webnovel

Mawar Biru

"Kamu seperti mawar biru. Sebuah keajaiban yang muncul dari kemustahilan" Elena merupakan seorang penerjemah novel yang telah kehilangan mimpinya untuk menjadi pelukis. Dia kembali ke kampung halamannya karena muak dengan kehidupannya. Dia mencoba mencari ketenangan akibat kejadian tak terduga yang telah dialaminya. Disaat itulah dia bertemu dengan Aidan yang dulu merupakan cinta pertamanya. Aidan merupakan seseorang pemilik toko bunga yang misterius. Kehilangan ibunya saat remaja merupakan titik balik kehancurannya. Dia menutup diri dan menghindari hubungan dekat dengan orang lain. Disaat Elena tak percaya lagi dengan perasaan cinta, Aidan seakan membuat Elena kembali ke masa indah dulu. Elena seakan kembali merasakan bahagia dan mungkin jatuh cinta lagi pada Aidan. Namun takdir yang kejam ternyata telah menanti mereka berdua. Akankah ada keajaiban untuk mereka? Ataukah kemustahilan menjadi pemenang?

szarnnd · 若者
レビュー数が足りません
17 Chs

Kembali

Aku baru saja terbangun sepertinya sebentar lagi aku akan sampai. Ku tengok ke arah luar jendela mobil, di kedua sisi jalan terbentang luas persawahan dengan bukit-bukit kecil di belakanganya. Kabut tipis nampak seperti permen kapas yang sepertinya ingin berlari menghilang dikejar oleh angin. Sudah sekitar delapan tahun aku pergi tapi nampaknya tak banyak hal yang berubah.

Sekilas kenangan delapan tahun lalu memenuhi pikiranku ku, kembali muncul dalam rentetan peristiwa. Aku membuka setengah kaca mobilku menghirup basahnya udara pagi. Hamparan sawah hijau, suara kicau burung dan aliran air sungai samar-samar terdengar. Aku selalu menikmatinya, semua kenangan di sepanjang jalan ini. Kehidupan sempurna ku, sebelum terebut jauh oleh orang-orang yang paling aku sayangi.

"Paman ini sudah jam berapa?", tanyaku

Paman mengalihkan pandangan dari jalan, melirik sekilas ke pergelangan tangannya yang dibalut jam tangan. "Ah... sudah bangun kamu ternyata, hemz ini jam setengah lima sebentar lagi kita sampai."

Aku terhanyut lagi dalam lamunanku. Tak lama kemudian, kami sampai di depan rumah sederhana. Tampak masih sama seperti dulu saat aku pergi, bahkan pohon kesukaan ku pun masih tetap ada di depan rumah. Bedanya ukurannya kini semakin besar dan terlihat semakin lebat daunya. Yang aku suka dari pohon ini adalah warna daunnya yang kekuningan, samar-samar orange terang, cocok sekali dengan lagit di sore hari.

Dulu saat sore hari aku selalu duduk di teras depan memandangi pohon ini yang diterpa angin. Menurutku itu terlihat seperti musim gugur setidaknya begitulah pikirku di masa kanak-kanak. Dan karna aku hidup di daerah yang hanya punya dua musim jadi untuk memuaskan keinginanku melihat musim gugur seperti yang ada di TV aku melihat pohon ini saja.

Suara decitan ban mobil yang di rem mengalihkan perhatianku dari pohon itu. Aku keluar dari mobil, menuju bagasi mobil untuk mengambil beberapa barang yang aku bawa.

"Sini biar paman saja yang membawa kopermu." Paman memindahkan barang dari tanganku ke tangan miliknya.

"Terima kasih," sahutku dengan senyum.

Paman mendahului ku berjalan ke arah pintu rumah. Aku memandang ke arah rumahku sekali lagi, mencoba mencari-cari perbedaan apa yang mungkin saja terjadi disini. Rumah ini bergaya kuno dengan tembok kayu yang dihiasi oleh ukiran. Pintu rumah berada di tengah dengan jendela kecil di kedua sisi rumah.

"Sepertinya rumah ini tetap bersih meskipun sudah sebulan kosong," kataku

"Ah, karna setiap minggu biasanya aku sama bibimu mampir kesini jadi rumahnya tetap terawat dan bersih."

Setelah pintu dibuka, aku melangkahkan kaki memasuki ruang tamu degan tatanan yang sudah tidak kukenali lagi. Semua bagian dalam rumah sudah banyak berubah, semua perabotan telah diganti dan dipindahkan. Aku mengikuti paman, menaiki tangga yang memunculkan bunyi berderit. Tangga kayu ini masih terlihat kokoh meskipun telah memiliki suara keluhan.

"Karna setelah kamu pindah kamarmu ditempati oleh Alina jadi agak berubah sedikit." Paman menurunkan barang yang dia bawa, menyusunnya di lantai.

"Iya gapapa, nanti aku bereskan sendiri."

"Yaudah kamu istirahat aja dulu biar paman yang bawa barang-barang yang masih ada di mobil."

Aku segera beringsut menuju ke kamar mandi, menyegarkan tubuhku dengan sapuan dingin air. Setelah makan dan mandi aku memutuskan untuk berkeliling, banyak sekali tempat yang aku rindukan. Siapa tau saja tempat itu masih tetap sama seperti dulu. Tetapi, saat aku sudah sampai di depan ternyata mataharinya terlalu terik, membuat suhu semakin panas, jadi lebih baik ku tunda saja berkeliling saat sore hari saja.

"Hari ini paman mau masak."

"Ah paman! Kaget tau," entah paman muncul dari mana tapi dia berhasil membuat aku benar benar kaget.

"Tadi diperjalanan paman beli sawi, seger banget kayaknya," sahut paman memperlihatkan senyum lebarnya.

"Kapan? Kok aku nggak tau paman mampir beli sayur."

"Tadi kan kamu keasyikan tidur."

"Ah... maaf hehe..., sini aku bantuin deh."

🍀🍀🍀

Cit cit cit....

Suara burung di pagi hari. Aku akan memulai pagi ini dengan penuh semangat. Hari ini hari kedua aku berada disini. Aku pergi ke pasar menggunakan sepeda, belanja sekaligus dibarengi dengan olahraga. Ternyata cuaca pagi hari di sini sangat dingin. Embun pagi masih tebal menyelimuti dedaunan tapi aku tetap semangat mengayuh sepeda melawan dingin.

Ternyata sayuran di pasar ini semuanya masih sangat segar, aku ingin membeli banyak sekalian tapi karna aku memakai sepeda sepertinya aku tidak bisa. Setelah membeli beberapa barang yang aku butuhkan aku kembali ke rumah. Aku harus cepat karna hari ini sepertinya aku punya jadwal yang sangat padat.

Yah... inilah jadwal satu-satunya hari ini yaitu membersihkan gudang yang sungguh sangat kotor dan berantakan ini. Siapa tau saja aku akan menemukan harta karun langka yang tidak sengaja terbuang. Ternyata membersihkan debu yang sudah menempel dari waktu yang lama memang sangat sulit dilakukan. Sepertinya mereka sudah menyatu dengan lantai dan dinding tidak akan mau terpisahkan. Tak ku sangka karna membersihkan gudang ini saja aku sampai tidak sempat mandi pagi.

Setelah selesai membersihkan gudang dan mandi aku duduk di teras depan ditemani dengan secangkir teh dan sebuah buku yang kutemukan di gudang tadi. Aku tau pasti buku ini adalah buku harian ku saat SMA, aku dulu lupa untuk membawanya saat dulu pindah. Untung saja buku ini masih tersimpan di gudang. Aku membuka buku berwarna hitam dengan sampul kulit itu dengan hati-hati. Di halaman pertama terdapat tulisan nama lengkapku. Kemudian ku buka halaman selanjutnya disitulah tulisan kisahku dimulai. Aku sedikit merasa aneh dan lucu dengan ini, ternyata aku dulu pernah melakukan hal konyol seperti menulis buku harian.

Senin, 15 Juli 2014

Hari ini hari pertama masuk sekolah di SMA, meskipun sudah ada beberapa teman yang aku kenal rasanya hal ini tetap asing bagiku. Aku berangkat kesekolah dengan menggunakan sepedaku, saat itulah aku melihat dia.

Di seberang sana aku melihat dia untuk yang pertama kali

Aku menatap ke arahnya cukup lama

Dia sedang berjalan bersama temannya menuju ke gedung kelas

Saat berjalan dia tersenyum lebar, senyum yang membuat aku merasakan perasaan yang aneh

Dengan tetap tersenyum dia memalingkan wajahnya menatap ke arahku

Tatapan kami bertemu

AAAAA.. kita saling menatap sebentar

Pagi yang indah untuk mengawali hari

Dan ternyata kami satu kelas.... Namanya Aidan. Hehe

Aku tersenyum tipis teringat sore di hari pertama aku disini. Aku berkeliling desa mencoba mengingat kembali jalan-jalan yang dulu sering ku lalui. Akhirnya aku sampai di lapangan tempat aku sering menghabiskan waktu. Aku duduk di bawah pohon dekat dengan tempat ku pakirkan sepedaku. Yang aku sukai dari lapangan ini adalah karena pohonnya yang cantik dan beragam. Pohon disini sangat indah saat dilihat di sore hari. Selain karena pohonnya hal lain yang aku sukai dari lapangan ini adalah keunikannya, lapangan ini hanya dipakai saat ada suatu acara khusus saja jadi lapangannya tidak terlalu ramai.

Angin dingin menyambutku, untung saja aku sudah mengenakan pakaian yang tebal. Aku megambil minuman hangat yang sudah ku siapkan dari rumah. Saat itulah aku mendengar suaranya.

"Wah ternyata benar, kamu sudah kembali..."

Aku menolah ke arah suara itu dan di situlah dia tetap dengan tatapan yang sama tapi terasa berbeda.