Pagi itu mendung tapi tak terlihat rintik air jatuh membasahi tanah, hanya saja udara kota yang biasa panas terasa sedikit sejuk.
"Mi hari ini Lea mau bawa Bi ke Rumah Sakit mami mau ikut?" Lea bertanya sambil mengambil potongan roti di meja makan.
"Yaudah mami ikut" senyum wanita paruh bawa itu.
"Bi abisin buburnya" Lea melirik Bi yang terlihat malas untuk menelan bubur buatan Bu Rena.
"Aku udah kenyang"
"Sedikit lagi sayang" bujuk Lea.
"Percuma nanti juga bakalan keluar" Bi berkata sambil mengaduk bubur nya.
Lea tidak berkomentar, tertunduk dan berusaha menelan roti yang terasa seret di tenggorokannya. Meja makan itu tiba-tiba sepi hanya sendok dan piring yang beradu menimbulkan bunyi.
Pengobatan Bi kembali di lanjutkan, kali ini Lea tidak menangis lagi dia tampak tegar melihat Bi di dalam ruangan itu.
Sesak di dadanya memang terasa tapi mata nya sudah enggan untuk menangis.
"Bi pasti kuat" Bu rena menepuk bahu Lea.
"Ia mi pasti Bi kuat" Senyumnya yang getir tak enak di pandang mata.
Bi muntah dan terlihat menahan sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya. Bulir air mata terlihat di pipinya, tapi dia seakan tegar agar Lea yang melihatnya dari luar ruangan tidak kawatir atau pun sedih.
Tak lama pengobatan itu berakhir, perawat terlihat merapikan selang yang di gunakan untuk memasukkan obat ke tubuh Bi.
"Sakit sayang?" Lea melihat sedih ke arah Bi yang pucat dan berkeringat.
"Sakit sayang"
"Sabar ya sayang" Lea menghapus keringat Bi dengan handuk kecil.
Suasana ruangan itu sepi, Bu rena hanya diam mematung memandang Bi yang terlihat lemah dengan Lea di sebelahnya.
"Sayang aku haus"
"Sebentar ya" Lea memberi botol air yang sudah di sediakan sedotan.
"Mami kenapa diam aja?" Senyum Bi pada Bu rena yang masih mematung.
"Mami cuma sedikit sedih sayang, Mami gak bisa ngelakuin apa-apa untuk kamu"
"Mami jangan gitu ahk, ini kan udah jadi takdir Bi"
"Ia mami tau kamu kuat, kamu yang sabar ya" Tangan lembut Bu rena menggenggam tangan Bi.
"Ia mi, Bi kuat kok"
Kembali Bi beristirahat, menahan sakit di ruang pengobatan membuatnya lelah dan mengantuk.
Lea dan Bu rena duduk di sebalh Bi menatap wajah laki-laki itu dengan raut wajah sedih.
Mata yang terlihat cekung dan wajah yang pucat, Bi juga terlihat kurus. Tidak seperti beberapa bulan lalu saat kanker itu belum terlalu parah.
"mami bisa pulang biar Lea yang jaga Bi"
"Mami tidur di sini aja sama kamu" Bu rena menolak untuk pulang.
"nanti mami masuk angin tidur di sini"
"Gak apa-apa sayang mami tidur di sini aja"
"Yaudah mami iatirahat aja dulu" Lea menunjuk tempat tidur lain di ruangan itu.
"Yaudah mami istiraht dulu ya sayang"
"Ia mi, nanti Lea pesan makanan untuk makan malam".
Setelah pengobatan Lea memutuskan untuk bermalam di Rumah Sakit, esok pagi baru mereka pulang dan kembali seminggu lagi untuk berobat rutin.
Bitsss bisttt...
Lea sedikit mengangkat kening ketika melihat nomor yang tidak di kenal nya.
"Hallo"
"Lea ini mama" suara Bu septi seperti tertahan.
"Oh mama ada apa ma?"
"Boleh mama datang ke rumah kalian besok? Mama mau jenguk Bi"
"Kalau mama mau datang aja ma" sepertinya Lea sudah lupa amarahnya tempo hari.
"Apa kabar Bi?"
"Dia baik ma, baru aja selesai pengobatan dia lagi tidur" jelas Lea pada Bu septi.
"Maafin mama Sayang, mama udah salah ke kamu" suara itu terdengar bergetar.
"Lea udah lupa masalah itu ma, mama datang aja besok pasti Bi senang"
"Yaudah besok mama ke sana sama papa"
"Oke ma, hati-hati besok"
Rasa bahagia di hati Lea membuatnya tersenyum. Rasa marah beberapa hari yang lalu seakan terbang entah kemana.
**
"Apa kabar Bi?" Fio bertanya pada Criss yang duduk di sebelahnya.
"Aku belum sempat tanya Lea soal kabar terbarunya"
"Bagaimana kalau besok kita ke sana?" Fio berkata pada Criss.
"Ok..tapi ada baiknya kita tanya Lea dulu, bisa saja mereka di Rumah sakit atau di rumah"
"Mmm betul, kalau gitu tolong tanya ya" Fio tersenyum licik pada Criss.
"Kenapa gak tanya sendiri?" Criss terlihat kesal.
"Aku takut cinta ku akan tumbuh lagi saat mendengar suara lembutnya" Fio tertawa.
"Hahaha...baik lah dari pada terjadi perselingkuhan aku akan mengalah" Criss mengangkat alis nya melirik Fio.
"Aku tidak seburuk itu" sinis Fio pada lirikan Criss.
"Maap boss"
"Apa hal seperti itu bisa terjadi??" Fio tertawa seolah berharap.
"Ahh..parah" Criss meneguk Es teh nya seperti terkejut dengan pertanyaan Fio.
"Sudah-sudah kerjaan mu masih banyak ayok" Fio memukul Criss yang masih melotot ke arahnya.
"Jangan merubah topik " Criss berjalan cepat mengejar Fio yang sudah duluan pergi.
Begitulah mereka selalu kompak dan saling mendukung. Pertemanan mereka sudah lama, tidak ada hal bisa di sembunyikan Fio dari Criss sebaliknya Criss pada Fio.
" Pistt..lihat tu muka cemberut terus udah berapa hari" Dea menyenggol tangan Criss menunjuk Mira yang terlihat murung.
"Ahh pasti gara-gara Fio"
"Lagian, udah tau Fio si raja jutek bisa-bisanya dia suka" Dea menggeleng heran.
"Ia tuh Fio itu cuma bisa manis ke Lea, sisanya yah jutek" Criss tersenyum melihat Mira.
"Heiii Fio" Criss berteriak memanggil Fio.
"Apa" Fio menjawab sambil melangkah menuju Criss.
"Tuhh lihat kelakuan mu" Criss memonyongkan mulutnya ke arah Mira yang sedang sibuk dengan alat make up.
"Sejak kapan aku membuat wajah nya seperti itu"
"Itu ulah mu, makanya mukanya asem sejak minggu lalu"
"Huuhh...salah dia sendiri ngapain ngasih-ngasih makanan" Fio membela diri.
"Mmm kurangi tu jutek biar punya pasangan" Criss menatap Fio sinis.
"Kau yang selalu ramah saja masih sendiri" Fio tertawa lalu melangkah meninggalkan Criss yang terlihat mati kutu.
"Heiii...tunggu aku pasti punya pasangan secepatnya" Criss berteriak menunjuk ke arah Fio.
"Ia di tunggu" Fio tidak menoleh hanya mengangkat tangan nya sambil berteriak pada Criss yang kesal.
Begitulah hari itu, masih dengan warna-warni, entah itu hitam yang terlihat kelam, merah yang terlihat berani atau putih tampak bersih penuh harapan baru.