webnovel

My Slave, My Servant, My Daughter

kisah tentang Pak Sumi, seorang intel kepolisian yang berhasil membuka kedok rumah Bordil dan menemukan hal yang lebih buruk daripada PSK (Pekerja Seks Komersial) yaitu menemukan seseorang yang akan merubah hidupnya untuk selamanya. kisah tentang keluarga, masa lalu, dan ambisi seorang anak. Kisah tentang suatu keluarga kecil yang berperan besar dalam beberapa kasus skala nasional, masa lalu yang penuh dengan intrik, persahabatan, juga kengerian dan kekejian, serta ambisi seorang anak untuk mendapatkan kepercayaan, cinta dan kasih sayang... ah dan juga tubuh. Cerita akan berkutat pada Marie dan Pak Sumi, lalu orang-orang yang terdekat seperti Bu Rati (Istri Pak Sumi), Tiga anggota daun Semanggi (Clover), dan tokoh antagonis. Apakah Marie bisa mendapatkan apa yang diinginkannya? berakhir bahagia atau tidak, itu semua pilihan anda, pembaca. *Penulis sangat tidak menyarankan untuk dibaca oleh anak-anak tanpa pengawasan Orang tua. Isi konten dan konflik cerita sangat mungkin TIDAK SESUAI untuk anak-anak (atau mungkin sebagian remaja baru). dimohon kedewasaan pembaca. **pict source: https://www.trekearth.com/gallery/Africa/photo1403560.htm

Cloud_Rain_0396 · ホラー
レビュー数が足りません
102 Chs

Aku Takut Padamu, Orang yang Mengaku Ayahku

"Manusia. Makhluk yang diciptakan oleh tuhan dengan segala kelebihan dan kemampuan untuk menjadi pemimpin jagat raya. Rusak pemimpinnya, rusak yang di pimpinnya, rusak semuanya. Tanpa nama kau dilahirkan, dengan nama kamu mati. Tapi apa yang kau bawa saat kamu mati? hanya nama? kamu, tidak seperti itu. Setidaknya itu harapan kami."

Marie mendengar suara itu dari telinga kirinya. Suara yang kelak akan diketahui oleh Pak Sumi sebagai Aquastor.

.....

Aku duduk dan mencoba menghibur dua anak yang ingin menangis. Sesaat yang lalu Sunandar mencekik salah satu anak yang menangis yang berada di sampingku dan kedua anak yang lain. Aku dan kedua anak lain hanya bisa melihat ke depan. Aku melihat ke depan disertai suara pekikan pita suara anak yang sedang mengalami saat-saat terakhirnya.

"Ada apa dengan air matamu itu, anak-anak?" Kata Tuan yang baru selesai mengantarkan satu nyawa lagi ke alam baka.

"Tidak ada apa-apa tuan, Marie tersenyum, kami tersenyum." Kata ku untuk membujuk Tuan.

"Ya, baiklah." Kata Tuan lalu pergi membawa anak yang mati itu ke atas.

Miya masih membekukan mayat di seberang sana, untung bagi Miya karena Miya memosisikan dirinya sendiri membelakangi CCTV, dia bisa menangis, paling tidak mengeluarkan air matanya. Sedang Aku, Aku disini harus menahan perasaan. Untung bagiku karena telah biasa melakukan hal ini sejak berada di rumah ibu. Tapi Aku tidak begitu yakin dengan mereka berdua.

"Jangan Menangis, jangan Sakit, jangan Lapar, jangan Mati. Tetaplah Tersenyum dan jadi Anak Baik." Kataku.

Hanya kata ini yang bisa kuucapkan. Sebenarnya Aku juga sedang menyemangati diriku sendiri.

Kedua anak itu mengerti jika mereka harus tersenyum. Tidak. Sebenarnya mereka ingin tersenyum, tapi tidak bisa. Tidak dengan apa yang mereka lihat dan telah lalui. Namun, mereka berdua mulai tersenyum bahagia. Setidaknya itu yang kupikirkan. Aku berhasil. Aku berhasil membuat otak mereka bergeser, untuk bisa bertahan hidup disini. Maafkan aku.

Kemudian Tuan kembali lagi ke sini. Dia tidak sendiri, melainkan ada Orang lain yang ikut dengannya. Orang itu berbusana serba hitam, dengan rambut keriting panjang tertutup 'Bucket Hat' warna hitam dengan tulisan 'Eiger'. Mereka berdua masuk ke ruangan ini.

Aku dan kedua anak yang lain melihat mereka masuk. Mereka juga melihat ke arahku sesaat, sebelum Tuan memalingkan wajahnya untuk berjalan ke arah Miya dengan membawa kotak berwarna putih. Namun, Aku yakin orang berbaju hitam itu tidak sedang melihat kami, Dia memandangku. Aku merasakannya.

"Vigor, Kemarikan obatnya." Tiba-tiba Tuan berbicara pada orang itu.

Tanpa berkata apa pun, orang yang dipanggil Vigor oleh Tuan memberikan satu buah pil kepadanya. Tuan memakan pil itu. Kemudian mereka memasukkan satu per satu badan anak yang mati. Miya kembali kemari, ke sisiku. Dia duduk disini setelah Dia selesai dengan membekukan mayat. Miya diam, aku pun tak berani menegurnya.

Selang beberapa menit, Tuan seperti orang yang sedang teringat sesuatu yang sebelumnya terlupa. Alhasil Tuan langsung berlari menuju ke atas. Vigor (Mungkin itu adalah namanya) tidak mengikuti Tuan ke atas. Dia hanya melihat tuan berlalu kemudian menuju ke pintu untuk menutupnya.

Lalu orang itu berjalan kesini.

Aku ketakutan. Miya dan lainnya juga merasa hal yang sama.

Tanpa ku sadari ternyata ada orang lain lagi di samping kiriku. Itu bukan kedua anak yang tadi, melainkan seseorang yang selalu menyertaiku selama ini. Baru kali ini aku bertemu dia kembali setelah sekian lama. Dan saat ini, Tiba-tiba terasa seolah waktu berhenti.

"Kamu takut?" Kata 'itu' yang saat ini ada di sampingku.

"Iya, siapa kamu?" jawabku singkat.

Aku menoleh ke kiri untuk melihatnya. Dia terlihat seperti gumpalan asap yang berwarna hitam.

"Siapa aku? malaikat? iblis? jin mungkin? Yang pasti Aku tidak seperti kalian." Katanya.

"Apa Kamu belalang waktu itu?" Tanyaku.

Belalang. Aku merujuk pada hewan yang menyertaiku saat aku berada di rumah ibu.

"Ya kamu benar." Jawabnya

"Oh, iya." Kataku.

"Hei, Marie, mau tahu satu rahasia?" Tanyanya.

"Apa itu? ee..." Kataku penasaran.

"####." Katanya.

Dia menyebutkan namanya.

"Ah, ##." Kataku menyebut namanya.

"Sudah lama Aku ingin mengatakannya padamu. Um, sebenarnya Akulah yang membuatmu hidup hingga sekarang." Katanya.

"Huh?" Kataku.

Tentu Aku bingung dengar kata-katanya. Itu semua tidak masuk akal bagiku. Ah, Sekarang semuanya tidak bergerak. Waktu disini Seolah terhenti. Aku sedikit senang karena Aku tak merasakan lagi rasa sakit di tangan dan kakiku.

"Asal Kamu tahu saja anak kecil, Kamu harusnya mati saat kamu dilahirkan. Berkali-kali aku menyelamatkanmu, membuatmu bertahan hingga saat ini." Lanjutnya.

Aku diam saja dan mendengar perkataannya.

"Apa Kau tahu, harusnya dari dulu kamu sudah mati bersama ibumu?" Tandasnya.

"Ibu?" Tanyaku.

Ibu? Kenapa juga aku harus mati bersama ibu. Hal pertama yang ada di benakku ketika Dia menyebutkan 'Ibu' adalah orang yang merawatku saat di rumah sebelum ini. (Rumah Pak Awan, Ratu)

"Bukan. Bukan Ibu itu, maksudku orang yang melahirkanmu." Katanya.

"Ibu ya ibu yang melahirkan aku." Kataku.

Apa yang coba dibicarakannya? Ibu memang orang yang melahirkanku kan? Tapi kemudian dia berkata,

"Bukan."

"Iya!" Kataku.

Aku makin tidak paham dengan omong kosongnya.

"Apa pun itu, tapi orang itu bukan ibumu yang sebenarnya. Ibumu itu seorang perempuan jalang." Katanya.

"Jajan?" Tanyaku.

"Wanita Tuna Susila, orang yang bodoh, dungu, wanita yang hilang akal, gila, goblok!" Umpatnya.

"Tolong hentikan..." pintaku.

"Sedang ayahmu? kamu terlahir dari 4 ayah yang berbeda, salah satunya adalah Kakekmu sendiri, hahaha." Katanya sambil tertawa.

"Tolong Hentikan!!" Aku berteriak.

"Ku pikir, kamu adalah temanku." Lanjutku.

Air mataku merembes keluar.

"Itulah kenyataannya. Karena itulah yang membuatmu spesial, Marie."

Aku masih menangis terisak-isak mendengar pernyataan itu.

"Jika ada manusia yang tak punya ayah, tak punya ibu dan ayah, Marie adalah orang dengan 4 Ayah sekaligus. Satu Kakekmu, 2 Orang biasa, dan Aku. Marie, kamu adalah anakku."

"Bohong, kamu seorang pembohong!" Kataku sambil menyeka air mataku dengan tanganku yang masih utuh.

"Itulah yang terjadi, namun sekarang, mungkin Aku harus menyatu dalam tubuhmu." Katanya.

"Aku tidak mau." Kataku.

Aku takut dengannya.

"Marie, apa Marie ingin hidup? Aku tidak bisa lagi membantumu jika aku tak masuk ke dalam tubuhmu." Katanya.

"Apa maksudmu?" Tanyaku.

Menurutku ini tidak masuk akal.

"Aku tidak bisa lagi membantumu jika tidak masuk ke tubuhmu. Aku butuh tubuhmu." Katanya.

"Kalau aku menolak?" Tanyaku.

"Kamu akan mati 3 menit dari sekarang. Vigor, orang itu akan menendang kepalamu sampai hancur dengan sepatu gunungnya. Kamu tidak percaya? anak ku, aku hanya berusaha membuatmu tetap hidup selama mungkin." Katanya.

Aku diam. Aku tidak mau mati, karena jika aku mati, Ibu pasti akan sedih. Cukup kenakalanku sampai Ibuku memotong Tanganku, kalau aku sampai mati, pasti Ibuku akan marah besar padaku.

"Baiklah. Arrgh!" Kataku.

Kabut hitam itu langsung mengelilingi ku dan masuk melalui hidung dan mulutku. Aku rasa aku tak punya plihan lain lagi selain memercayainya.

Tanpa sadar aku kembali kepada diriku sendiri. Tapi tidak dengan tubuhku. Aku seperti berada di dalam tubuh seseorang. Kabut hitam itu, dia masuk ke sini. Aku kehilangan kontrol tubuhku lebih jauh lagi.

Kemudian Vigor berjalan ke arahku. Aku bisa merasakan jika Miya dan dua anak lain ketakutan, lalu tiba-tiba aku mendengar sesuatu keluar dari mulutku,

"Hai Anjing Sunandar." Kata mulutku.

Semuanya tampak kaget saat aku berkata demikian, bahkan aku sendiri tak percaya jika itu keluar dari mulutku. Tapi dia (Vigor) tampak biasa saja.

"Anjing ya? huh, aku sempat berpikir untuk membunuh kalian semua, terutama kamu, anak yang paling 'sakit' disini. Ah tenang saja, kalian tidak perlu memasang muka 'sok senang' kalian, aku tak seperti Orang kelainan mental itu." Kata Vigor.

"Lalu aku harus memanggilmu apa?" Tanya mulutku.

"Vigor. Aku berubah pikiran, apa kalian mau keluar dari sini?" Jawab Vigor.

"Iya!" Kata Kedua anak yang ada di kiri ku.

"TIDAKK!!" Kata Miya.

Lalu Dia memeluk tubuhku.

"Ini tidak akan seperti yang sebelumnya, saat kamu keluar bersama Sialan." Kata Vigor.

Aku sedikit kaget karena orang ini tahu Sialan. Ah aku teringat sesuatu, dimana Sialan sekarang? Kenapa Miya tidak pernah berbicara tentang Sialan lagi?

"Marie, apa kau tak sadar jika Sialan tak kembali lagi ke sini?" Tanya Vigor.

"Dimana Sialan sekarang?" Kataku.

Aku bertanya pada Vigor. Kini aku yang mengendalikan tubuhku.

Vigor tidak menjawab melainkan hanya menatap Miya. Tatapan yang mengindikasikan jika ia ingin Miya yang menjawab pertanyaan itu. Tapi Miya hanya diam tertunduk ke bawah. Dia memejamkan matanya, menggeleng-gelengkan kepalanya sebelum berkata hal yang membuatku kaget.

"Tuan membunuhnya dan memotong-motong tubuhnya, aku membantu Tuan untuk membekukan tubuhnya seperti yang kulakukan tadi pada yang lain." Kata Miya.