webnovel

OUR JOURNEY

Judul sebelumnya: Rumitnya Persahabatan [REVISI] Entah berapa lama lagi kita dapat bersama. Intinya, waktu yang aku habiskan bersama kalian sangat berharga bagiku. Selalu ada canda dan tawa serta duka di setiap perjalanan kita

Enjizoo44 · 若者
レビュー数が足りません
134 Chs

Bab 109

Satu bulan kemudian…

"Wah akhirnya kita lulus," teriak Tiara dan berdiri di atas meja belajarnya.

Hari sudah sore, namun Tiara, Reihan, Wulan, Rendi, Sandrina, Jesse, Indah, Andre, Nayara, dan Willliam memutuskan untuk tinggal lebih lama di sekolah. Mereka ingin menghabiskan hari terakhir mereka.

"Gimana Nay rasanya jadi lulusan terbaik?" Tanya Reihan kepada Nayara.

"Seneng," jawab Nayara sambil tersenyum.

"Habis ini kita pasti sibuk sama dunia kita sendiri. Kita bakal masuk ke dunia yang sesungguhnya," ucap Tiara.

"Emang sekarang kita lagi ada di dunia palsu?" Tanya Rendi.

"Maksud Gue dunia yang lebih menantang lagi, ngerti gak sih? Ah udah lah susah ngejelasin sama orang bego kaya Lo," kata Tiara.

"Kalau Gue bego, Gue gak akan bisa masuk ke kelas unggulan bodoh!" Balas Rendi.

"Apa? Lo barusan manggil Gue bodoh? Berani-beraninya!" Tiara lalu mengejar Rendi yang berlarian mengelilingi kelas.

"Berhenti gak Lo! Woii Rendi sialan!" Teriak Tiara sambil terus mengejar Rendi.

"Tir udah udah Gue capek lari terus! Rei pacar Lo udah gila!" Teriak Rendi dan berusaha menghindari Tiara yang sama sekali tidak berhenti mengejarnya.

"Udah sayang nanti capek loh kamu," kata Reihan yang terkekeh melihat kelakuan kekasih dan sahabatnya itu.

"Dia ngeselin banget sih, berani-beraninya dia ngatain aku bodoh. Aku gak bodoh tahu," kata Tiara sambil berusaha mengatur napasnya.

"Kan Lo duluan yang ngatain Gue bego, ya udah Gue bales. Emang cewek maunya menang sendiri," kata Rendi dan merebahkan dirinya di atas meja.

"Kalian kaya Tom and Jerry aja deh, kaya anak kecil tahu gak sih," kata Wulan.

"Bener banget, tiap hari kerjaannya gelut mulu mereka. Apalagi mereka kan duduk satu bangku," kata Astrid.

"Loh Astrid kok balik lagi?" Tanya William.

"Gue kira gak ada orang di sekolah. Gue tadi di rooftop sendirian," kata Astrid.

"Cuma kita doang deh kayanya yang masih di sini, kalian gak mau pulang emang?" Tanya Sandrina.

"Gue pingin nginep ah di sini, Gua gak pingin balik," kata Reihan dan ikut merebahkan dirinya di atas meja di sebelah Rendi.

"Kalau gitu Gue juga," kata William dan ikut merebahkan dirinya di meja sebelah Reihan.

"Gue juga," ucap Andre dan melakukan hal yang sama.

"Lo gak Jesse?" Tanya Rendi.

"Ha?" Jesse terlihat ragu untuk bergabung bersama yang lainnya.

"Ayo sini gak usah malu-malu loh sama kita. Kaya cewek aja Lo," kata Reihan.

"Ayo sini Jesse," ajak William.

Jesse pun menganggukan kepalanya dan merebahkan tubuhnya di atas meja di sebelah William.

"Yang cewek kagak mau ikutan kah?" Tanya Rendi.

"Nggak, kita mau lihat sunset aja," jawab Wulan.

"Emang kelihatan?" Tanya Reihan.

Kelas Nayara hanya di kelilingi oleh pohon yang menjulang tinggi. Hanya terkadang saja dapat melihat matahari.

"Ya kalau gak bisa lihat gak usah," kata Tiara.

"Ya udah terserah kalian aja pusing Gue," kata Rendi lalu melanjutkan tidurnya.

"Nay, Lo berarti gak jadi ngulang yah?" Tanya Indah.

"Nggak, karena nilai Gue udah cukup untuk masuk perguruan tinggi," jawab Nayara.

"Lo gak ada niatan untuk masuk ke universitas di luar negeri apa?" Tanya Sandrina.

"Nggak, Gue lebih suka di sini," jawab Nayara.

"Gue juga, tapi Gue masuk di universitas yang beda sama Nayara hiks," ucap Tiara sambil memeluk Nayara dari arah samping.

"Ya kan Lo masih bisa ketemu sama Nayara walau pun jarang," kata Wulan.

"Semua yang datang pasti akan pergi pada akhirnya," tiba-tiba Jesse berucap dan membuat semua temannya menoleh ke arahnya. Bahkan Reihan yang tidur jauh darinya bangun agar bisa melihat wajahnya.

"Jesse…" Panggil Andre.

"Kenapa?" Tanya Jesse dengan raut wajah panik.

"Lo jadi penulis aja sono, puitis banget," ucap Andre sambil berpura-pura menghapus air matanya.

"Oh, Gue kira Lo mau ngapain," kata Jesse dan membuat semuanya tertawa.

Mereka terus saja bercanda dan sesekali membahas tentang masa depan mereka. Hingga tak sadar hari sudah semakin gelap, dan sekarang sudah pukul tujuh malam.

"Ehh dah malem nih balik yuk?" Ajak William.

"Gak terasa yah, padahal dulu Gue pingin cepet-cepet lulus dari sini," kata Tiara.

"Emang gitu," kata Indah.

"Ya udah ayo kita pulang. Hati-hati ya semua," kata Reihan.

"Nanti aja Rei, kita masih punya waktu sampe ke parkiran baru Lo bilang selamat tinggal," kata Rendi dan berjalan sambil merangkul William.

"Kita bakal kangen banget sih sama lorong ini," kata Jesse sambil terus berjalan.

"Lo jadi banyak omong yah hari ini," kata Wulan.

"Berarti dia udah nyaman sama kita," kata Tiara.

"Tapi sayang banget karena dia ngerasa nyaman di hari kelulusan kita. Coba aja dia nyaman dari dulu pasti lebih seru," kata Indah.

"Lo sama Andre juga gitu kan? Baru seminggu ini deket sama kita," kata Wulan dan menatap Indah. Indah hanya tersenyum lebar menanggapi Wulan.

"Nah, udah nyampe di parkiran nih. Sampai jumpa ya semua," kata Tiara.

William mendekat dan menarik Reihan dan Rendi dan langsung membentuk lingkaran. Mereka memeluk satu sama lain. Begitu cepat rasanya tiga tahun yang mereka lalui di sekolah ini.

"Makasih ya semua atas tiga tahunnya. Gue bakal kangen banget sama Lo semua," kata Tiara.

"Iya sama-sama, Gue juga bakal kangen berantem sama Lo terus," kata Rendi dan mendapat tendangan dari Tiara.

"Udah yuk, kita balik ke rumah masing-masing yah. Jangan ngeluyur Lo semua," kata Reihan.

"Iya pak ketua," kata William.

"Lo masih jadi kapten basket kan Ren?" Tanya Nayara.

"Iya masih, mungkin sampe tahun depan doang," jawab Rendi.

"Indah sama Andre mending ikut kita aja sampe halte bus," kata Tiara.

"Gak usah, habis ini kita mau ke perpustakaan dulu," kata Indah.

"Rajin banget Lo. Gue duluan ya, kalau ada apa-apa kabarin. Tapi semoga gak terjadi apa-apa sama kalian yah," kata Tiara.

"Kalau gitu kita duluan ya semua, hati-hati nanti nyetirnya," kata Indah lalu pergi bersama Andre.

"Mereka pacaran yah?" Tanya Sandrina.

"Kurang tahu, tapi setahu Gue mereka dari kampung yang sama," jawab Wulan.

"Ayo lah pulang buruan, capek Gue nih dari pagi gak dapet istirahat," rengek Rendi.

"Iya iya, hati-hati ya semua."

Satu persatu remaja itu menaiki mobil mereka dan keluar dari area parkir. Malam ini, Nayara dan William sudah janji untuk membantu persiapan ulang tahun pertama Nia Twins dua hari lagi.

"Capek gak?" Tanya William sambil terus fokus ke arah jalanan.

"Sedikit tapi aku bahagia," jawab Nayara.

"Kamu kalau capek langsung pulang aja gapapa," lanjut Nayara.

"Gak mau, lagian Mama aja ada di di sana. Kalau dia tahu aku gak ada di sana bakal ngamuk dia nanti," jawab William.

"Tapi nanti kamu sakit lagi kaya waktu itu. Biar aku yang bilang ke Tante Adele," ucap Nayara.

"Gak usah aku gapapa. Aku juga masih pingin sama kamu," kata William sambil tersenyum.

Setelah lama berkendara, akhirnya William dan Nayara telah sampai di gedung tempat dilaksanakannya ulang tahun Nia Twins.

"Wow, gede yah," ujar William yang terpukau.

Gedung yang di sewa oleh Sherina sangat besar dan megah. Ada banyak asisten yang sedang sibuk bekerja.

"Ayo masuk," ajak Nayara dan menggandeng lengan William.

"Ehh kalian udah dateng? Kenapa gak ganti baju dulu?" Tanya Sherina.

"Harusnya kamu temenin Nayara beli baju Will," kata Adele.

"Jangan salahin William mulu, paling Nayara yang gak mau. Iya kan Will?"

"Nggak kok Tante, emang gak ada bahas soal beli baju," jawab William.

"Udah sana mending kalian pulang aja, kerjaannya juga udah mau beres. Sampe di rumah langsung mandi sama makan loh Nay," kata Sherina.

"Beneran gapapa nih Ma Naya tinggal?" Tanya Nayara yang sedikit ragu untuk meninggalkan Mamanya.

"Iya gapapa, nanti temen-temen kakak-kakak kamu bakal dateng juga buat bantuin di sini. Kamu jangan mikirin ini," jawab Sherina meyakinkan Nayara.

"Ya udah Naya pulang dulu ya. Kalau ada perlu telpon aja Naya," kata Nayara.

"Kamu temenin Nayara loh Will, jangan di tinggal Nayaranya," kata Adele.

"Yang jadi anak Mama itu William atau Nayara sih? Sebel deh," kata William ala-ala anak yang tengan ngambek.

"Nayara lah anak Mama, kamu mah anak pungut! Udah sana buruan pulang," kata Adele.

"Iya iya, Tante William pulang dulu yah," kata William lalu menyalimi punggung tangan Mamanya dan Sherina. Begitu juga dengan Nayara.

"Hati-hati ya kalian," kata Sherina dan Adele bersamaan.

"Mereka kelihatan serasi ya," kata Adele yang terlihat sangat bahagia.

"Karena aku selalu berdo'a supaya mereka jadi pasangan," kata Sherina di iringi gelak tawa keduanya.

"Asik bat dah, gak ngajak-ngajak," kata Renata yang baru saja tiba bersama Arya.

"Lo dari mana aja? Bilang dateng siang sampe malem kagak nongol-nongol," omel Sherina.

"Baru aja Gue dateng dah di omelin, Gue habis nanganin pasien operasi," kata Renata.

"Owh gitu, kan Gue gak tahu. Ayo dah buruan masuk," kata Sherina.

"Tante maaf telat!!" Teriak Reiga yang membawa banyak bucket bunga di tangannya. Ia datang bersama Putra.

"Ehh astaga bikin kaget aja kalian ini. Taruh di sana," kata Sherina sambil menunjuk meja yang berisi banyak bunga juga.

"Niko sama Hao mana?" Tanya Sherina lagi.

"Gak tahu, kayanya masih di parkir deh," jawab Putra yang sudah duduk dan meminum es jeruk.

"Kalian itu, harusnya minta tolong sama pengurus acaranya kalau nggak kuat," ucap Sherina sambil geleng-geleng kepala.

"Gapapa Tante, ngangkat bunga segitu doang mah gampang," ucap Reiga yang sedang berusaha mengatur napasnya.

"Kalau emang beneran gampang ngapain kalian ngos-ngosan? Hadeh kalian tuh gak berubah sama sekali dari dulu tetep aja kaya anak kecil," kata Sherina.

"Mah," panggil Nicholas dan berjalan bersebelahan dengan Hao.

"Kalian kesini gak bawa apa-apa sedangkan Reiga sama Putra sampe ngos-ngosan bawa bucket bunga," omel Sherina.

"Mereka itu kalah taruhan Tante, makanya bawa bucket bunga sendiri," kata Hao.

"Taruhan apa emangnya kalian?"

"Eee itu… rahasia Tante. Urusan anak remaja," kata Reiga cepat.

"Ya udah terserah kalian deh, Tante gak mau tahu juga. Kalian sekarang udah boleh pulang," kata Sherina.

"Emang udah selesai Ma?" Tanya Nicholas.

"Pengurus acaranya udah banyak ternyata, kalian pulang aja. Makasih ya udah bantu hari ini," kata Sherina.

"Oh iya, orang tua kalian besok bisa dateng 'kan? Tante cuma mau mastiin aja, udah Tante kasih undangannya juga," lanjutnya.

"Dateng dong Tante," kata Reiga dan diangguki oleh Hao dan Putra.

"Iya sana pulang buruan," kata Sherina.

"Siiiip Tante!" Ke-empat remaja itu lalu pulang ke rumah masing-masing.

Malam itu di rumah keluarga Kanendra….

"Ciee yang besok ulang tahun," kata Nayara sambil menggoda Tania dan Sania bersama Freya. Hubungan mereka kini semakin dekat.

"Anak Papa besok ultah yeay," kata Nathan yang ikut bergabung.

"Nay, Mama nyuruh Lily tinggal di hotel untuk sementara kamu udah tahu belum?" Tanya Sherina yang sedang menyeruput kopi yang baru saja selesai di buatkan oleh asistennya.

"Udah, tadi Kak Lily udah bilang sebelum ke hotel," jawab Nayara.

"Lo kan udah lulus, masih mau di tutorin sama Lily?" Tanya Nathan.

"Nggak sih, tapi kan Kak Lily nemenin Gue kalau Gue sendiri di rumah," kata Nayara.

"Kamu yakin mau kuliah di Indonesia Nay? Gak mau ikut Kakak ke Jepang?" Tanya Nicholas.

"Nggak, Naya lebih suka di sini. Lagian sama aja kan, sama-sama kuliah menuntut ilmu."

"Bener kata Nayara, mau di mana pun kuliah kalau serius pasti sukses," kata Rivano.

"Papa dulu kuliah dimana?" Tanya Freya.

"Papa sama Mama gak kuliah dulu," jawab Sherina dan membuat Freya kaget.

"Makanya kita kerja keras supaya kalian gak ngerasain susahnya hidup kaya dulu," kata Rivano.

"Papa emang terbaik sih," kata Nathan.

"Gimana kuliah kamu di Jepang Nik?" Tanya Rivano.

"Lancar jaya, pokoknya Papa gak perlu khawatir sama masalah kuliah Niko. Papa cukup percaya aja sama Niko, oke?"

"Iya Papa percaya, waktu kamu balik maaf Papa gak bisa ikut nyambut kamu. Papa sibuk di kantor," kata Rivano sambil memeluk Nicholas.

"Nik, nanti Gue tidur sama Lo ya," kata Nathan santai.

"Dih! Mau ngapain Lo? Ogah banget Gue!" Tolak Nicholas.

"Sekali doang elah, Gue mau nanya sesuatu sama Lo," mohon Nathan.

"Kayanya Gue tahu deh Lo mau nanya apa," kata Nicholas.

"Pasti dong tentang itu," kata Nathan dan bertos dengan Nicholas.

"Gaje banget mereka," kata Nayara yang menatap heran ke arah kedua saudara kembarnya itu.

"Mereka sering gitu ya, Nay?" Tanya Freya sambil terkekeh.

"Banget! Sampe bikin kesel malahan," kata Nayara.

"Kenapa bikin kesel?" Tanya Freya.

"Ya itu kaya tadi, Naya penasaran tapi gak di kasih tahu sama mereka," jawab Nayara dengan raut wajah kesal.

"Hubungan kamu sama Raya baik-baik aja 'kan?" Tanya Sherina.

"Baik kok Ma," jawab Nicholas yang sepertinya tidak tertarik dengan pembahasan itu.

"Bohong, Mama tuh tahu kalau kalian lagi ada masalah. Biasanya Raya bakal nyempetin nemuin Mama walaupun dia sibuk banget," kata Sherina.

"Palingan dia emang lagi sibuk aja Ma. Kan dia juga punya urusan di Indonesia," kata Nicholas.

"Kesibukan apa? Dari kamu pulang sampe sekarang Raya gak ada nemuin Mama. Udah seminggu kalian di Indonesia, tapi Raya sama sekali gak ada jengukin Mama," ucap Sherina.

"Raya sibuk Ma," kata Nicholas.

"Kalau kalian ada masalah buruan selesaiin. Pasti kamu kan yang buat masalah? Lain kali kamu gak boleh kaya gitu, kasihan Raya harus sabar sama sikap kamu yang egois."

"Nicholas gak egois Ma."

"Males banget Gue kalau Mama udah mulai ngomelin Nicholas," ucap Nathan dan mendapat sikutan dari Freya.

"Itu namanya egois Niko, kamu harus belajar introspeksi diri."

"Ma, bisa gak Mama gak usah ikut campur sama urusan percintaan Niko? Kalau ada apa-apa biar Niko aja yang nanggung. Yang penting Niko bisa bikin Mama bahagia, yang lainnya gak penting," ucap Nicholas yang berusaha tetap menahan nada bicaranya.

"Kamu kok ngomong gitu? Mama bersyukur loh kamu mentingin Mama diatas segalanya, tapi Raya itu anak dari seorang Ibu yang sama kaya Mama. Bayangin, kamu nyakitin Raya seberapa sedih Ibunya Raya ngelihat Raya di sakitin sama laki-laki yang gak pernah menafkahi Raya."

"Lebih baik kamu putus sama Raya dari pada kamu nyakitin Raya," kata Sherina.

Kata-kata terakhir Sherina sukses membuat Nicholas berpikir lagi tentang hubungannya dengan Raya. Berakhir di sini dan menjadi orang asing untuk satu sama lain, atau bertahan dalam sikap Nicholas yang toxic.

"Udah ya Mama, Niko, stop debatnya. Kasihan nih Tania sama Sania gak ngerti sama apa yang di bahas Oma sama Omnya," kata Nathan.

"Maaf ya, Mama terlalu ikut campur sama urusan pribadi kamu. Mama cuma gak mau Raya berakhir kaya mantan kamu yang lain. Raya anak baik," kata Sherina dan mencium kening Nicholas.

"Nah gitu dong, Tania sama Sania jadi happy lagi 'kan?" Kata Freya dan tersenyum bersama kedua anaknya.

"Besok pagi-pagi kita bakal ke studio foto," kata Sherina.

"Ngapain Ma?" Tanya Nayara.

"Mau beli bakso! Ya ngambil foto lah Nayara sayang," kata Sherina sambil mengacak rambut Nayara.

"Kan Naya nanya doang, Mama ngeselin," kata Nayara sambil membenahi rambutnya yang berantakan.

"Lagian kamu kalau ngasih pertanyaan yang bermutu kek. Mama kamu tuh udah capek dari tadi sibuk sama ibu-ibu," kata Rivano sambil memijit bahu Sherina.

"Nah iya di sana Pa," kata Sherina.

"Besok jam berapa nih ke studionya?" Tanya Nayara.

"Pagi Nay, gak denger kah tadi Mama ngomong?" Tanya Nicholas.

"Kak, Naya kan cuma nanya jam berapa. Naya tahu kok besok pagi fotonya," kata Nayara.

"Pokoknya kalau Mama bangunin bangun aja gak usah banyak drama," kata Sherina.

Mereka berbincang hingga pukul dua belas malam. Sudah lama mereka tidak berkumpul seperti itu. Nicholas yang tinggal jauh, Nathan yang sibuk dengan keluarga barunya, pekerjaannya, dan kuliahnya. Dan Nayara yang sibuk menghabiskan waktunya sendirian, dan tentu saja Sherina dan Rivano yang tinggal jauh dari anak-anak mereka.

Keesokan paginya...

"Anak-anak ayo bangun," teriak Sherina.

Setelah satu jam lamanya, akhirnya keluarga Kanendra sudah selesai bersiap untuk mengambil foto hari ini.

"Mama sama Papa duduk di depan yah," kata fotographer yang bertugas memotret hari itu.

Sherina duduk bersebelahan dengan Rivano di kursi yang sudah di sediakan. Lalu Nicholas yang berdiri di sisi kiri diikuti Nayara yang juga berdiri di sebelahnya, sedangkan Freya bediri di antara Nayara dan Nathan.

"Sudah siap? Satu… dua… tiga…" cekrek

Satu foto keluarga pun jadi.

"Untuk tahun ini kita belum bikin foto profil keluarga untuk perusahaan loh Ma," kata Rivano.

"Iya, habis ini kita buat," kata Sherina.

Seperti biasa, setiap tahun baru keluarga Kanendra selalu rutin mengganti foto profil keluarga mereka untuk perusahaan mereka.

Nayara berdiri di antara Nicholas dan Nathan, sedangkan Sherina dan Rivano duduk di atas singgasana dan Sherina di sebelahnya. (bisa bayangin gak?)

"Untuk profilnya, taruhin tiga ya di tembok itu," kata Sherina kepada pegawainya.

"Maaf foto siapa aja ya nyonya?" Tanya asisten Sherina.

"Foto yang kita ambil sama Freya di pajang di sebelah kiri foto utama, foto Nia Twins di sebelah kanan foto utama. Pajang juga di rumah ganti foto yang lama," kata Sherina.

"Foto utama yang mana yah Nyonya?"

"Ya ampun, foto keluarga Kanendra. Saya, Rivano sama anak-anak," ucap Sherina yang sudah mulai emosi.

"O-oh baik Nyonya," asisten Sherina pun segera menyuruh rekan kerjanya untuk melakukan semua yang Sherina perintahkan.

"Hadeh, udah sekian tahun kerja tapi masih aja gak paham," kata Sherina.

"Kan ini pertama kali Mama bikin foto tiga. Biasanya satu doang," kata Rivano.

"Iya juga sih, tapi… ah udah lah males banget ngurus," kata Sherina yang bodo amat.

"Sekarang ayo kita sarapan di restoran yang biasa kita datengin setiap tahun," kata Sherina.

"Ini udah jam sebelas btw Ma, baru mau sarapan," keluh Nathan.

"Kamu udah gede gak usah manja. Nia Twins udah makan kan Freya?"

"Iya udah Ma, kan Mama yang bikini bubur buat mereka," jawab Freya.

"Yang penting cucu Oma udah makan, Oma gak peduli sama yang lainnya. Mereka udah bisa ngurus hidup mereka," kata Sherina dan berjalan sambil mendorong kereta Nia Twins.

"Kalau Gue tahu ujungnya bakalan kaya gini, kagak mau Gue buatin Mama cucu," kata Nathan yang sudah sebal.

Sesampainya di restoran, keluarga Kalendra disambut dengan baik oleh pelayan di restoran tersebut.

"Selamat siang Nyonya Sherina," sapa manager restoran itu.

"Selamat siang Tuan Rivano," sapa nya lagi saat melihat Rivano di belakang Sherina.

"Selamat siang Tuan Nicholas, selamat siang Tuan Nathan, selamat siang Nona Nayara, selamat siang…" ucapan manager itu terhenti saat melihat Freya.

"Apakah kalian tidak kenal dengan menantu kami?" Tanya Rivano dengan wajah serius.

"Ma-maafkan kami."

"Dia Freya Anastasiya Ganendra, istri dari Nathan Ganendra. Dan mereka adalah putri kembar sekaligus cucu-cucu kami," kata Sherina.

"Baik kami akan mengingatnya," kata manager itu.

"Silahkan duduk."

Keluarga Kanendra akhirnya duduk bersama.

"Kalian mau pesen apa?" Tanya Nayara kepada kedua kakaknya.

"Nathan seperti biasa Ma," kata Nathan dan segera menutup buku menunya dan duduk dengan menyilangkan kaki seperti biasa.

"Niko juga," kata Nicholas. Berbeda dengan Nathan, gaya duduk Nicholas lebih elegan.

"Nayara mau apa?" Tanya Rivano.

"Naya mau ganti menu, tunggu dulu," kata Nayara sambil memikirkan menu yang akan ia pesan.

"Buruan Nay lama amat Lo," kata Nathan.

"Sabar, Naya mau ini aja," ucap Nayara sambil menunjuk es krim goreng.

"Kamu belum sarapan loh Nay. Mau pake ini emangnya sarapan?" Tanya Sherina.

"Iya," jawab Nayara lalu sibuk melihat-lihat sekitar.

"Kalau Freya mau apa?" Tanya Sherina.

"Sama kaya Nathan aja," jawab Freya.

"Yakin?" Tanya Sherina yang kaget akan jawaban Freya.

"Iya Ma," jawab Freya.

Semua pelayan pun segera menyiapkan seluruh pesanan keluarga Kanendra. Suasana restoran begitu tenang, padahal restoran itu penuh dengan pelanggan. Pelanggan yang datang berasal dari kalangan atas semua, mungkin itu sebabnya.

"Semangat ya Fey," kata Nicholas dan diangguki Nayara.

"Semangat buat apa?" Batin Freya.