webnovel

My Soully Angel (Jodoh Sang Dewa Api)

Yafizan - Diturunkan ke bumi akibat serangan fatal dari kekuatannya membuat seorang gadis meninggal karena melindungi adik calon suaminya. Dia selalu bersikap arogant dengan emosi yang meluap - luap karena sifat alami apinya. Tinggal di bumi hampir seribu tahun lamanya bersama asisten yang diperintahkan untuk menjaganya selama di bumi. 1000 tahun kemudian dia dipertemukan dengan reikarnasi gadis yang tanpa sengaja diserangnya, dan gadis itu selalu menolongnya sedari kecil - Soully. Kejadian tak terduga membuatnya keduanya terikat dalam pernikahan.

GigiKaka · ファンタジー
レビュー数が足りません
100 Chs

Bab 18

Tamara sudah berada dalam kamarnya bersama Yafizan. Dia lalu membaringkan Yafizan di tempat tidur. Yafizan masih meracau dan bicaranya semakin sembarangan.

"Soully...aku akan segera pulang...tunggu aku di rumah ya Sayang...(Yafizan terkekeh)...Oh...Istri mungilku kapan kau menyusulku ke mari?" gurau Yafizan ketika memegang pipi Tamara dan melihatnya sebagai Soully.

"Sayang? Kau memanggil perempuan itu Sayang?" Tamara mendengus kesal.

"Ups, Tamara...kau Tammy...Tammy-ku yang tega meninggalkanku...hiks..." Yafizan meracau lagi.

"Baby, dengar aku. Aku takkan meninggalkanmu lagi. Hanya aku dan cuma aku yang akan jadi milikmu! Wanita itu, kau harus menceraikannya segera! Apa kau mengerti?" geram Tamara mencengkram bahu Yafizan.

Tanpa fikir panjang ia langsung mencium bibir Yafizan. Tanpa penolakan Yafizan pun membalas ciuman itu, saling bercumbu keduanya pun dalam gairah yang panas. Yafizan menjatuhkan tubuh Tamara, menanggalkan hampir semua pakaiannya. Obat yang Tamara berikan itu masih mempengaruhi saraf-sarafnya. Di matanya perempuan yang kini sedang ia cumbu adalah istrinya, Soully.

Tamara sudah mempersiapkan diri menerima serangan demi serangan kenikmatan yang akan ia hadapi. Yafizan sudah berada tepat di atasnya menghampiri sisi wajahnya perlahan penuh nafsu birahi...

***

Malam itu, tiba-tiba suara gemuruh semakin kencang. Suara petir saling berirama dan beraturan sesuai ritme. Tiba-tiba hujan mengguyur dengan derasnya. Semakin besar hingga menghasilkan hujan es yang begitu lebat disertai angin yang kencang.

Soully masih berdiam di luar mansion-nya. Suasana saat itu benar-benar membuatnya takut, dengan perut yang kelaparan membuatnya semakin berhalusinasi. Hujan yang mengguyur membasahi tubuhnya yang sudah kedinginan daritadi. Percikan es dari hujan tersebut seolah terus menghujamnya.

"Mama...Papa...apa aku akan segera menyusul kalian malam ini?" benaknya berdelusi. "Paman...tolong aku..." Soully menutup matanya rapat, ia tak bisa merasakan dingin yang menyelimutinya lagi.

Hujan yang bersamaan dengan suara gemuruh serta angin saat itu bukanlah sesuatu yang biasanya. Rona yang sudah tersadar dari pingsannya menyadari ada sesuatu yang tidak beres. Dia tahu alam sedang merasa kecewa.

"Bos...apa yang kau lakukan?? Kau tahu jika kau mengkhianati sumpah janji pernikahanmu sedikit saja, maka kau sama saja menyakiti istrimu. Dan hukumanmu akan bertambah..." Rona frustasi.

Difikirannya saat ini terfokus pada Soully. Dia hendak berusaha ingin segera menghubungi Erick saja. Karena orang terdekat yang bisa membantunya saat ini adalah Erick. Namun sia-sia, semuanya kosong saat dia meraba seluruh saku baju dan celananya, karena Tamara sudah berinisiatif mengambil dompet dan ponsel Rona agar ia tidak bisa mengganggunya saat ia sadar nanti. Tubuhnya masih terasa lemas di bawah efek obat bius yang Tamara suntikkan tadi.

Sempat terbersit dalam fikirannya jika ia akan berteleportasi sekarang untuk memastikan keadaan Soully. Namun diurungkannya, karena ia merasakan kekuatannya seolah hilang ketika cuaca saat ini berlangsung.

***

Ada perasaan tak enak saat cuaca buruk kali ini. Perasaan Erick berkecamuk. Dia pun menyadari bahwa ini bukan hanya sebuah bencana, tapi ini teguran. Dia pun merasakan hal yang sama seperti yang Rona rasakan. Kekuatannya seolah hilang dan tak bisa ia gunakan.

Fikirannya terfokus pada Soully. Dihubunginya berkali-kali ponsel Rona dan Yafizan. Namun sia-sia karna ponsel mereka dalam mode diam yang di sengaja oleh Tamara. Setelah mereka susah dihubungi, akhirnya dia memutuskan pergi untuk memastikan kalau Soully baik-baik saja.

Namun, langkahnya terhenti. Seolah ada dinding pembatas yang tak terlihat sengaja mencegahnya agar ia tidak pergi.

"Oh...Yang Mulia...tolong jangan seperti ini...aku harus menolong Soully segera. Yafizan, berandal itu dia tak bisa dipercaya." Erick frustasi karena ia tahu leluhurnya tidak mengijinkan ia ikut campur dalam masalah pribadi hubungannya Yafizan dan Soully.

Erick hanya bisa berteriak kesal. Perasaannya tak bisa diungkapkan lagi.

***

Pagi hari menjelang. Cuaca cerah pagi ini menyilaukan cahaya matahari yang menembus kaca jendela yang tirainya sedikit terbuka setelah hujan badai semalam. Cahaya hangat itu menelisik ke dalam mata Yafizan yang sedang tertidur lelap membuatnya segera bersadar diri.

Dirabanya sesaat ada tangan yang melingkar di dadanya. Dia bangun dengan segera, lalu ditengoknya tepat di belakangnya ada Tamara yang masih terpejam. Dia menyusuri seluruh tubuhnya yang hanya berbalut selimut putih tanpa sehelai benang pun yang menempel di tubuhnya, sama halnya dengan Tamara.

Betapa kaget luar biasanya dia. Dia mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Namun otaknya belum bisa mencerna dan berkompromi dengan baik. Ada rasa sakit di kepalanya. Saat sekelebat bayangan dan pendengaran seseorang memanggilnya dan meminta tolong.

Hatinya berdebar kencang, dia merasakan ada sesuatu yang hilang dalam jiwanya. Perasaan seperti ia mengkhianati seseorang. Berkecamuk dan tak karuan. Dilihatnya jam kecil yang ada di atas nakas samping tempat tidurnya. Segera ia menuju kamar mandi, mengguyuri seluruh tubuhnya dari air yang keluar dari shower dengan perasaan yang meluap-luap. "Bodoh!" dia terus merutuki dirinya sendiri. Sambil berusaha mengingat apa yang telah terjadi. Hanya sekelebat bayang-bayang saat dia berciuman panas dengan Tamara, membuatnya semakin frustasi.

Dia begitu menyesalinya, dia tahu kesalahan yang menyimpang dari aturan sumpah dan janji suci pernikahan yang ia ucapkan akan berdampak negativ untuknya ataupun untuk Soully.

Yafizan memang memuja Tamara lebih dulu, dia bahkan mengharapkan Tamara kembali dengan menjadikan Soully sebagai tameng dalam pernikahannya. Tapi, walaupun dia mengharapkan Tamara, tak pernah sekalipun ia menyentuhkan tubuhnya padanya, bahkan sekedar kecupan bahkan ciuman pun tak pernah ia berikan. Hanya Soully perempuan yang ia labuhkan ciuman pertamanya bahkan dengan hati yang mengebu-gebu ia ingin terus dan terus menyicipinya lebih dari sekedar ciuman.

Tamara bangun setelah Yafizan selesai membasahi tubuhnya dengan berlama diri berguyur di bawah derasnya air yang keluar dari shower hanya untuk melunturkan semua sisa-sisa kenodaannya dengan menyentuhkan tubuhnya pada wanita yang tidak seharusnya ia sentuh.

Lama ia berdiam diri di depan cermin, menatapnya tajam. Tangan Tamara tiba-tiba memeluk dari belakang, membuat Yafizan tersontak dari lamunannya.

"Morning..." sapa Tamara. "Baby, aku sungguh bahagia karena semalam kau sungguh energik," ucap Tamara dengan nada yang sensual. Membuat Yafizan semakin berdecak kesal dalam dirinya.

'Dor dor dorr

Seseorang menggedor pintu dengan kasar. Rona yang kini sudah mengumpulkan seluruh tenaganya berusaha membangunkan seseorang yang ada di dalam kamar.

Tamara membuka pintu. Rona begitu terkesiap ketika ia melihat dengan seksama tubuh Tamara yang hanya berbalut selimut putih menutupi tubuhnya. Dilihatnya lagi tuannya yang masih lembab dengan rambut basah acak-acakan dan masih menggunakan jubah mandinya. Ada rasa sedikit marah saat melihat keduanya, fikiran liar pun menjalar di otaknya.

Apa yang terjadi sesungguhnya? Apakah kalian benar-benar melakukan yang tidak semestinya?

Benak Rona terus bertanya-tanya.

"Maaf bila saya mengganggu aktivitas kalian. Kurasa sebaiknya kita segera pergi hari ini. Ada masalah di mansion kita." Rona melaporkan dengan tegang.

"Masalah apa? Dan kenapa mereka bisa tahu mansion kita?" Yafizan menatap tajam.

"Entahlah, para reporter berita sekarang sedang berkumpul di depan mansion kita sekarang. Katanya ada orang meninggal di depan gerbang mansion," jelas Rona.

Segera Yafizan merapikan dirinya. Diikuti Tamara dari belakang. Mobil sudah membawa mereka pergi segera dari hotel. Yafizan tak menghiraukan Tamara sedari tadi. Dia hanya terfokus pada layar digital yang ada di tangannya. Berulang kali ia menyentuhkan jari jemarinya pada layar digital itu. Menelisik dengan seksama, membaca berita demi berita yang memenuhi beranda utama internet pagi ini. Pandangannya tajam dan menggelap.

Topik hangat berita kali ini adalah 'Seseorang ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan di depan mansion mewah sang konglomerat dunia'

Beredar foto-foto yang memotret bagian depan mansion yang Soully tempati saat ini.

"Kenapa bisa ada orang berdatangan ke mansion kita itu, Ron? Seharusnya tak ada seorang pun yang tahu kalau itu mansion kita," ucap Yafizan emosi, mengingat mansion itu seperti rumah rahasia pribadinya. Sesaat ia memandang tajam Tamara penuh curiga.

"Hei, kau mencurigaiku? Yang benar saja." Tamara mendelik merasa terintimidasi oleh tatapan tajam Yafizan. "Tenanglah, Beib. Kau kan pengusaha terkenal, icon wajahmu ada di mana-mana, dan seluruh asset juga propertimu pasti orang-orang sudah mengetahuinya. So, pasti orang-orang sudah mencari tahu semua tentangmu, termasuk rumah-rumah yang kau tempati," ucap Tamara yang seolah menenangkan. Namun menyimpan sesuatu dalam senyuman manisnya yang palsu. Ia menyeringai sinis di sudut bibirnya yang merah.

Yafizan tetap tak menghiraukan. Tatapannya tetap tegang dan tajam.

Siapa orang tewas yang dimaksudkan para reporter itu? Kenapa mereka tak memotret saja orang yang dikatakan tewas itu? Fikirannya berkecamuk hanya satu orang yang difikirkannya, Soully...

***

Erick masih berdiam diri di ruangan yang sama sejak semalam. Ia masih belum bisa melewati batas yang memenjarakannya sejak semalam. Membuatnya frustasi hingga akhirnya ia mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk mengahancurkan batas tersebut. Kali ini berhasil. Dia segera berlari pergi menemui seseorang yang ingin ditemuinya sejak kemarin.

"Dokter Erick, jadwal hari ini..." ucap salah satu perawat yang hendak memberitahu.

"Tolong batalkan semua jadwal hari ini!" perintahnya lalu pergi dengan segera. Perawat itupun hanya diam mematung tanpa bisa membantahnya.

.

.

.

Berita pagi ini mulai menyebar dan terpampang di mana-mana, internet bahkan siaran langsung di televisi dalam sekilas berita seolah menyiarkannya dengan sengaja agar orang-orang di seluruh negeri mengetahuinya.

Dengan frustasi Erick melaju kecepatan mobilnya diatas rata-rata. Karena saat ini kekuatannya hampir habis, ia tak bisa berteleportasi seperti biasanya agar ia segera sampai.

***

Suasana di depan mansion Yafizan saat itu masih ricuh. Para reporter sengaja berdatangan hanya untuk meliput berita terpanas kali ini.

Polisi sudah dierahkan saat salah satu reporter menghubunginya untuk mengurus Soully yang sebenarnya pingsan. Police line pun sudah dipasang membatasi agar para reporter tidak bisa melewati dan mendekatinya.

Erick sudah sampai lebih dulu. Ia memarkirkan sembarang mobilnya. Yafizan yang telah sampai pun disusulnya segera. Menerobos masuk dalam kerumunan para reporter. Blitz cahaya yang keluar dari berbagai kamera membuat Yafizan semakin mengerang kesal. Ditambah saat dilihatnya sosok Erick yang berlari tergesa-gesa.

Mereka sampai di depan pintu gerbang. Dilihatnya sosok perempuan mungil dengan posisi duduk di bawah yang kepalanya bertumpu pada lipatan tangan yang berada di atas lututnya. Bajunya yang tipis basah kuyup menampakkan bagian pakaian dalamnya, dengan rambut lepek yang tidak beraturan dan kulit yang sudah pucat pasi sedikit kebiruan.

"Soully!" teriak Erick berlari menghampirinya.

Tak kalah cepat, Yafizan pun segera menghampirinya. Digendongnya segera tubuh Soully dalam pangkuannya. Lalu ia membawa Soully masuk ke dalam. Para reporter masih terus memburu berita. Pintu gerbang pun ditutup rapat.

"Maaf, Pak Polisi. Saya rasa ada kasalahpaman disini. Ini masalah keluarga kami, jadi tolong bapak memakluminya, kami mohon maaf sudah mengganggu dan membuang aktivitas anda." Rona menjelaskan dan meminta maaf.

Para polisi itupun memakluminya namun tetap saja tak mengurungkan niat polisi karena ini sudah merupakan suatu kasus.

"Ya kami mengerti, tapi keadaan ini sudah menggegerkan masyarakat. Kejadian ini akan tetap menjadi sorotan. Dan kami masih harus menindaklanjuti kejadian ini. Membiarkan seseorang meninggal atau hampir meninggal merupakan tindak pidana. Dan kami tetap akan meminta keterangan lebih lanjut," ucap Polisi itu menjelaskan dan dibalas hanya anggukan kepala oleh Rona.

Kau merepotkanku, Bos...

Tamara masih di dalam mobil, menyunggingkan senyuman jahat. Ia menelepon seseorang. "Semua berjalan lancar. Terima kasih..." ucapnya pada seseorang di seberang telponnya. Tamara tersenyum puas lalu menutup teleponnya.

***

Bersambung...