"Gimana? Mau gak? Kalau memang kamu gak mau ya, sudah" ucap David memalingkan wajahnya acuh.
Gimana ya? Aku mau atau tidak.. Aku suka sama laki-laki.gak jelas seperti dia. Benar-benar harus ekstra sabar. Udah gak jelas. Gak punya hati sama sekali. Apalagi pendirian. Seakan hilang entah kemana.
"Gak!" ucap Salsa tegas, ia malu jika harus makan berdua dengannya. Lagian juga dia gak tahu apa yang di rencanakan David padanya. Dia pura-pura baik atau baik beneran, Salsa juga tidak mengetahuinya, kebiasaan David yang selalu jahil padanya, ia tidak bisa percaya begitu saja dengannya.
Kruuukkkkk...
Haduh kenapa lagi nih perut, gak bisa di ajak kompromi, sih. Kenapa harus berbunyi di saat seperti ini. Gumam Salsa dalam hatinya. Ia memegang perutnya dengan wajah yang mulai memerah malu.
David mengerutkan keningnya, mendengar bunyi yang tidak asing baginya.
"Perut siapa yang bunyi?" tanya David menggoda. "Sepertinya ada orang yang mementingkan gengsi dari pada perutnya yang kelaparan.
Salsa hanya diam, mengalihkan pandangannya ke arah berlawanan. Wajahnya semakin memerah ia merasa malu jika David mengetahuinya.
"Kalau lapar bilang, jangan pura-pura gak mau di ajak makan. Padahal aslinya memang kamu lapar?" ucap David menggoda, ia menarik dagu Salsa agar menatap ke arahnya.
David menatap mata Salsa dengan senyum menggoda, menarik alisnya ke atas. "Aku akan ajak kamu makan di tempat yang sangat spesial" ucap David, yang hanya di jawab dengan senyum samar oleh Salsa.
Aku diam salah! Aku bicara tambah salah, apalagi kalau aku terus terang. Bakalan tambah malu.
Sebenarnya aku tidak ingin menolaknya, siapa tahu memang benar David akan mengajaknya makan di tempat yang enak, dengan makanan mahal yang enak, pikirannya selalu terbayang makanan enak yang David berikan nantinya.
"Dasar!" umpat David, mendorong dahi Salsa dengan telunjuk tangannya. Membuat wanita itu menguntupkan bibirnua, manyun beberapa senti dengan tangan mengusap dahinya berkali-kali
"Kamu pasti mimikirkan makanan, ya?" tanya David, yang mulai fokus lagi dengan jalan di depannya.
"Siapa yang berpikir tetang makanan. Otakku jauh dari pikiran makanan"Gumam Salsa, ia memainkan ke dua telunjuk tangannya. Dengan wajah cemberut seperti anak kecil. Salsa menarik ujung bibirnya sinis. Sembari mencibir pelan. "Memikirkan hubungan rumit. Terlalu menyedihkan!"
David mengamati setiap gerak gerik Salsa. yang membuatnya semakin gemas dengannya. Ingin sekali mencubit manja ke dua pipinya.
"Kamu mau makan apa?" tanya Devid, mencoba basa-basi, mengusap ujung kepala Salsa manja. Membuat wajah Salsa memerah malu.
"Terserah!" ucap Salsa yang masih tidak mau menatap ke arah David.
Terpaksa aku makan, haru ini butuh nutrisi untuk tubuhku. Agar bisa melawan dia lagi.
"Gak perlu malu, lagian kamu sudah malu-maluin. Kenapa harus malu segala" ucap David menggoda, di balas dengan pelototan tajam dari mata Salsa semakin membulat.
"Apa katamu? Siapa yang malu-maluin?" tanya Salsa kesal, menatap tajam ke arah David.
"Ya, kamu-lah siapa lagi memangnya, gak mungkin kalau aku" pekik David penuh percaya diri.
"Nyeselin... banget ya, kamu!" gumam Salsa kesal, melipat ke dua tangannya di dada, dengan pandangan mengarah ke kaca mobil. Meski ia kesal tapi tidak berani marah dan turun dari mobil. Ia takut gak bisa pulang nantinya.
"Aku hari ini ninggalin Dea" ucap David tiba-tiba. Tidak ada hujan tidak ada petir. Dia tiba-tiba berbicara tentang Dea yang sama sekali tidak pernah dia tanyakan. Ucapan David seketika membuat Salsa menoleh menatap ke arahnya
Salsa mendengar ucapan David, merasa hatinya ingin meloncat keluar dari kerangkanya. Gimana tidak, David rela meninggalkan Dea tadi, dan menjemputnya di sekolahan. Ia memegang dadanya dengan raut wajah mulai memerah berseri.
Antara senang dan ragu mulai merasuk dalam dirinya. Dia merasa senang, tapi sekarang dalam.hati kecilnya ia takut kecewa lagi.
"Kenapa kamu senyum-senyum?" ejek David menatap aneh pada Salsa, yang terus tersenyum memegang dadanya.
"Siapa yang senyum" ucap Salsa mengalihkan pandangannya lagi acuh.
"Kamu tadi, lihat wajah kamu memerah tu." ucap David, mencolek pipi Salsa yang nampak mulai memerah.
"Jangan kepedena, deh!" gumam Salsa kesal. Menarik bibirnya sinis.
"Oo, ya! Tapi kenapa kamu ninggalin Dea? Apa kamu tadi tidak mengantar dia pulang dulu?" tanya Salsa memastikan.
"Aku bosan denganya?"
Salsa seketika memincingkan matanya.
Bosan? Begitu gampangnya dia bosan dengan seorang wanuta? Apa nanti dia akan bernasip sama dengan Dea. Pikiran itu merasuk dalam otak kecil Salsa, meracuni pikirannya.
"Tapi tadi aku sudah bilang jika aku akan temui dia lagi,"
"Oo.." jawab Salsa singkat, entah kenapa rasa senang itu berubah jadi rasa kesal, dan semakin kesal pada David. Hatinya semakin bergemuruh, engan perasaan yang tidak pasti dari laki-laki di sampingnya itu.
Aku kira dia benar-benar sudah ninggalin Dea, ternyata masih saja gak bisa juah dari Dea, nyebelin banget. Geruti Salsa dalam hatinya.
"Kenapa jutek?" tanya David, yang melihat wajah Salsa nampak sangat cemberut saat mengucap kata Dea.
"Gak ada apa-apa, udah buruan kalau mau ajak aku makan. Aku sudah mau jenguk Alan. Sekalian aku mau belikan dia sesuatu." umpat Salsa.
Dasar laki-laki hak peka banget, sih!
"Emangnya kamu punya uang?" tanya David, menatap ke arah Salsa.
Salsa terdiam seketika, ada benarnya juga, ia memang tidak punya uang sekarang. "Eem.... gak punya!!" ucap Salsa, menundukkan kepalanya.
"Kalau gak punya kenapa? Apa mau belikan dia sesuatu!" ucap David.
Salsa hanya diam, ia bingung harus dapat uang dari mana, uang saku saja tidak di kasih. Devid benar-benar pelit dengannya.
"Aku ada ini, bawa dan ambil buat kebutuhan kamu!"jawab David, mengulurkan kartu debid berwarna emas ke arah Salsa.
Melihat kartu debit itu, mata Salsa seakan meloncat, dan langsung berbinar. Matanya seakan penuh dengan uang dan uang, entah sejak kapan dia jadi cewek matre. Mungkin kali ini saat melihat kartu debit itu. Lagian ia belum pernah mempunyai uang sebanyak itu.
Kartu yang limited, jarang sekali ada yang memilikinya.
namun Salsa tak mau terlihat ia sangat matre, ia pura-pura tidak tahu tentang itu.
"Apa ini?" tanya Salsa bingung.
"Buat kamu?" ucap David.
"Maksud kamu?" Salsa semakin bingung menatap ke arah David.
David menarik napasnya, ia merasa terlihat bodoh di depan Salsa, atau memang dia yang bodoh. "Itu buat kamu, untuk uang jajan kamu. ingat jangan di habiskan. Aku hanya beri kamu 500 ribu satu bulan"ucap David.
Salsa menelan ludahnya kasar. Ke dua matanya memutar malas.
Hah.. Aku kira aku sudah jadi wanita yang paling beruntung bisa beli semuanya. Tetapi apa? Ternyata hanya mimpi di sore hari.
"Apa? terus buat apa kamu kasih ini," tanya Salsa yang merasa terkejut karena hanya di kasih setengah dalam satu bulan, ia bingung kasih kartunya tapi malah di batasin, untuk ambil yang ia inginkan.
David meletakkan kartu itu di pada Salsa, dan masih di tatapnya belum juga ia ambil.
"Emangnya kenapa? kalau kamu bisa memenuhi keseharianmu melayani aku. Maka aku akan berikan uang jajan kamu lebih dalam satu bulan. dan kamu bisa ambil sendiri. tapi ingat aku juga bisa kontrol pengeluaran kartu itu,"ucap David yang fokus dengan jalan di depannya, sesekali melirik ke arah Salsa di sampingnya.
Salsa menaitkan ke dua alisnya heran.
"Apa katamu? Emangnya aku pembantu kamu," pekik Salsa kesal.
David menghentikan mobilnya dan segera perkir di depan restaurant ia menatap tajam ke arah Salsa.
"Apa kamu gak mau ini," tanya David. "Kalau memang kamu gak mau, oke. Aku ambil lagi sekarang," lanjut David meraih kartu debit itu dari paha Salsa.
"Baiklah, sini kembalikan!!" ucap Salsa meraih kartu di tangan David, namun David berhasil menghindarinya. "Kalau kamu mau ini, kecup pipiku dulu"ucap David.
Salsa menggeramkan rahangnya, ia mencoba untuk sabar kali ini.
"Apa katamu?" tanya Salsa melebarkan matanya seketika. "Gak mau, aku cium kamu," ucap Salsa.
"Jangan bilang gak mau, lama-lama kamu setiap hari bakalan selalu mencium pipiku," ucap Devid menggoda.
"Ih.. Gak mungkin!!" ucap Salsa, mendekatkan wajahnya ke arah David dengan tatapan tajamnya.
Benda kenyal tiba-tiba menempel di bibir Salsa, membuatnya sontak membelalakkan matanya, ia mencoba mendorong tubuh David menjauh darinya, namun David semakin menarik pinggangnya, dalam dekapan hangatnya. Ia semakin memperdalam ciumannya. Salsa yang menolak ia terus memukul punggung David.