Juan menatap gadis itu dengan tatapan tidak mengerti. Apakah gadis ini menggodanya agar naskah yang dikirimkan ke perusahaannya itu secepatnya di terbitkan? Semua terbaca oleh Juan hanya dengan melihat wajahnya, mengetahui hal itu pun laki-laki tersebut memiliki ide untuk menjahili Clara. Ia berkata, "yaaa ... saya tidak peduli sih dengan ponsel saya itu. Saya bisa membeli ponsel baru kembali bahkan saya bisa beli sepuluh ponsel sekaligus."
"Jadi, kamu tidak perlu memikirkan tentang mengganti ponsel saya."
Kedua mata Clara melebar, apa-apaan nih?
*****
Akhirnya mereka bisa melalui suasana macet yang berlangsung selama satu jam itu. Clara merasa lelah namun rasa lelah tersebut hilang ketika sudah tahu kalau rumahnya tinggal beberapa meter lagi.
Juan memperlambat laju kendaraannya, kemudian berhenti di depan rumah sewa Clara. Gadis tersebut berterimakasih padanya kemudian keluar dari kendaraan roda empat itu dan segera masuk ke dalam rumah. Juan pun menjalankan mobilnya kembali menuju arah rumah.
Clara berjalan lelah masuk ke dalam rumah. Maria yang sedang menonton TV menanyakan keadaan gadis itu yang pulang dalam keadaan lesu, padahal ketika berangkat Clara sangat bersemangat karena akhirnya dia bertemu dengan Editornya setelah insiden yang membuat pertemuan mereka batal.
"Kenapa lo? Lemes amat," tanya Maria melihat Clara yang lesu.
"Tadi pas berangkat aja semangat, pulang lesu. Emangdiapain sama editornya?"
"Gak di apa-apain. Gue capek karena hari ini tuh sial banget buat gue," ktaa Clara membenci hari ini.
Tanpa mengatakan apa pun, tatapan Mira sangat mengarah ke pertanyaan apa yang membuat Clara merasa sial hari ini, tanpa di tanya pun gadis itu menjelaskannya.
"Seharusnya tuhguegak pulang malam begini, semua ini gara-gara CEO gila yang mendadak jadiingue pacarnya waktu itu," ucap Clara menceritakannya dengan jengkel. Bagaimana tidak? Seharusnya ia sudah pulang dari jam sembilan pagi, tapi dirinya terjebak dengan keluarga laki-laki itu.
"Peremuangue sama editor gue itu selesai dari jam sembilan pagi, tapi ternyata saat itu juga gue baru tahu kalau pemilik penerbit itu tuh CEO Gila yang guetemuin kemarin," kata Clara mulai bercerita. Gadis itu sebenarnya tidak ingin membicarakan Juan saat ini karena ini hanya akan membuatnya tambah jengkel saja, tapi dirinya juga perlu meluapkan perasaannya.
"Lo ingat kan pertemuan pertama gue sama Pak Juan gimana? Gue merasa imagegue di dia itu jelak banget. Yaaa ... bisa di bilang gue seberani itu sama dia karena guegak tahu kalau dia itu pemilik Perusahaan penerbit yang ngelamar naskah gue." Clara terlihat frustasi, terpampang jelas di wajahnya ketika menjelaskan tentang laki-laki itu. Sepertinya sangat berat gadis tersebut menjalani hari ini.
Maria meminta kelanjutan dari cerita sahabatnya dan Clara pun segera melanjutkan ceritanya. "Karena gue mengira Pak Juan sangat berpengaruh dengan ditolak atau enggaknya naskah gue, gue pergi cari laki-laki itu. Awalnya niat gue Cuma mau memperbaiki imagegue di pikiran dia dengan cara minta maaf. Tapi .... tapi ternyata hal yang gak terduga datang Mariaaaa!" cerita gadis itu merasa menjadi orang paling sial di bumi ini.
"Ternyata apa? Dia gakmaafinlo?" tanya Maria berusaha menebak apa yang terjadi selanjutnya.
"Ternyata Ibunya datang ke kantooor!" seru Clara membuat kalimat itu adalah bagian paling horor.
"Waduh, mati lo kalau Ibu dia tahu lo ada di ruangan sama tuh cowok," kata Maria turut takut.
"Bukan mati lagi, gue merasa ingin hilang dari bumi, Mariaaa! Bayanginajague ketamu sama Ibunya Juan di saat kemarin wanita itu menatap gue dengan pandangan gak suka."
"Terus-terus?" Maria meminta gadis itu melanjutkan ceritanya. Sepertinya ini adalah cerita paling menarik yang pernah ia dengar dari Clara, gadis itu seolah tidak ingin melewatkan sedikitpun ceritanya. "Apa yang terjadi selanjutnya?" tanyanya penasaran dengan kelanjutan cerita.
"Gue rasa guedikerjain sih sama dia, gue di minta buat nemenin Mamanya belanja.Terus gue diajak ke rumahnya buat masak makan malam mereka, lo tahu kan Mariaaa bagaimana guegak pernah masak sama sekaliii!" ucap gadis itu dengan nada bagaimana dirinya tersiksa dengan apa yang terjadi. "Gue yang gak pernah masak sama sekali, sekalinya masak itu samaaa ... calon mertuaa!"
"Hahahaah ... katanya logak suka sama cowok itu, tapi lo anggap Ibunya sebagai calon mertua lo, gimana sih?" kata Maria sedikit bingung dengan tingkah sahabatnya. Kmarin ketika gadis tersebut menceritakan bagaimana pertemuannya dengan laki-laki menyebalkan itu Clara mengatakan bahwa ia membencinya, tapi sekarang dia malah menganggap Ibu dari laki-laki tersebut sebagai calon mertuanya.
"Yaaa ... habi gue bingung mau menyebutnya apa. Lagian kenapa sih dia itu harus mengakui gue sebagai pacarnya di depan Ibu dia?" bingung Clara ingin memanggil Ibu Juan dengan sebutan apa. Lagipula, Ibu laki-laki itu juga menganggapnya memiliki hubungan serius dengan sang anak. Jadi, bisa dong kalau Clara menyebut wanita tersebut sebagai calon mertuanya?
"Tapi, untungnya tatapan Ibunya ke guegak segalak kemarin. Justru gue jadi tahu sifat aslinya ketika kita masak bersama," lanjut Maria.
"Ternyata dia gak segalak yang gue kira."
"Hatinya lembut ..." kini Mira malah memuji Ibu Juan.
*****
Keesokan harinya, Maria libur kerja dan Clara juga tidak ada pertemuan dengan editornya. Jadi keduanya menghabiskan waktu seharian di dalam rumah sewa.
Tidak ada hal yang lebih menyenangkan selain marathon Drama korea. Clara dan Maria sudah membuat list Drama apa kali ini yang ingin ditonton oleh mereka. Clara yang mempersiapkan filmnya dan Maia menyiapkan berbagai macam camilan.
Clara sangat senang bertemu teman yang sefrekuensi dengannya. Bisa di bilang Maria salah satu peggemarentertaiment di Negara Gingseng tersebut, dengan menonton banyak movie atau drama series dirinya mendapat keuntungan dalam pembuatan novelnya.
"Mau yang mana dulu yang ditonton nih?" tanya Maria pada Clara.
"Pilihanya genre Romantis sama Thiller," kata gadis itu memberikan pilihan.
Clara memegang dagunya bingung ingin menonton series yang mana terlebih dahulu.
"Gue sih gak masalah yang mana dulu, loaja yang pilih," ucap Clara yang tidak mempermasalahkan mereka akan menonton series mana terlebih dahulu, ia menyerahkan pilihan itu pada Maria.
Maria memilih genre romantis karena tokoh utama pada series tersebut adalah idolanya. Keduanya pun menikmati film sembari memakan camilan. Sungguh enak hari libur yang diisi oleh hal-hal yang bermanfaat seperti ini, menonton series Korea.
Di saat keduanya sedang asik menonton, seseorang mengetuk pintu rumah. Baik Clara maupun Maria tidak ada yang mau membukakan pintu karena adegan series itu sedang seru-serunya, namun lama orang yang ingin bertamu itu tidak menyerah. Ketukan tersebut tidak berhenti sampai ada seseorang yang membukakan pintu untuknya. Tentu saja itu membuat kesal dua gadis yang sedang asyik menonton Drama Korea.