webnovel

3. Mata-matai Amira

Angan Khalid melayang mengingat ucapan pedas yang diucapkan Amira, gadis yang sejak kemarin membuat dirinya penasaran. Sampai beberapa saat matanya masih menatap wajah Amira setelah dia menzoom foto dan memotongnya menjadi satu wajah tunggal. Milik Amira.

Khalid mencoba membuka media sosial dan mengetikkan nama Amira di sana. Dari beberapa nama yang muncul dan semua dilihat, tidak satupun yang wajahnya sama dengan wajah Amira yang sedang dicarinya. Khalid mencoba sekali lagi mencoba mengetikkan nama Amira, namun sekali lagi, nama-nama yang muncul masih sama dengan yang tadi ia lihat. Beberapa kali ia melakukan hal yang sama namun yang ia dapatkan masih sama dengan awalnya.

"Huft, mengapa aku harus memikirkan dia?"

Khalid mulai kesal. Ia mulai melemparkan ponselnya ke ranjang dan menatap pintu, mencoba mencari tahu mengapa belum ada yang datang mengantar pesanan makanannya. Wajahnya yang sudah ditekuk sejak awal, menjadi semakin seram. Ia melangkah mendekati telpon yang tergeletak di meja kecil di sudut ruangan dan segera menghubungi restoran.

Tangannya baru saja memencet tombol nomor terakhir ketika tiba-tiba matanya menatap makanannya sudah terhidang di meja besar di hadapannya. Ia segera meletakkan telpon tanpa mempedulikan suara salam dari petugas.

"Ternyata marah juga membuat fokusku hilang. Hah"

Khalid segera mendekatkan dirinya ke meja dan menggeser kursi. Tangannya cepat mengambil piring dan mengambil makanan lalu memakan hidangannya dengan lahap. Sejak kemarin perutnya belum terisi apapun. Kematian Mutia, kehadiran Amira dan urusan mendadak menuju resort barunya membuat dia melupakan kepentingan tubuh yang harus ia penuhi.

Ia baru saja menyelesaikan sarapannya ketika tiba-tiba ponselnya berdering keras. Tangannya segera meraih ponsel yang ia lemparkan di ranjang lalu menerima panggilan dari Andi.

"Halo"

"Selamat siang, Tuan. Maaf baru bisa menghubungi sekarang"

"Ada apa?'

"Em, Pemakaman Mutia sudah selesai dan orang tua Mutia memutuskan untuk meninggalkan Yogyakarta ke Malaysia"

Khalid mengerutkan keningnya, mencoba menganalisa informasi yang diterimanya. Ia mencoba mengingat semua tentang Mutia. Semua cerita dan semua kenangan yang pernah mereka lewati bersama. Seingatnya, Mutia tidak pernah mengatakan kalau dia memiliki kerabat di Malaysia. Ia juga tidak pernah menceritakan kalau orang tuanya memiliki bisnis apapun di sana. Yang ia tahu, keluarga mereka sering berkunjung ke Malaysia karena berlibur. Mereka menghabiskan waktu libur keluarga untuk menikmati salah satu obyek wisata.

"Biarkan saja mereka pergi"

"What? Kau sama sekali tidak mau mengetahui mengapa mereka mau pindah Tuan?"

"Tidak"

Andi mengelus dadanya menerima kenyataan tentang kearoganan Khalid, sahabat sekaligus boss yang ia hargai. Selama ini Andi hanya tahu kalau Khalid selalu peduli padanya dan keluarga kecilnya. Khalid selalu memberi apapun yang dia inginkan meski dia sama sekali tidak pernah memintanya. Ia juga selalu memberi hadiah pada ibu dan adik laki-lakinya yang kini masih bersekolah di SMA.

"Tuan"

"Em"

Andi tersenyum mendengar jawaban Khalid. Ia menggelengkan kepala sambil terus mencoba bernegosiasi untuk menarik minat Khalid membahas tentang keluarga Mutia, namun ia gagal. yang ia dapatkan adalah kenyataan yang sama sekali tidak pernah ia pikirkan. Khalid justru mengalihkan pembicaraan.

"Kau selidiki wanita bernama Amira!"

Andi terpana mendengar nama asing yang baru saja ia dengar. Ia mengernyikan dahinya, mencoba mengingat nama yang baru saja disebut Khalid. Andi menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ia melangkah menuju kursi di sudut kamarnya dan duduk sambil menyilangkan kaki kanannya di atas kaki kiri.

"Amira siapa, Tuan?"

Khalid mendesah. Ia heran dengan Andi. Khalid berpikir selama ini Andi selalu akrab dengan keluarga Mutia, namun ia sama sekali tidak mengetahui nama Amira. Khalid menatap cermin besar di hadapannya lalu mengalihkan pandangan ke luar.

Ia mencoba menghentikan panggilan lalu membuka galerinya, mengambil foto hasil screenshott lalu mengirimkan pada Andi. Sesaat ia menunggu reaksi yang diberikan Andi saat melihat foto Amira.

"Tuan"

"Apa?"

Terdengar suara tarikan nafas Andi. Sangat berat dan ia tahu Andi mencoba untuk mencari jalan keluar. Khalid masih menunggu reaksi Andi yang masih belum muncul saat ini.

"Dia kerabat Mutia, Tuan"

"Kau mengenalnya?"

"Tidak"

Khalid membuang nafasnya kasar. Harapannya untuk mendapatkan informasi detail tentang Amira pupus sudah. Ia heran dengan dirinya sendiri. Awal melihat Gadis dan tertarik untuk mengetahui jati dirinya baru ia alami saat ini. biasanya ia sama sekali tidak akan menghiraukan siapapun orang yang baru ia temui, entah dia mengucapkan kata kasar atau dia bertindak kasar, dia akan mengabaikan siapapun. Tapi kali ini? Amira mampu membuatnya mengucapkan perintah yang membua Andi dan dirinya sendiri heran dan bertanya, mengapa.

"Kau cari tahu siapa dia dan dekati dia untukku! Aku tidak menerima kegagalan dan juga pengkhianatan"

"Baik, Tuan"

Khalid tersenyum mendengar suara lemas Andi. Ia tahu mendekati wanita, bagi Andi adalah siksaan. Ia lebih memilih untuk mendekati preman dan menculik serta menyiksanya dari pada mendekati wanita dan merayunya agar mau menguak jati diri demi laki-laki lain. tapi biarlah. Khalid tidak peduli dengan apa yang sedang dirasakan oleh Andi. Yang ia tahu selama ini ia sudah membantu Andi dan keluarganya dan ini saatnya Andi membalas budi padanya.

"Tuan"

"Hem"

"Dia mahasiswa UNOC, Universitas Orang Cerdas. Sudah jelas dia anak hebat"

"Terus?"

"Dia tinggal di sebuah desa yang jauh dari pusat kota, namun aku yakin dia bukan orang sembarangan"

Khalid mengerutkan keningnya, ia heran pada Andi yang sudah mendapatkan siapa Amira secepat dia menyarangkan pantatnya di sofa. Ia baru saja berdiri dan berpindah tempat dan saat itulah Andi menemukan jati diri wanitanya. Bagi Khalid ini luar biasa. ia selalu memenuhi semua permintaan Khalid dan ini prestasi terbaik yang diakui Khalid. Selama ini meski Andi berprestasi lebih banyak, ia sama sekali tidak mengakuinya.

"Pokoknya aku mau kau memata-matainya. Ikuti dia kemanapun dan jaga dia untukku"

"Siap, Tuan"

"Kalau aku mendengar suaramu, aku merasa kau memiliki masalah dengan perintahku, Andi. Apakah benar seperti itu?"

Khalid mencoba tersenyum, namun ia segera menyambunyikan senyumnya ketika melihat seorang office Boy masuk dan mengambil semua peralatan makannya. Matanya menatap laki-laki jangkung yang kini sedang berdiri menunggunya.

"Apakah kau sudah bosan bekerja di sini?"

"Mohon maaf, Tuan. Tadi Tuan Wijaya menyuruhku memanggil Tuan di kamar ini katanya sudah tidak sabar menunggu Tuan"

Khalid terperanjat. Ia memandang jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul satu siang. Ia merasa baru saja menyelesaikan sarapannya dan ia merasa waktu pertemuan dengan Tuan Wijaya masih sangat lama. Khalid segera mematikan panggilan dan melangkah menuju meja, mengambil semua kelengkapan kerja sama dengan perusahaan Tuan Wijaya.

Wajahnya sedikit pucat. Karena keteledorannya mencampuradukkan perasaan dan pekerjaan, ia menjadi lalai pada janji dan komitmennya pada Tuan Wijaya. Dalam hati ia berjanji akan membuat Amira bertekuk lutut padanya karena dia sudah mampu membuat Khalid dimarahi cliennya.