Jasmina sedang menuju kantornya yang berada di daerah kemacetan ibukota. Konon hari ini ada pertemuan yang sangat penting dengan sebuah klien baru. Sebuah perusahaan konstruksi sedang mengalami masalah karena terjadi kecelakaan kerja yang menewaskan beberapa pekerja. Walaupun itu murni kecelakaan, ternyata sudah terlanjur di sorot media. Perusahaan tersebut akhirnya menggandeng sebuah firma hukum dan konsultan media untuk membantu menyelesaikan permasalahannya.
Jasmina sudah bisa membayangkan kerepotan yang akan terjadi. Berdasarkan pengalamannya akan "crisis management" seperti ini, isu--isu seperti ini harus diselesaikan dalam waktu seingkat-singkatnya. Ketika sebuah perusahaan berada dalam keadaan krisis, perlu sekali dialog antara manajemen dengan publik yang diperlukan, agar krisis dapat segera di tangani. Jika krisis itu dapat di tangani dengan cepat dan tepat, tentu saja citra perusahaan tersebut akan cepat di perbaiki. Tapi sebaliknya, bila dibiarkan terlalu lama tidak di tangani, masalah akan melebar, lebih banyak orang yang akan terlibat, dan tentu saja akan berakibat negatif terhadap image perusahaan.
Pernah beberapa kali Jasmina ikut membantu tim "crisis management" dalam tindakan mereka, alhasil ia hampir tidak tidur selama 3 hari. Hari-hari mereka habiskan dengan berdialog dengan publik, berdiskusi dengan para wartawan, membuat aneka naskah pidato, press release, sampai selebaran. Mereka juga hadir membuka sebuah meja diskusi atau helpdesk bagi para publik yang membutuhkan informasi mengenai krisis yang sedang terjadi. Singkatnya saat itu, dalam waktu 3 hari, mereka berusaha mengerjakan projek yang mungkin membutuhkan waktu 3 minggu atau lebih.
Syukurnya, semua itu membawa hasil. Krisis itu bisa secepatnya di redam. Pemberitaan-pemberitaan di media cetak dan online dapat mereka rangkul, begitu juga dengan komentar-komentar negatif di media sosial. Para publik yang terkeda dampak negatif juga menerima informasi yang benar, mendapatkan kompensasi yang sesuai dengan kesepakatan. Bos pun happy karena nama konsultannya berkibar, calon klien berjejer masuk. Bos Cecilia memberikan mereka cuti cuma-cuma 1 hari karena kerja keras mereka, dan Jasmina menghabiskan 24 jam tersebut dengan tidur dan pijat.
Jasmina memarkirkan mobil mungilnya di basement kantornya. Hari ini, ia mengenakan setelah rok dan jas berwarna dusty pink, yang di padu dengan blus tanpa lengan berwarna putih. Rambutnya yang panjang dan hitam, ia ikat setengah, dan ia mengikal-ikal rambut bagian bawahnya sehingga penampilannya begitu centil hari ini. Make-up tipis serba pink membuat penampilannya seperti gadis yang sedang di mabuk asmara. Ketika ia mengangkat tangan kirinya, sebuah cincin berlian tampak berkilau-kilau. Sempurna!
Sejak ia menurunkan Devon di stasiun gambir tadi malam, ia belum menerima panggilan telfon dari cowok itu. Hanya pesan WA yang mengabarkan ia sudah duduk di kereta, dia sudah sampai di Bandung, dan sudah sampai di kamarnya. Kemudian pesan WA pagi ini: selamat pagi. Begitu saja. Jasmina melengos dalam hati. Ketika ia merasa hubungannya dengan Devon sudah mengalami banyak kemajuan dan semakin hangat, kok ya malah mundur ke belakang lagi. Derita LDR mungkin seperti ini ya.
"Nona Jasmina, selamat pagi!", seru sebuah suara yang sangat familiar dengan Jasmina. Suara yang pernah ia rindukan pada tahun-tahun yang lalu. Jasmina tiba-tiba tidak ingin menoleh kepada sumber suara. Tapi suara sepatu pantofel yang berjalan cepat kearahnya, membuat gadis itu tau ia tidak bisa menghindar lagi. Dan sekarang cowok itu sudah berdiri tepat di hadapannya.
"Tambah cantik aja non", kata Miko Raja Lubis dengan santai. Jasmina berusaha menarik nafasnya senatural mungkin. Untung saja saat ini ia mengenakan setelan kerja terbaiknya. Tapi, apa pedulinya bila ia mengenakan pakaian rombeng atau keren di depan Miko sekarang?
"Kak Miko, apa kabar? Kok bisa ada disini?", tanya Jasmina berusaha untuk berbicara santai dan tenang. Padahal sebenarnya ia juga kangen dan ingin melompat-lompat. Entah berapa tahun yang lalu sejak terakhir kali mereka bertemu.
"Anterin aku masuk dulu donk. Aku mau liat kantor kamu. Katanya kamu sekarang udah manajer ya?", tanya kak Miko.
"Sembarangan. Asisten kali kakkk. Baru asisten loh yaaa. Kantor aku mah kecil kak, cuma kubikel begitu. Jangankan buat nerima tamu, kadang buat naruh barang-barang aku aja, udah ga muat tuh", kata Jasmina sambil mengarahkan kak Miko mengikutinya menuju lift.
Miko menatapnya dari belakang. Gadis itu telah banyak berubah sejak terakhir kali ia terpilih sebagai sekretaris umum OSIS mendampingi Bagas. Kadang Miko rindu dengan pipinya yang tembam, jarinya yang agak gemuk, pakaiannya yang modis dan simpel, jalannya yang lamban, tapi senyumnya selalu riang. Hal yang tidak berubah sepertinya hanya rambutnya yang masih berkilau dan selalu mengeluarkan wangi-wangi buah-buahan. Bahkan senyum riang Jasmina sepertinya sudah tidak secerah dulu.
Sekarang Jasmina menjelma menjadi seorang eksekutif muda dengan setelan rapi, sepatu dengan hak tinggi dan runcing (padahal ia sendiri sudah tinggi), tampilan wajah tirus, badan langsing dengan pembawaan yang anggun. Wajahnya bisa berubah menjadi sangat cantik hanya karena kehilangan beberapa lemak di pipi, leher dan pundaknya. Sisa-sisa kegemukannya jaman dahulu, malah membuat ia terkesan bohay dan sexy.
"Sialan Devon! Tahu aja barang bagus!", pekik Miko dalam hati. Sumpah ia tidak pernah menyangka Jasmina akan menjelma jadi Beyonce putih seperti ini.
"Jadi, kapan pernikahan agung berlangsung?", tanya kak Miko sambil melangkahkan kakinya ke dalam lift. Jasmina hanya bisa mendelik ke arah kak Miko. Ada beberapa orang karyawan gedung itu yang bisa mendengar percakapan mereka. Jasmina hanya bisa tersenyum salah tingkah. Jasmina enggan menjawab. Ketika mereka akhirnya tiba di lantai 3, kak Miko masih saja menempel ke arah Jasmina.
"Jadi kapan Jez?", tanyanya lagi. Jasmina akhirnya menghentikan langkahnya. Rok pinknya bergoyang anggun mengikuti langkah sang majikan. Ketika Jasmina memutar tubuhnya, terlihat seperti seorang model catwalk yang memutar tubuhnya di ujung runaway, memamerkan seluruh sisi tubuhnya. Miko sekali lagi terpukau. Wauuwww.
"Gak besok pastinya kak", katanya dengan tampang jahil. Setelah Miko hanya menjawab dengan menaikkan alisnya sebelah, Jasmina kembali lagi memutar tubuhnya dan berjalan mantap menuju ruang meeting. Di pintu masuk ruang meeting, sudah berkumpul Boss Cecilia, Jason manajernya, Rania serta atasan Rania langsung, Bayu.
"Hey kamu Miko bukan?", tanya Rania sambil menatap kak Miko tak percaya. Mereka beberapa kali bertemu ketika Jasmina dan Devon masih di SMA 1001. Dan tentu saja siapa yang bisa melupakan liburan mereka bersama di Bali?
"Hey, kamu uda gede aja", kata Miko sambil menepuk-nepuk kepala Rania. Setidaknya Rania telah tumbuh 10 cm sejak terakhir kali Miko bertemu dengan gadis bule itu. Ok 15 centi deh berkat sepatu hak tinggi yang sedang digunakan Rania. Ia dan Jasmina menjelma menjadi 2 jerapah yang tidak berperasaan di kantor. Membuat semua orang menjadi seperti liliput.
"Dari dulu aku juga sudah besar Miko. Kamu aja yang anggap aku kayak anak-anak", kata Rania sambil mengerucutkan bibir tipisnya yang diberi lipstick warna pink tua.
"Huss, ngomong sama klien penting kok begitu sihhhh!", hardik boss Cecilia. Kontan Jasmina dan Rania terkejut mendengarnya.
"HAHHH, klien penting?!", sontak Rania dan Jasmina berbarengan. Miko hanya tersenyum santai sambil menghentakkan jas mahal yang satu set dengan celana yang digunakannya. Seakan-akan hentakan itu mengeluarkan debu-debu ajaib yang membuat semua orang terpukau akan penampilan fisiknya.
"Ya, konsultan hukum yang akan membantu kita untuk masalah Berlian Hijau Land. Firma hukum Lubis & Siregar. Ini pak Miko Lubis, salah satu pengacara terbaiknya. Sekaligus anak yang punya lohhhh", boss Cecilia memperkenalkannya. Kontan Jason dan Bayu menyalami dan memperkenalkan diri mereka. Rania dan Jasmina saling berpandangan. Wowww pengacara.
Tampak beberapa rekan kerja Jasmina dan Rania melirik ke arahnya. Miko yang dahulu hanya anak band yang cakep, berubah menjadi seorang pengacara yang cakep. Berkat setelan jas, rambut yang terpangkas rapi, dan mungkin skin care, ia tampak begitu tampan dan glowing.
Untung saja Rania dan Jasmina memiliki rutinitas kecantikan mereka. Bila tidak, mereka akan tampak terbanting sekali berdiri di samping Miko, Jason dan Bayu. Ya, 2 manajer cowok di Cecilia Adnan ini pun termasuk "top bachelor". Pintar, muda, tampan dan banyak fans.
"Yuk kita masuk dulu dan segera cari solusi. Kita cuma punya waktu 4 hari untuk beresin ini semua sebelum media makin gahar. Tim dari Intan Hijau Land sebentar lagi akan join dengan kita", seru boss Cecilia Adnan yang langsung menggiring semua ke ruangan meeting.
"Wow makan siang krisis kalian jauh lebih baik dari firma hukum kami. Biasanya kalau lembur begini, sukur-sukur bisa dapet nasi kotak, sukur-sukur isinya ada rendangnya", kata Kak Miko sambil memandangi bento box yang dibagikan oleh sekretaris pak Jason, Mirna.
"Ya wajarlah kak, kita ini kan firma komunikasi. Mayoritas isinya ya cewek-cewek yang kadang harus menjadi garis depan dalam pembentukan image sebuah perusahaan. Jadi kita harus selalu menjaga kesehatan, kecantikan, dan efisiensi. Liat nih, menu makanan kita. Beras merah, banyak sayur, salad, dagingnya di panggang, minumannya kadang jus tanpa gula. Karena bu Cecilia itu ngeliat kalau kesehatan dan penampilan para karyawannya itu asset. Apalagi kita tuh suka mendadak di panggil, bekerja berjam-jam tanpa jeda karena urgensi, atau ya bisa menginap di kantor bila perlu. Jadi dengan asupan gizi yang bagus, kita bisa jaga stamina", jelas Jasmina.
"Tapi kadang-kadang kita pesan pizza juga sih hihihi", seru Rania. Jasmina mengiyakan.
"Kadang-kadang kalo kerjaan kita udah beres, kita suka request juga sih. Ya itung-itung entertain lah. Karaoke lah, lari pagi sambil sarapan bareng lah, atau nginep rame-rame di hotel gitu", jelas Rania. Miko mengangguk-angguk.
"Rania, bisa kesini sebentar?", tiba-tiba atasannya, Bayu, memanggil. Rania kemudian pamit kepada Miko dan Jasmina yang masih berusaha menghabiskan nasi merah salmon panggang mereka. Tiba-tiba Jasmina merasa jengah berada berdua saja dengan kak Miko. Jasmina memeriksa HP miliknya. Siapa tau Devon menelfon atau mengirimkannya pesan baru. Oh, ternyata tidak ada pesan baru.
"Devon apa kabar?", tanyanya. Pertanyaan itu membuat Jasmina kaget. Baru saja ia memikirkan tentang pacarnya itu.
"Baik kok kak, Koas dia tinggal beberapa bulan lagi. Mungkin tahun depan dia wisuda jadi dokter beneran", jawab Jasmina. Ada sedikit kebanggaan mengingat momen itu. Ia mungkin akan menikahi seorang dokter… tiba-tiba pipinya merona, dan Miko memperhatikannya.
"Masih cuek aja tuh anak?", tanya Miko lagi. Jasmina menatap wajah kak Miko dengan penuh keheranan.
"Ya gitu deh, sok jual mahal. Tuh anak ya, satu sekolah mungkin tau dia suka ama kamu Jaz, tapi kenapa juga sok jual mahal. Nembak kamu enggak, tapi ogah kalo ada yang mau deketin kamu. Hebat juga kalian bisa di dalam hubungan tanpa status begitu.", kata kak Miko sambil menatap ekspresi muka Jasmina. Gadis itu berusaha tersenyum datar.
"Gak gitu juga sih kak. Hubungan aku sama Devon itu rumit sih. Kami tuh sebenarnya gak perlu ada kata-kata resmi yang menyatakan kalo kami itu dekat dan saling menyukai. Ya aku udah happy aja sih bisa selalu sama dengan dia. Yang penting bagi aku sih perbuatan sih ya. Kalo aku sedih, dia selalu ada, aku butuh supir, dia ada, aku butuh hiburan, dia ada, yaaaa dia selalu ada…"kata Jasmina berusaha membela pacarnya itu.
"Ya iyalah dia selalu ada, secara dia tuh tetangga elo Jaz hahahahah. Lo bangun tidur, lu keluar rumah, lo tinggal ngetok rumah dia. Dia juga gitu. Tuhan tu emang gak adil. Wajar aja kalo kalian jadi deket banget. Pengaruh geografis ituuuu…", kata kak Miko sambil tertawa sinis.
"Lah, terus kenapa kak? Biarin aja lah kalo emang takdir ngebawa dia ada di samping rumahku, dan akhirnya ngebuat dia jadi deket banget sama aku. Toh kalo ternyata aku ngerasa jadi suka sama dia, dan dia suka sama aku, aku rasa gak masalah kok. Ternyata kedua orang tua kami dukung juga. Bagus kan?", tanya Jasmina lagi. Ia heran, kenapa Miko tiba-tiba mengajaknya bicara soal ini?
"Hahahaha kamu nih. AKu tuh Cuma ngajak diskusi doank, eh kamunya baper deh. Maksud aku tuh, nah sekarang kamu gimana? Secara kan kalian kan secara geografis udah jauh nih. Pasti ngaruh donk sama hubungan kalian? Yang tadinya pulang pergi sekolah bareng, kemana-mana bareng, sekarang buat ketemu aja pasti susah kan?", tanya kak Miko.
Jasmina berfikir sejenak. Iya sih sekarang mereka jauh, dan intensitas komunikasi mereka berubah begitu drastis! Ternyata Devon itu bukan anak yang suka bertelefon lama, apalagi video call. Sering sekali Devon mengarahkan kameranya ke tempat lain, dan urung menunjukkan wajahnya. Padahal Jasmina kanget banget bisa melihat tampangnya. Dan jangan tanya apa cowok itu suka mengirimkan aneka barang, bunga, surat atau apapun kepada Jasmina selama mereka berjauhan. Kadang bila pulang dari Bandung saja, hampir tidak pernah ia membawa sesuatu untuk Jasmina.
"Aku sih gak masalah kok kak. Selama Devon disana dan aku disini, kami masing-masing fokus sama kuliah dan kerjaan kami. Tapi kami selalu saling support. Bayangin aja kalo pacarku sekarang ada di kota yang sama, waduhhh mana bisa aku nginep di kantor buat kerjaan-kerjaan penting? Atau dia pasti protes donk kalo kadang weekend pun aku pake buat kerja dan meeting sama klien", bela Jasmina lagi.
Padahal sebenarnya Jasmina sedang berfikir, iya juga ya. Memang selama ini ia sangat menikmati kesendiriannya di Jakarta, sehingga ia bisa belajar dan kerja habis-habisan. Bila ia sempat, ia akan mengirimkan pesan kepada Devon. Sama seperti Jasmina, cowok itu juga akan mengirimkan pesan kepadanya bila ia sempat. Apalagi ketika tahun-tahun pertama cowok itu kuliah, dan ia masih tergabung dalam sebuah club basket. Ketika basket selesai, ia disibukkan oleh berbagai pratikum dan belajar bareng bersama dengan teman-teman kuliahnya.
Baru ketika mereka bertemulah, hubungan mereka akan seperti mereka pas SMA. Mereka akan sarapan bareng, makan siang bareng, makan malam bareng, dan pergi kemana-mana bersama-sama. Kadang bersama Rania, keluarga Devon, keluarga Jasmina, pokoknya ya selalu bersama-sama. Hanya memang setelah mereka resmi pacaran, intensitas bertemu menjadi lebih sedikit karena kesibukan keduanya.
"Yah, bagus deh kalo gitu?", tanya kak Miko. Jasmina akhirnya memutar-mutar cincin berlian di tangannya, dan Miko memperhatikannya. Ia terkekeh.
"Kamu kok gak setia si Jaz", tanya kak Miko.
"Hah siapa bilang aku gak setia kak? Setia donkkkk. Kakak gak pernah denger kan, sejak putus dari Bagas aku punya pacar selain Devon?", hardik Jasmina sambil terus saja memutas cincin di tangannya.
"Maksudnya, kenapa kamu cepet banget berpaling dari aku? Padahal kalo kamu mau sabar sedikit aja…aku tuh…", kak Miko tidak mampu meneruskan kata-katanya. Tatapan tajamnya yang memiliki aura menaklukkan ia juruskan kepada Jasmina.
"Ah kak Miko, itu kan cerita lama kak…", jawab Jasmina mencoba untuk bersikap netral. Ia benar-benar sudah tidak ada perasaan kepada cowok itu. Mungkin benar juga, selama 4 tahun penantian dengan Devon, ia seperti menguras habis rasa-rasa yang ada di hatinya. Baik untuk Miko atau untuk Bagas. Ia tengah mempersiapkan hatinya untuk Devon seorang.
"Tapi bisa jadi baru lagi Jaz…kalo kamu mau", katanya lagi. Jasmina bingung.
"Maksudnya kak?" tanyanya. Miko hanya tersenyum dan menepuk pelan kepala Jasmina, sama seperti masa lalu. Ia segera beranjak dan menuju ke ruang meeting kembali.
Ada yang bisa ngasi tau, persamaan dari Novel Pacaran Paksa (Dengan ketua OSIS)
dan
Kawin Paksa (My Flatmate Husband)?
Creation is hard, cheer me up!
I tagged this book, come and support me with a thumbs up!
Like it ? Add to library!
Have some idea about my story? Comment it and let me know.