Beberapa bulan berlalu sejak Lepus, Brisa, dan Muret datang dan tinggal di Desa Cocoyasi.
Suatu malam....
Lepus duduk di kursi dapur sendirian.
Dia hanya duduk diam dan merenung menatap bulan yang bersinar terang.
Dia merenungkan hal-hal yang terjadi dan perkembangan hubungan selama dia, Brisa, dan Muret tinggal dan hidup bersama di satu rumah.
Awalnya Muret masih agak canggung dan kaku.
Tapi perlahan-lahan dia mulai cukup dekat dan terbiasa.
Hubungan mereka bertiga juga lebih akrab.
Muret biasa menemani Lepus saat mereka membaca dan mempelajari buku-bukunya.
Muret terkadang juga jika Lepus membaca hingga cukup larut membuatkan teh atau semacamnya.
Hubungan Muret dengan Brisa juga cukup akrab.
Terkadang dia yang mengawasi dan menemani Brisa bermain bersama Nami dan Nojiko.
Lepus juga merenungkan berbagai hal dalam hubungan mereka.
(Tapi akhir-akhir ini....)
Setelah beberapa lama merenung, Lepus mendengar suara langkah kaki mendekat.
Kemudian Lepus melihat sosok yang datang ternyata adalah Muret.
Lepus sedikit tercengang melihat Muret yang hanya mengenakan semacam daster pendek tipis dan membiarkan rambutnya terurai.
Muret sendiri juga sedikit terkejut dan terdiam melihat Lepus duduk sendirian di dapur
Melihat sosok Lepus yang duduk sendirian di tengah gelapnya malam dan hanya diterangi oleh sinar bulan yang menerawang dari jendela, entah kenapa Muret seperti melihat sosok eksistensi yang tidak seharusnya ada di dunia ini.
Melihat Muret yang hanya diam, Lepus bertanya.
"Muret? Ada apa? Apa kau mau ambil minum? Tak bisa tidur?"
"Mm."
"Kemarilah."
Lepus kemudian menuangkan segelas air putih untuk Muret.
"Ini. Duduklah!"
Muret kemudian duduk dan minum.
"Muret, kita ngobrol sebentar?"
"Mm."
"Apa kau sudah cukup terbiasa bersama kami?"
"... Lumayan."
"Tapi... Kenapa kau seperti menghindariku akhir-akhir ini? Apa kau tidak nyaman bersamaku?"
"Itu...."
"Muret, kalau kau merasa tak nyaman atau menginginkan sesuatu kau bisa katakan. Aku takkan keberatan jika aku bisa memberikan atau melakukan."
"Tidak. Hanya saja... Aku tak tahu apakah ini tidak apa-apa. Aku nyaman bersamamu, bersama Brisa juga. Tapi terkadang aku merasa seperti hanya penganggu yang tiba-tiba masuk ke dalam kehidupan kalian berdua. Aku merasa tidak nyaman pada diriku sendiri."
Muret kemudian diam dan menundukkan kepalanya.
Melihat Muret yang tampak sedikit bimbang dan muram, Lepus tersenyum kecil dan kemudian berkata.
"Begitu ya.... Muret, akan kuberitahu kau sesuatu. Kau tahu, sebenarnya kami berdua, aku dan Brisa, adalah orang yang hidup dalam kesendirian. Suatu hari, aku terbangun di tengah hutan, tanpa mengetahui bagaimana bisa dan kenapa. Dan Brisa, dia bahkan lebih malang lagi, dia dibuang oleh ibunya saat dia masih sekitar 5 tahun dengan alasan dia tak berguna dan hanya menjadi beban."
"Itu...."
"Kau bisa bayangkan itu? Betapa senang dan leganya kami berdua, dua orang anak yang tak memiliki siapa-siapa, bertemu dan saling membutuhkan keberadaan satu sama lain? Itu juga yang kami rasakan saat kau mau ikut bersama kami, tinggal bersama kami, menjalani hidup, dan saling terhubung bersama."
"...."
Lepus kemudian berdiri ke belakang Muret dan memeluknya.
Dia kemudian dengan lembut dan hangat berkata.
"... Muret, kau bersamaku. Selama kau tak membenciku atau menolakku, aku juga takkan menolakmu. Aku takkan menganggapmu sebagai penganggu atau semacamnya. Aku menganggapmu sebagai teman, kekasih, juga keluargaku. Brisa juga sama. Dia menganggapmu seperti teman, kakak, dan keluarga. Kau berarti bagi kami. Kau punya tempat diantara kami. Meskipun mungkin nantinya akan muncul dan bertambah banyak orang-orang yang memasuki lingkaran hubungan ini, aku, kau, Brisa akan tetap menjadi bagian dari lingkaran itu. Aku mencintaimu, menyayangimu. Brisa juga sama. Jadi, aku harap kau mengerti dan tidak beranggapan kau tak layak bersama kami."
Merasakan kehangatan dari pelukan dan pernyataan Lepus, Muret terharu dan meneteskan air mata.
".... Hiks. Aku... Aku juga! Aku juga mencintaimu! Aku juga menyayangimu dan Brisa! Aku tak mau sendirian!"
Lepus tersenyum dan memeluk Muret yang menangis dengan lebih erat lagi.
"Aku percaya."
~~~
Setelah beberapa lama, Muret akhirnya berhenti menangis.
"Bisakah kau melepaskanku?"
Lepus kemudian bertanya dengan sedikit kecewa.
"... Kenapa? Kau tak suka kupeluk?"
Mendengar nada kecewa dari Lepus, Muret merasa sedikit kasihan.
"Bukan itu.... Aku hanya ingin kembali ke kamar. Aku mau tidur."
"Hmm.... Kalau begitu... Kita tidur bersama?"
Mendengar perkataan Lepus, Muret sedikit tersipu.
"... Kau bercanda?"
"Tidak. Aku serius."
Kemudian, tiba-tiba Lepus mengangkat dan menggendong Muret!
"Iyaah!"
"Baiklah! Sekarang kita ke kamar!"
"Turunkan aku!"
"Tak akan!"
Lepus kemudian sambil tetap menggendong Muret berjalan menuju kamarnya.
Muret sendiri akhirnya menyerah dan membiarkan digendong.
Setelah masuk kamar, Lepus mengunci pintu dan menurunkan Muret di ranjang.
Kemudian Lepus menggunakan Batasan Keras-Lantang untuk membuat kamar kedap suara.
Kemudian Lepus naik ke ranjang dan perlahan mendekati Muret.
Tanpa banyak ragu-ragu, Lepus mencium bibir Muret!
Tiba-tiba dicium oleh Lepus, Muret sedikit terkejut, tapi kemudian dengan tersipu dia merespon dengan mencium balik dan memeluk leher Lepus.
Dan suasana pun perlahan-lahan semakin panas hingga proses kedewasaan mereka selesai.
~~~
Beberapa lama kemudian, setelah mereka cukup puas dan kelelahan, mereka berbaring di ranjang dan bersandar pada satu sama lain.
Lepus kemudian bertanya pada Muret.
"Apa kau menyesal?"
"Menyesal? Tidak."
Lepus tersenyum mendengar jawaban ini dan kemudian mencium Muret.
"... Aku mencintaimu."
"Mm. Aku juga."