Setelah Hujan

"Aku sudah bertekad untuk mencari ridho suamiku, karena ridho Alloh ada pada ridho suamiku. Karena jika seorang muslimah menjalankan sholat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menjaga kehormatannya, dan mendapatkan ridho suaminya, maka ia akan dapat masuk ke dalam Surga melalui pintu mana saja yang dia inginkan" (Rumaisha Azzahra, seorang wanita karir modern yang baru berhijrah ) "Istri itu ibarat pakaianan bagi suaminya. Sejak awal, Abang memang tidak ingin mencari 'pakaian' jadi. Abang ingin 'menjahit sendiri' sendiri pakaian Abang. Oleh karena itu, Abang menikahimu, Dek. Karena Abang ingin mendidik, membina, dan membimbingmu hingga menjadi seorang perempuan sekaligus istri yang sholehah" (Muhammad Rosikh Abdurrahman, seorang hafidz Qur'an) .............................. Rumaisha Azzahra.. adalah seorang wanita karir cerminan perempuan modern masa kini. Ia hanyalah perempuan biasa, dari keluarga biasa, dan menempuh perjalanan hidupnya dengan biasa-biasa saja. Hingga suatu ketika, 'sebuah hal' besar mengubah hidupnya. Ia pun berniat total untuk berhijrah di jalan Alloh Subhanahu Wata'ala. Ia pun berdoa kepada Alloh agar diberikan jodoh yang dapat membimbingnya dunia akhirat. Bak durian runtuh. Rumaisha ternyata menikah dengan seorang ustadz hafidz Qur'an yang menjadi idola para akhwat. Muhammad Rosikh Abdurrahman namanya. Rumaisha yang merupakan produk pendidikan umum dan tak pernah mengenyam sama sekali pendidikan pesantren, bagaikan mengalami "shock culture". Bahkan banyak pula yang menganggap bahwa pernikahan mereka tak sekufu. Lali bagaimanakah kehidupan rumah tangga Rumaisha dengan ustadz Rosikh? Lalu bagaimana pula ketika Rumaisha harus menghadapi kenyataan bahwa atasannya, Aditya Mandala Putra yang seorang 'don juan', ternyata menaruh hati padanya? Silakan baca bagaimana seluk beluk romantika Rumaisha dan Rosikh serta perjalanan hijrah Rumaisha di novel "Pelangi tak Selalu Muncul Setelah Hujan".

Melati Putri Pertiwi · Urban
Not enough ratings
23 Chs

BAB 9 Sebias Kenangan

Aku teringat masa itu. Ya.. masa itu. Dimana aku pertama kali menginjakkan kakiku di tanah Jakarta ini. Menjadi seorang perantau yang sama sekali buta soal kota Metropolitan. Menjadi seorang pengadu nasib yang polos dan tidak tahu menahu tentang kejamnya ibukota.

Ya..saat itu. Aku teringat ketika pertama kali bekerja di perusahaan ini. Pertama kali aku bertemu dengan seorang laki-laki yang membuatku begitu berdebar. Seorang laki-laki yang membuatku tak bisa tidur semalaman. Seorang laki-laki yang memenuhi seluruh hatiku dengan senyumannya yang menawan. Pertama kalinya aku merasakan indahnya bunga-bunga asmara. Bunga-bunga cinta yang membuat hariku semakin berwarna.

“Oooo..berarti namamu Rumaisha ya..” kata sang pangeran menawan.

“Ii..iiya.. iya pak.. saya Rumaisha Azzahra. Dari Solo.” Kataku tergagap.

“Ooo..dari Solo ya.. kalau saya Aditya Mandala Putra. Dari Jakarta. Usia 30 tahun. Lengkap bukan? Oh ya.. dan jangan panggil saya ‘pak’, panggil saja ‘mas’. Saya masih muda..hehe.” Katanya disertai dengan senyumannya yang menawan. Dia menyodorkan tangannya, hendak bersalaman denganku.

Aku langsung membalas salamannya. Bersamaan dengan itu, hatiku berdebar kencang tak karuan. Langsung kutundukkan wajahku yang terasa panas. Kutundukkan pandanganku agar tak semakin salah tingkah. Seumur hidup, aku belum pernah bertatap muka dengan laki-laki semenawan ini.

“Kalau berbicara, tataplah mata lawan bicaramu.” Katanya lagi.

“Iiya..siap mas,” kudongakan wajahku. Kutatap kedua mata elangnya yang tajam. Kumelihat wajahnya yang berkilau ditimpa sinar matahari pagi. Semakin menambah ketampanannya. Ya Alloh.. Ya Robb.. aku semakin tak tahan. Kurasakan wajahku semakin panas

“Jadi kau karyawan baru di sini ya.. sudah berapa lama kau bekerja di sini?”

“Sudaah..sekitar dua bulan mas..” jawabku.

“Oke..semoga kau betah ya..” katanya lagi. Suaranya yang nge-bass membuatnya tambah berwibawa. Dan senyum simpulnya sesaat sebelum pergi semakin sukses menawan hatiku.

“Waahh.. Rumaishaaa.. kau baru saja berkenalan dengan salah satu laki-laki tertampan di dunia ini!!” Seru Vindy.

“Kau beruntung, Rum. Kau bisa bercakap-cakap dengan mas Aditya. Dia terkenal jutek dan cuek. Apalagi sama karyawan baru. Tapi kok sama kamu beda ya?” Tambah Tiara.

“Iya Rum.. mas Aditya itu orangnya memang seperti itu. Walaupun kita akui bahwa beliau memang tampan.” Kata Laura.

“Aah..kalian bisa saja sih.” Sahutku.

“Tapi benar lhooo.. nggak biasanya mas Aditya yang dingin itu berperilaku seperti itu. Apalagi sama karyawan baru.” Vindy ikut mengompori.

Hatiku laksana balon udara yang baru ditiup gas helium. Melambung tinggi tak karuan.

………………

Siangnya, saat aku mengerjakan tugas kantor, tiba-tiba sesosok laki-laki menyapaku dari belakang, “Rumaisha.. kau ada waktukah?”

Langsung kutengokan leherku. Ternyata yang menyapa adalah sang ‘Pangeran Tampan’. Wajahku terasa memanas lagi.

“Eehh..heemm.. mas.. mas Aditya. Ada yang bisa saya bantu mas?” Tanyaku salah tingkah. Aku benar-benar memalukan. Tak mampu untuk mengontrol emosiku.

“Kenapa? Kok salah tingkah gitu? Hehe.. Nggak ada apa-apa, Rum. Cuma ingin mengajakmu makan siang bareng. Dengan Ika. Dia atasanmu juga. Kami ingin banyak mengenalmu sebagai karyawan baru. Bisakah?”

Maa syaa Alloh.. tak tergambarkan perasaanku saat itu. Sangat bahagia.

“Ii..iiya.. bisa.. bisa kok mas..” aku langsung mengiyakan.

Selanjutnya aku pun makan siang bersama dengan mas Aditya dan mbak Ika. Perasaanku campur aduk jadi satu. Kikuk. Tapi juga bahagia. Aku sangat bersyukur bisa bercakap-cakap dan bertatap muka secara lebih dekat dengan sang pemilik wajah rupawan. Waktu itu aku benar-benar tak peduli dengan apa yang mereka bicarakan. Pikiran serta pandanganku hanya fokus kepada wajah tampan mas Aditya. Jiwaku bagai dipenuhi taman bunga. Ya Alloh.. indah sekali.

……………

Itulah perkenalan dan pertemuan awalku dengan mas Aditya Mandala Putra. Perkenalan yang tidak akan pernah dapat kulupakan. Gayanya yang cool dan charming selalu terngiang-ngiang dalam ingatanku.

Setelah perkenalan awal itu, hubunganku dengan mas Aditya memang semakin intens. Kami sering bertemu berdua dan bahkan bepergian bersama untuk urusan proyek. Tak canggung bagi kami untuk makan siang dan makan malam berdua. Semua berjalan begitu mengalir. Aku tak tahu darimana awalnya, namun aku merasa sangat nyaman dengan mas Aditya. Sangat sangat nyaman. Walaupun sesungguhnya tidak ada status resmi dalam hubungan kami.

Betapa tidak, aku bisa berhubungan lebih dekat dengan seorang laki-laki yang sangat tampan. Bisakah kau bayangkan, ketika kalian berjalan berdampingan dengan lawan jenis yang rupawan, tentu kalian akan merasa bangga bukan? Kalian seolah-olah naik level beribu-ribu kali lipat.

Tidak hanya itu, ternyata mas Aditya juga seorang yang supel dan nyambung jika diajak ngoborl. Sangat berbeda dengan image nya yang jutek dan cuek saat di kantor, di luar kantor ia menjelma bagaikan orang yang berbeda. Sangat manis. Sangat romantis.

Aku teringat pula. Kejadian itu.. dimana kami berdua keluar bersama untuk urusan proyek. Mas Aditya memberiku sebuah kado yang sangat manis. Teramat manis. Kado yang dengan sukses membuatku melambung tinggi ke awan, terbang..dan terus terbang hingga langit ketujuh. Kado yang membuatku merasa menjadi wanita teramat spesial di hatinya.

Ya.. kado yang berisi boneka dengan memeluk bantalan “love” di tangannya. Boneka kelinci berwarna pink dengan tulisan “I Love You”. Di tangan boneka itu, terselip pula coklat batangan yang sungguh menambah cantik sang boneka.

Aku tak tahu.. sungguh tak tahu apa maksud mas Aditya memberiku kado semacam itu. Aku tak berani berharap lebih karena tahu bahwa sainganku itu banyak sekali. Teramat banyak. Bisa jadi setiap karyawati yang ada di perusahaan tempatku bekerja adalah fans mas Aditya. Seorang prince charming yang diperebutkan oleh banyak kaum hawa.

Aku benar-benar tak berani menaruh harapan tinggi. Karena, jika saja mas Aditya bisa memberiku kado yang sedemikian cantik, dia pasti juga bisa melakukannya ke banyak wanita lain yang mengidolakannya.

Namun.. aku di masa itu tetap tidak pernah berhenti berharap. Walaupun aku tahu, mas Aditya adalah seorang pangeran yang sulit untuk kujangkau, aku tetap memelihara ‘rasa’ yang terpendam ini. Rasa yang hanya aku sajalah yang memahaminya. Rasa yang sama sekali tak bisa kubagikan kepada siapapun. Rasa sayang yang tak terungkapkan.

Mas Aditya.. Mas Aditya.. andai saja kau tahu perasaanku waktu itu.

Perasaan kasmaran yang begitu menggelora. Perasaan yang bagaikan api yang sanggup melumatkan benda apapun yang ada di sekitarnya.

Andai saja kau tahu..

Andai saja kau mengungkapkan perasaan dan kesungguhanmu ini beberapa bulan yang lalu..

Andai.. andai.. andai saja..

Karena.. aku bukanlah wanita yang sebegitu tegarnya hingga sanggup menunggu pinangan seorang ‘don juan’ sepertimu.

Aku tak sanggup. Sungguh tak sanggup.

Aku tak sanggup menahan beban derita cinta yang tak tahu kemana arahnya. Bahkan untuk mengatakan betapa “aku mencintaimu”, “betapa aku menyayangimu” pun aku tak sanggup.

Karena hati kecilku selalu memberontak, apakah benar yang kurasakan ini adalah “cinta”? Atau sebatas “kekaguman” belaka?

Aaahh..entahlah.. saat itu aku sungguh kalut. Sungguh tak tahu harus berbuat apa.

Hingga akhirnya, ‘hal’ itu terjadi. Sebuah ‘hal’ besar yang membuatku memutuskan untuk ‘mundur’ dari kancah asmara sang ‘don juan’.

Ya..sejak itulah aku memutuskan untuk menutup hatiku dari mas Aditya. Sejak saat itulah aku mulai membuka hatiku pada sosok laki-laki lain yang benar-benar mantap untuk meminangku. Laki-laki itu adalah yang menjadi suamiku sekarang, yaitu Bang Rosikh.

Aku yang sekarang sudah berbeda dengan aku yang dulu. Setelah aku berkenalan dan menikah dengan bang Rosikh, semua kharisma mas Aditya musnah seketika. Saat ini pikiranku hanyalah tertuju pada suamiku. Suamiku saja.

Akan tetapi..kenapa sekarang dia muncul lagi? Di saat hatiku sudah sembuh dari luka yang ditorehkannya!? Kenapa dia masih berani mengetuk, bahkan ingin ‘mendobrak’ hatiku yang sudah tertutup seutuhnya dari sosoknya? Apa maksudnya? Apa yang diinginkannya? Bukankah ada puluhan bahkan ratusan wanita di luar sana yang siap mengantre untuk menjadi pasangannya?? Saat aku masih single pun, ada banyak sekali wanita yang mendambakannya. Tapi..kenapa setelah aku menikah, dia berusaha muncul kembali dalam hidupku?? Kenapa..kenapa??

……….………

Aku benar-benar kalut. Sepanjang perjalanan aku menangis..menangis..dan terus menangis. Aku tak ingat lagi apa yang telah aku lakukan. Yang kuingat hanyalah ketika mas Aditya menggenggam tanganku dan mengatakan bahwa ia mencintaiku. Terlambat mas. Sudah terlambat. Semua sudah sangat terkambat!!!

Nasi sudah menjadi bubur. Kesungguhanmu itulah yang kunantikan sejak lama. Ya..Sejak pertama kali aku bertatap muka denganmu. Sejak hatiku terhanyut oleh indah senyum parasmu.

Tapi.. tapi..

Kau tidak memahaminya. Kau sangat tidak memahaminya..

Aku menunggumu.. terus menunggumu hingga aku lelah..

Hingga akhirnya.. hal itu terjadi.. kau ‘campakkan’ aku bagai selembar gombal yang tak bermakna!

Kauanggap perempuan apa aku ini?? Aku bukanlah bonekamu. Aku bukanlah permainanmu yang bisa dengan seenaknya kau ombang ambingkan. Hati ini juga bisa sakit. Bisa perih. Bisa berdarah, apabila kau iris dengan belati.

Lalu.. kini.. saat aku sudah mulai sembuh dan menata hatiku dengan suamiku.. laki-laki yang kuabdikan diriku kepadanya..kau muncul lagi!? Dengan seenaknya kau mencoba masuk lagi ke dalam hati ini!??? Sungguh keterlaluan kau mas!! Sangat keterlaluan!!

Kau tidak punya sopan santun! Kau tak punya adab!! Apakah kau tidak mengerti seberapa sakralnya sebuah ucapan akad nikah?? Tak kau hargaikah perjanjian suci itu!?? Tak pahamkah kau tentang arti makna sebuah pernikahan!?

Sebuah janji yang diucapkan antara seorang mempelai laki-laki dengan wali nikah sang mempelai perempuan yang mampu menggetarkan Arsy Alloh??? Sebuah janji sakral yang juga diiringi doa oleh ribuan malaikat di langit?? Tak pahamkah kau dengan hal itu!??

Segala rasa tumpah ruah dan berkecamuk dalam dadaku. Rasanya terjadi sebuah badai di sana. Gemuruh dan gelegarnya bagai menghunjam ulu hatiku. Seberapa banyakpun aku menangis, rasanya tidak akan bisa mengobati pedih luka ini…

Ribuan tetes air mata sudah jatuh karena ‘ulahmu’, mas Aditya!! Tak puaskah kau hingga setelah aku menikah pun, kau masih tega membuatku berurai air mata!?

Rasanya ingin kulampiaskan semua amarahku padanya saat ini. Ingin sekali aku menampar wajahnya sekuat tenaga!! Ingin kucaci maki dirinya yang tak tahu malu itu.

Benci.. bencii.. aku sangat sangat menbencinya!!

Menbenci sosok yang..entahlah..

aku pun sering tak paham apakah aku harus mencintainya, menyayanginya, atau bahkan sebaliknya, mengutukinya!

Perjalanan kantor hingga rumah yang memakan waktu hampir satu jam menjadi tak terasa. Segala kenanganku dengan mas Aditya berseliweran dalam otakku. Ia terus berterbangan..berhamburan.. berserakan dimana-mana.

Setiap taksiku melewati sebuah tempat, pasti ada kenanganku dengan mas Aditya di sana. Ketika melewati sebuah mall, aku teringat bahwa aku dan mas Aditya pernah makan siang berdua di sana. Ketika melewati sebuah taman, aku pun teringat bahwa aku pernah menghabiskan romantisnya malam minggu di sana berduaan dengan mas Aditya, begitu pun ketika melewati sebuah bioskop. Aku juga memiliki kenangan berdua dengan mas Aditya di tempat itu.

Begitu.. begitu seterusnya.. setiap jengkal jalan yang kulewati, pasti terserak sebias kenangan dengan mas Aditya.

Kepalaku berdenyut nyeri. Pening sekali. Ratusan kenangan dengan mas Aditya seolah membuatku sesak nafas. Hatiku terombang ambing tak tentu arah. Hanya istighfar-lah yang membuatku tetap waras. Kuperbanyak dzikrulloh dalam hati. Berharap dzikir-dzikir itu dapat menghapuskan segala memoriku tentangnya. Tentang mas Aditya. Sebuah cinta yang ‘putus’ di tengah jalan.